Pribadi seorang anak ketika dewasa sangatlah dipengaruhi oleh pola pendidikan orang tuanya sedari kecil. Mendidik anak ketika kecil ibarat membentuk tanah liat yang masih basah, seorang orang tua harus bisa mengolah tanah liat yang basah tersebut menjadi sebuah benda yang indah dan memiliki nilai yang tinggi.
Kiranya, itulah yang sedang dilakukan olah Pak Aris, tetangga sekaligus jamaah aktif di masjid. Setiap waktu shalat beliau tidak lupa untuk membawa serta putri bungsunya yang usianya sekitar satu tahun. Meski usianya masih sekitar satu tahun, Pak Aris sudah mulai membiasakan putri bungsunya dipakaikan kerudung kecil yang memang diperuntukkan untuk anak sesusia putri bungsu Pak Aris.
Jika aku perhatikan, ada saja cara bagaimana Pak Aris memperkenalkan Islam kepada putri bungsunya. Suatu kali aku pernah melihat Pak Aris mengajarkan sujud kepada putri kecilnya ini. Meskipun terlihat sedikit memaksa cara yang dilakukan Pak Aris ini, namun sang anak terlihat mengikuti apa yang diajarkan sang ayah. Bahkan sudah dua hari ini aku dibuatnya takjub dengan pola pengajaran Pak Aris kepada putrinya ini.
Kemarin misalnya, aku melihat Pak Aris sedang melentik-lentikkan jari-jari tangan putrinya. Setelah aku amati aku mendengar suara lirih Pak Aris membisikan wirid yang biasa diamalkan setiap ba’da shalat wajib. Dari mulai tasbih, tahmid, dan takbir, semuanya dibisikan oleh Pak Aris sebanyak 33 kali. Kagum aku dibuatnya. Sejak dini sang anak sudah dikenalkan dengan kalimat-kalimat pujian kepada Tuhannya.
Bisikan kalimat-kalimat Allah itu ditanamkannya di dalam otak putrinya. Perlahan dan dibisikan dengan penuh cinta dan harapan semoga akan menjadi putri yang solehah yang mengenal siapa Tuhannya. Dielus kepala putrinya dengan penuh sayang yang akan mengundang rahmat-rahmat Allah untuk senantiasa mengokohkan kalimat-kalimat Allah di dalam kepalanya.
Ba’da duhur tadi, lagi, Pak Aris memberikan pengajaran kepada putrinya itu. Dengan perlahan pula Pak Aris membisikkan surat Al-Fatihah di telinga putrinya. Dibacanya dengan penuh cinta sedangkan putrinya menatap dengan tatapan polos khas anak-anak. Sesekali si anak mengeluarkan kata-kata yang memang terdengar masih kurang fasih. Namun aku merasa si anak tersebut mencoba mengikuti bacaan surat Al-Fatihah yang diucapkan ayahnya. Lagi, aku kagum dibuatnya.
Di tengah para orang tua banyak yang menitipkan anak-anaknya untuk belajar agama kepada orang lain, masih ada orang tua yang menyadari terhadap tanggung jawabnya untuk memberikan pengajaran agama langsung kepada anak-anaknya, seperti Pak Aris misalnya.
Sudah selayaknya orang tua menjadi guru yang pertama yang akan mengenalkan anak-anaknya akan siapa Tuhannya. Menjadi pembimbing yang akan membangun pondasi yang kokoh bagi keimanan anak-anaknya dan dimulai sedini mungkin. Selain itu, para orang tua bisa menjadi contoh langsung yang akan lebih menegaskan lagi pengajarannya terhadap si anak. Menjadi guru sekaligus contoh langsung merupakan sebuah paket yang tidak bisa dipisahkan di masa sekarang ini dalam mengajar anak. Pak Aris salah satu orang tua yang dapat mengamalkannya. Mendidik dan memberikan contoh langsung sebagai metode pengajaran kepada putrinya.
Bekasi 18 Mei 2008