Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi seorang suami ketika melihat isterinya tersenyum. Suami yang baik, tentu akan berusaha dengan sekuat tenaga asalkan bisa membuat senang hati isterinya, membuat isterinya tersenyum. Tetapi, bagaimana jika permintaan isteri terlampau sulit untuk dipenuhi. Jawabnya, yang penting berusaha dulu, diawali dengan sebuah niat. Kemudian pelan-pelan berusaha mewujudkan permintaan sang isteri. Seperti kejadian yang dialami oleh seorang Ustadz bergelar Lc dari LIPIA Jakarta di kota saya.
“Abi, aku pingin dibonceng pake motor”. Begitu permintaan isterinya.
Bagi suami yang mahir dan punya kendaraan bermotor sendiri, tentu mewujudkan hal itu mudah saja. Tak jadi soal. Tapi bagaimana jika suami tak punya motor dan belum bisa juga mengendarai sepeda motor. Sungguh, sebuah tantangan yang berat, permintaan itu tak mudah untuk segera terwujudkan. Sang ustadz sadar betul atas kekurangan dirinya, dalam waktu dekat, belum bisa memenuhi permintaan isterinya. Tetapi dalam diam, betekad kuat agar bisa memiliki motor dan membocengkan isterinya. Sungguh, sebuah romantika tersendiri ketika impian itu benar-benar terwujudkan.
Diam-diam dikumpulkanlah uang. Mulai dari jerih payahnya berjualan majalah, mengajar, sampai membantu menyadarkan orang yang kesurupan jin (ruqyah). Harapannya hanya satu, bisa membeli sebuah motor. Selang beberapa waktu, ternyata kerja kerasnya tak sia-sia, pada akhirnya bisa juga membeli sebuah motor bebek tua warna hijau. Motor itu menjadi saksi atas ketulusan dan kecintaannya kepada sang isteri. Seseorang yang telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Namun, masalahnya sekarang, bagaimana cara mengendarainya..?
Duh, sang ustasz masih harus berjuang lagi.
Berlatihlah ia mengendarai sepeda motor. Tentunya dengan tertatih-tatih pula. Hambatan terbesar sang ustadz adalah, belum bisa belok kanan. Kalau mau belok kiri, lancar-lancar saja, tapi giliran mau belok kanan, susahnya minta ampun. Nah, dari cerita seorang teman, sang ustadz bisa belok kanan karena terpaksa, karena dikejar anjing yang memaksanya belok kanan. Terang saja, cerita teman itu membuat saya terpingkal-pingkal mendengarnya, tentunya juga bercampur keharuan yang dalam. Tetapi, jalan itu yang kemudian lambat laun bisa membuatnya lancar naik motor.
Sampai di sini, saya belum mendengar lagi kisah sang ustadz. Pastinya, harapan sang isteri untuk bisa dibonceng motor suaminya kesampaian juga. Sungguh, tak terbayangkan bagaimana kebahagiaan di dalam hati sang ustadz karena pada akhirnya bisa memenuhi permintaan isterinya. Jika dulu hanya bisa mengendarai sepeda mini untuk mengantarkan anak-anaknya yang juga sepeda itu dipakai isterinya. Kini, sang ustadz bisa bermesraan dengan berboncengan bersama isterinya. Romantis sekali yah….
Sebab dari cinta Semula yang agaknya susah menjadi mudah Begitulah cinta menemukan bentuknya…
Bagi para suami, memahami perasaan dan kemauan isteri itu penting sekali. Seperti pada kasus sang ustadz tadi. Sebenarnya, permintaan sang isteri tidak langsung diutarakan kepada suaminya. Permintaan itu muncul ketika sang isteri mengikuti pelatihan “Keluarga Bahagia”, saat mengikuti pelatihan itu, sang trainer menyuruh peserta untuk menuliskan impian-impiannya. Banyak di antara ibu-ibu yang ingin punya rumah sendiri yang besar, tidak ngontrak lagi ingin suaminya punya penghasilan tetap dan lain-lain. Tapi, isteri sang ustadz mintanya itu tadi “dibonceng motor”. Agak aneh, tapi itulah yang terjadi.
Nah, bagi para suami, sebagai penghormatan kepada isteri, sesekali berikanlah kado cinta untuk sang isteri. Apapun bentuknya, agar bunga-bunga cinta kembali mekar melalui senyum manisnya. Jika belum bisa melakukannya, berniat dan berusahalah. Jika belum juga bisa, sekedar SMS pun bisa sungguh bermakna, ucapkanlah “Aku Cinta Kamu” pada isterimu. Terlihat gombal tapi perlu. Jika sudah begitu, serasa dunia milik berdua. Duh, indahnya..
Purwokerto, pertengahan Januari 2007.
Sebuah kado cinta untuk para lajanger: Semoga lekas menggenapkan separuh diennya.