Bangsaku…

Bangsaku……………….

Bangsa ini, aku sering geleng kepala kenapa bisa jadi begini, kesenjangan sosial yang kian mencolok, antara si kaya dan si miskin. Suatu hari di lampu merah. Jika masuk ke mall disebelahnya yang terkenal dengan Cempaka Mas ramai orang berkeliaran di sana tidak kenal tanggal tua atau tanggal muda entah apa niat orang-orang mendatangi pusat belanja yang pasti selalu ramai apakah mereka belanja atau hanya mencari hiburan saja dan window shopping belaka.

Keluar dari gedung pertokoan nan megah setiap sore kulihat pemandangan yang sama ibu – ibu yang bergerombol di bawah jembatan duduk bercanda, bercerita dengan rekannya sesekali melihat anak mereka yang mencari sebuah receh dari tangan yang menjulur keluar dari mobil mewah. Anak anak ini pun kreatif menjajakan kreatifitasnya bernyanyi dengan bermodalkan botol bekas minuman disi dengan beras atau pasir yang menimbulkan suara krecek krecek dengan dendangan lagu yang tidak nyambung dengan irama.

Hari lain ketika pulang bekerja sore itu ku temui seorang ibu yang lusuh menggendong anaknya kurang lebih berumur 2 tahun yang ketika ku melihatnya aku langsung teringat anakku. Anak tersebut rapih walau dengan baju seadanya tapi tampak polesan bedak yang tidak rata tanda ia baru mandi sore. Seperti biasa mereka mencoba menyanyi seadanya.

Dari ini semua kadang aku ingin tahu apakah karena kesulitan ekonomi memakssa mereka berbuat seperti itu? Atau ada hal lain atau mereka pikir cara ini lebih menjanjikan dari pada mencari uang dengan cara lain?

Terkadang yang lebih menyakitkan adalah melihat anak-anak perempuan kecil berkeliaran di jalan. Sesuatu yang mungkin seharusnya tidak mereka lakukan. Bukankah terlalu beresiko untuk mereka terhadap tindak kekerasan dan pelecehan?

Aku pernah ingin meneliti tentang mereka tapi teman – teman meragukan bukan karena kemampuanku tapi lebih pada kekuatan mentalku menghadapi mereka karena dilain pihak banyak berita miring bahwa mereka terorganisir untuk melakukan itu semua termasuk di antaranya isu menyewakan anak untuk mengamen di jalan.

Oh bangsa ku…. ada kalanya aku tidak ingin memberi saat mereka selesai bernyanyi tapi hati nuraniku lebih bicara kasihan padanya. Pernah suatu ketika aku tidak punya recehan yang ada hanyalah sebungkus kacang yang juga ku beli dari pedagang asongan, tidak ada penolakan saat ku berikan akhirnya aku menyadari jiwa anak –anak mereka tidak hilang mereka tetap senang dan tersenyum saat diberikan sesuatu

Entah bagaimana mengakhiri tulisan ini. Yang pasti ingin suatu sore nanti aku tidak ingin melihat mereka berkeliaran lagi di jalan raya. Aku berharap mereka dapat hidup sewajarnya layaknya seorang anak. Ketika sore datang merekamandi kemudian bermain bebas di depan rumah tanpa pernah memperhatikan kapan mereka harus berlari kejalan ketika lampu berwarna merah atau berlari menepi ketika lampu berwarna hijau.

Wallahua lam bishowab Ade Nursanti

Bangsaku…

Bangsaku……………….

Bangsa ini, aku sering geleng kepala kenapa bisa jadi begini, kesenjangan sosial yang kian mencolok, antara si kaya dan si miskin. Suatu hari di lampu merah. Jika masuk ke mall disebelahnya yang terkenal dengan Cempaka Mas ramai orang berkeliaran di sana tidak kenal tanggal tua atau tanggal muda entah apa niat orang-orang mendatangi pusat belanja yang pasti selalu ramai apakah mereka belanja atau hanya mencari hiburan saja dan window shopping belaka.

Keluar dari gedung pertokoan nan megah setiap sore kulihat pemandangan yang sama ibu – ibu yang bergerombol di bawah jembatan duduk bercanda, bercerita dengan rekannya sesekali melihat anak mereka yang mencari sebuah receh dari tangan yang menjulur keluar dari mobil mewah. Anak anak ini pun kreatif menjajakan kreatifitasnya bernyanyi dengan bermodalkan botol bekas minuman disi dengan beras atau pasir yang menimbulkan suara krecek krecek dengan dendangan lagu yang tidak nyambung dengan irama.

Hari lain ketika pulang bekerja sore itu ku temui seorang ibu yang lusuh menggendong anaknya kurang lebih berumur 2 tahun yang ketika ku melihatnya aku langsung teringat anakku. Anak tersebut rapih walau dengan baju seadanya tapi tampak polesan bedak yang tidak rata tanda ia baru mandi sore. Seperti biasa mereka mencoba menyanyi seadanya.

Dari ini semua kadang aku ingin tahu apakah karena kesulitan ekonomi memakssa mereka berbuat seperti itu? Atau ada hal lain atau mereka pikir cara ini lebih menjanjikan dari pada mencari uang dengan cara lain?

Terkadang yang lebih menyakitkan adalah melihat anak-anak perempuan kecil berkeliaran di jalan. Sesuatu yang mungkin seharusnya tidak mereka lakukan. Bukankah terlalu beresiko untuk mereka terhadap tindak kekerasan dan pelecehan?

Aku pernah ingin meneliti tentang mereka tapi teman – teman meragukan bukan karena kemampuanku tapi lebih pada kekuatan mentalku menghadapi mereka karena dilain pihak banyak berita miring bahwa mereka terorganisir untuk melakukan itu semua termasuk di antaranya isu menyewakan anak untuk mengamen di jalan.

Oh bangsa ku…. ada kalanya aku tidak ingin memberi saat mereka selesai bernyanyi tapi hati nuraniku lebih bicara kasihan padanya. Pernah suatu ketika aku tidak punya recehan yang ada hanyalah sebungkus kacang yang juga ku beli dari pedagang asongan, tidak ada penolakan saat ku berikan akhirnya aku menyadari jiwa anak –anak mereka tidak hilang mereka tetap senang dan tersenyum saat diberikan sesuatu

Entah bagaimana mengakhiri tulisan ini. Yang pasti ingin suatu sore nanti aku tidak ingin melihat mereka berkeliaran lagi di jalan raya. Aku berharap mereka dapat hidup sewajarnya layaknya seorang anak. Ketika sore datang merekamandi kemudian bermain bebas di depan rumah tanpa pernah memperhatikan kapan mereka harus berlari kejalan ketika lampu berwarna merah atau berlari menepi ketika lampu berwarna hijau.

Wallahua lam bishowab Ade Nursanti