Pasti anda tidak asing dengan bayang-bayang, karena hampir setiap saat melihat dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Bahkan karena terlampau seringnya melihat biasanya menjadi sesuatu yang tak aneh lagi bahkan sebagian beranggapan hal itu sebagai suatu hal biasa yang tak perlu difikirkan.
Namun kali ini, saya ingin mengajak anda semua untuk melihat lebih jauh karena ternyata bayang-bayang tidak sesederhana dari hikmah keberadaannya. Secara bahasa bayangan (shadow) diartikan sebagai sebuah efek cahaya atas benda yang tak tembus pandang sehingga menghasilkan sisi gelap sebagai bayangan benda tersebut. Shadow juga berarti Comparative darkness that results from the blocking of light rays.
Terkadang bayangan di kaitkan dengan keadaan yang sedih (a feeling or cause of gloom or unhappiness ). Karena warnanya yang gelap adakalanya bayang- bayang dikaitkan dengan sesuatu yang negative, misalnya hidup dalam bayang-bayang masa lalu sehingga menggambarkan keadaan yang putus asa, lemah tak bersemangat. Atau menggambarkan ketidak berdayaan karena hidup di bawah bayang- bayang kekuasaan seseorang dengan kata lain dibawah tekanan. Bahkan dalam Analytical Psychology, bayang-bayang dijelaskan bahwa the shadow as a concept comprises everything the conscious personality experiences as negative, sisi negative personal yang terkadang nampak terkadang tersembunyi (hidden).
Dalam analisa psikology dikatakan bahwa setiap orang memiliki shadow namun pertumbuhannya berbeda bergantung bagaimana dibesarkan, termasuk lingkungan, kultur, komunitas dan nilai. Kesimpulannya bayang-bayang selalu diterjemahkan dengan sesuatu kegelapan, keadaan yang sedih, negative dan buruk.
Penulis belum pernah menemukan arti sebaliknya. Lalu bagaimana bayang-bayang menurut Islam ? ternyata bayang-bayang tak luput dari perhatian Allah SWT untuk dijadikan pelajaran dan renungan. Allah SWT berfirman dalam surat Al Furqon : “Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu”“kemudian Kami menarik bayang-bayang itu kepada kami dengan tarikan yang perlahan-lahan” (QS : 25 : 45-46) Allah SWT melalui ayat ini mengajak orang-orang yang beriman, orang-orang yang berakal yang mau menerima petunjuk agar mau meluangkan sedikit waktu untuk memperhatikan bagaimana Allah SWT menciptakan bayang-bayang.
Bagaimana Allah SWT memanjangkan dan memendekkan bayang-bayang secara perlahan-lahan sebagai sebuah proses kehidupan yang bertahap, sekaligus bagaimana Allah SWT menjadikan matahari sebagai petunjuk bagi keberadaan bayang-bayang tersebut.. Cobalah perhatikan, betapa indah cara Allah SWT mengajarkan hambanya dengan perumpamaan yang mudah untuk setiap saat bisa di amati.
Lihatlah isyarat perumpamaan dalam ayat ini bagaimana bayang-bayang dan matahari sebagai dua hal yang amat sangat terkait. Bagaimana kehidupan da’wah ini serupa dengan terbitnya matahari sebagai cahaya kebenaran di permukaan bumi lalu dengan cahayanya Allah SWT menghapus bayangan yang ada di atasnya. Matahari sebagai cahaya da’wah yang menyingkap kegelapan bayang-bayang kejahiliyahan.
Cahayanya memancar ketempat yang suram bahkan bayang-bayang itu begitu banyaknya karena begitu pekatnya perbuatan buruk manusia. Allah SWT memunculkan matahari sebagai bukti adanya kegelapan, Allah SWT memunculkan cahaya Al Qur’an sebagai bukti adanya ketidakbenaran. “Kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu” Akan lebih terasa indah lagi apabila ayat ini dirangkai dengan ayat sebelumnya, Allah SWT berfirman : “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.
Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).(QS 25: 43-44) Ini adalah dua ayat yang mendahului, sehingga sampai pada ayat yang menjelaskan tentang bayang-bayang. Dalam surat Al Furqon Allah menerangkan sifat-sifat orang kafir yang mengejek Al Qur’an, orang-orang yang mengejek nabi Muhammad SAW karena tampilannya yang di anggap tidak layak serta orang-orang musyrik yang selalu menjadikan hawa nafsu sebagai landasan keagamaan mereka.
Penulis mendapatkan bahwa kata hawa adalah kecenderungan hati kepada dorongan syahwat tanpa mampu dikendalikan oleh akal (ini berarti pelakunya belum tentu bodoh secara intelektual). Sehingga seolah-olah menjadi Tuhan karena selalu di ikuti dan di taati, sehingga desakan hawa nafsu itu mengalahkan akal dan hati nurani mereka. Lalu Allah SWT mengatakan apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami?.
Kata kebanyakan di atas adalah kebanyakan masyarakat awam yang mengikuti pemimpin-pemimpin mereka karena memang kebanyakan orang awam itu tidak (banyak)mendengarkan (informasi kebenaran) dan tidak faham. Kita lihat bahwa mendengar dan faham adalah dua hal yang sangat urgen agar tidak menjadi bayang-bayang dari objek pimpinan yang tak tembus pandang (lihat definisi bayang-bayang di awal tulisan).
Mereka itu kata Allah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat lagi, karena biasanya binatang ternak seperti kambing misalnya mau mendengarkan dan taat mengikuti perintah pemiliknya. Di surat Al Furqon ini, penulis amat kagum tentang ilustrasi yang Allah SWT berikan, adakalanya Allah SWT menggambarkan orang kafir di zaman Rosulullah, lalu terbang lagi ke akhir zaman, yaitu kondisi orang kafir di hari kiamat lalu Allah flash back kembali menjelaskan sifat orang kafir di zaman Nabi Musa dan Nuh seolah-olah ada benang merah akan karakteristik sifat-sifat khas kekafiran mereka dari zaman ke zaman yaitu sejak zaman para nabi hingga akhir zaman adalah sama . Namun kebenaran adalah kebenaran, kesalahan adalah kesalahan.
Kesalahan adalah tanda (warning sign) dari tidak tepatnya arah, tidak tepatnya arah adalah tanda dari kesalahan. Tinggal bagaimana kesiapan menerima cahaya, ada orang yang tidak menerima cahaya karena terlalu dalam masuk “gua” nya(baca= gue), tapi ada juga yang karena silau tidak tahan (kalau di film-film horor biasanya pemeran yang diidentikan dengan setan biasanya ga kuat dengan cahaya, tapi lebih suka dengan tempat-tempat yang gelap dan seram). Keberadaan bayang-bayang itu justru membuktikan kebenaran cahaya, dan matahari da’wah itu yang akan membuktikan bahwa bayang-bayang itu ada, dan cahayalah yang akan melenyapkan bayang-bayang dan kegelapan.
Cahaya yang akan menggenggam kegelapan hingga sirna. Bagi penebar cahaya da’wah yang istiqomah, disini Allah mengilustrasikan tentang pergerakan bayang-bayang secara perlahan-lahan, yang mengisyaratkan butuh waktu dan kesabaran karena semua itu berproses. Allah SWT mengatakan : “Kami menarik bayang-bayang itu kepada kami dengan tarikan yang perlahan-lahan” (QS : 25 : 45-46) Ada sebuah kolaborasi antara matahari dan perubahan bayang-bayang dengan rotasi bumi yang berputar pada porosnya, yang menjadikan bayang-bayang itu berubah perlahan-lahan. Rotasi itu adalah waktu.
Sehingga waktu adalah sunatullah untuk terus menjadikan kesabaran sebagai kesungguhan cinta mutlak yang tidak bisa ditawar lagi. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW tidak mampu memberi hidayah pada kaumnya, maka dalam hal ini hanya Allah SWT sajalah yang mampu menghilangkan bayang-bayang kejahiliyahan dengan sempurna.
Karena cahaya itu milik Allah, matahari da’wah adalah milik Allah, tinggal bagaimana kesiapan hambaNya untuk “mendengar dan Faham”. Itulah mengapa Allah SWT bertanya : “Apakah engkau tidak memperhatikan…?” Wallahu’alam bishawab