Bapak, Aku Rindu…

Tanggal 24 Januari 2009 Bapak meninggal dalam usia tujuh puluh lima tahun. Alhamdulillah seperti keinginan Bapak, beliau meninggal tanpa menyusahkan siapa pun.

Siapa pun yang ditinggalkan orang tua, insya Allah pernah merasakan hal yang sama. Kehilangan…. Rasanya ada sesuatu yang terambil dari hati. Entah apa, sesuatu yang tidak bisa diungkapkan.

Sedih, sudah pasti. Kesedihan yang belum pernah aku alami selama hidup. Ketika kami, (Ibu, aku, dan Saudara-saudaraku) memandikannya, terasa bahwa ini adalah kontak fisik kami yang terakhir. Sekarang Kami membasuhnya sambil berlinang air mata. Kemudian Adik kami yang laki-laki dibantu ustadz dan beberapa orang tua mengkafaninya. Kemudian Kami menshalatinya. Akhirnya, sesuai dengan pesan Bapak , kami memakamkan beliau di kampung halaman.

***
Ketika usia tujuh puluh, secara jasmani Bapak mengalami sedikit masalah yaitu kurang bisa berjalan karena terjepit syaraf tulang belakangnya. Dan itu terasa mengganggu bagi Bapak karena aktivitas rutinnya tidak selancar dulu.

Satu tahun terakhir, Bapak menderita gangguan dalam memori ingatan. Kalau berbicara diulang-ulang, perasaan beliau suatu hal belum disampaikan padahal baru beberapa menit saja dikatakan. Kadang terasa lucu sekaligus menyedihkan. Pernah aku mengirim makanan pagi-pagi. Karena waktu itu terburu-buru, aku tidak sempat melihat apakah makanan itu dinikmati atau tidak oleh Bapak. Sorenya ketika aku tanyakan apakah makanan itu sudah dimakan, Bapak malah bertanya makanan apa? Dan tadi disimpan dimana? Akhirnya, Ibu datang kemudian menjelaskan kalau makanan itu sudah dinikmati Bapak tadi pagi.

Tapi yang membuat kami bahagia adalah walau memori Bapak untuk mengingat hal-hal di sekitar hidupnya sudah tidak maksimal, untuk kegiatan shalat beliau tidak pernah lupa. Dalam keadaan apa pun. Bahkan sepanjang yang aku ingat (sejak aku di Sekolah Dasar) Bapak selalu bangun di sepertiga malam, shalat tahajud dan membaca al Quran sampai waktu menjelang shubuh.

***
Sepulang dari pemakaman Bapak, aku dan saudara perempuanku membantu ibu mencari surat-surat penting untuk mengurus laporan ke kantor pensiun Bapak. Di lemari bawah meja yang biasanya dikunci Bapak ada sebuah map sederhana yang berisi kertas fotokopian yang sudah diberi nama kami (anak-anak Bapak), dan satu yang asli sudah di laminating. Ternyata isinya surat dari Bapak untuk kami, ditulis (ditik) dua belas tahun yang lalu (tahun 1997).

“Apabila telah datang ajal, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sedetikpun, dan tidak pula mendahulukannya.”
Kutipan Al Qur’an, surat Yunus, ayat 49 mengawali surat Bapak, huruf arabnya ditulis tangan.

Kemudian pesan/wasiat untuk kami, diantaranya:
1. Periharalah shalat, periharalah shalat, periharalah shalat…
2. Tingkatkan ibadah kepada Allah SWT dengan sebaik-baiknya,
3. Omat jeung dulur kudu sing alakur, daek silih bantu, jeung silih nasehatan terutama dina bagbagan agama islam, ulah mutuskeun silaturahmi jeung sakabeh baraya terutama jeung dulur anu paturun-turun sirah ku jalan silih layad atawa silih anjangan. (harus rukun dengan saudara, saling membantu, saling menasehati terutama dalam hal agama, jangan memutuskan silaturahmi apalagi dengan saudara kandung, harus saling mengunjungi)
Dan ada tujuh lagi amanat lainnya yang semuanya terasa sebagai bekal berharga dalam hidup kami. Bapak kami bukan siapa-siapa bagi orang lain. Tetapi bagi kami, Bapak adalah orang sederhana, yang menginspirasi kami untuk selalu mensyukuri apa yang diberikan Allah SWT. Bagi kami, Bapak adalah teladan dan pejuang keluarga.

***
Sejak Bapak meninggal aku bertekad untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kuevaluasi semua perbuatanku. Perilaku kepada suami, kepada anak-anak, dan kepada siapapun yang berada di sekitarku. Sungguh, peristiwa meninggalnya Bapak ini menjadi motivasi terbesar dalam hidupku untuk meninggalkan segala perbuatan sia-sia. Sebab aku ingin doaku dikabulkan Allah SWT..

“jika mati seseorang maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sedekah yang terus menerus berjalan, atau ilmu yang telah diamalkan dan berguna, atau anak shaleh yang mendoakan baginya”. (HR Muslim)

***
Bapak, …
Terima kasih sudah menjaga dan mendidik kami selama ini. Tidak ada lagi yang bisa kami berikan untuk Bapak selain doa. Semoga Allah SWT melapangkan kubur Bapak, memberikan nikmat di alam barzah, dan menghapus dosa-dosa Bapak.

“Rabbighfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”.

Amin ya Allah ..

[email protected]