Hubb ad-Dunya berasal dari bahasa Arab, berarti cinta dunia, yakni menganggap harta benda merupakan segalanya. Bahkan dunia merupakan prioritas pertama dalam kehidupan.
Cinta dunia merupakan penyakit hati yang bisa masuk ke dalam kehidupan manusia, bahkan bisa sampai akut. Sudah banyak orang yang sakit jiwa karena urusan dunia, bahkan ada yang rela bunuh diri, mencuri, korupsi, menipu, membegal, dan lain sebagainya. Itu semua karena urusan harta benda duniawi.
Padahal dunia ini hanya wasilah untuk menuju akhirat. Dunia adalah ladang yang harus kita tanam, dan kita petik buahnya di akhirat. Jika menanam kebaikan maka memetik buahnya di surga, dan apabila menanam keburukan, maka memetik buahnya di neraka.
Rasulullah SAW bersabda, “Akan datang suatu masa umat lain akan memperebutkan kamu ibarat orang-orang lapar memperebutkan makanan dalam hidangan”. Sahabat bertanya, “Apakah lantaran pada waktu itu jumlah kami hanya sedikit ya Rasulullah?”. Sahabat bertanya kembali, “Apa yang di maksud kelemahan jiwa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati!”. (HR. Abu Daud).
Ciri-ciri umum orang yang memiliki penyakit hati mencintai dunia;
Pertama, menganggap dunia sebagai tujuan utama, bukan sebagai sarana untuk kebahagiaan di akhirat.
Kedua, menghalalkan cara dalam mengumpulkan harta benda.
Ketiga, kikir atau pelit, salah satu penyakit cinta dunia, yang tidak menginginkan hartanya berkurang sedikitpun.
Keempat, serakah dan rakus serta tamak. Suatu penyakit hati yang merasa tidak puas dengan apa yang sudah menjadi menjadi bagiannya.
Kelima, kufur nikmat, tidak mensyukuri segala sesuatu yang diberikan Allah kepadanya, tidak sedikit justru banyak yang mencemooh atau memandang remeh harta yang dimilikinya.
Tujuan hidup seorang Muslim adalah akhirat, bukan dunia. Akhirat (surga) merupakan puncak cita-cita seorang Muslim. Orang yang beriman dan berakal memandang dunia dan akhirat dengan sudut pandang yang benar.
Cinta seseorang kepada akhirat tidak akan sempurna kecuali dengan bersikap zuhud terhadap dunia. Sementara, zuhud terhadap dunia tidak akan terealisasi melainkan setelah ia memandang kedua hal ini dengan sudut pandang yang benar.
Pertama, memandang dunia sebagai sesuatu yang mudah hilang, lenyap, dan musnah. Dunia adalah sesautu tidak sempurna. Persaingan dan ambisi dalam mendapatkan hal-hal duniawi sangat menyakitkan. Dunia adalah tempat kesedihan, kesusahan dan kesengsaraan. Akhir dari semua masalah duniawi adalah kefanaan yang diikuti dengan penyesalan dan kesedihan. Orang yang mengejar kenikmatan dunia tidak lepas dari tiga keadaan yaitu kecemasan sebelum meraihnya, keresahan pada saat meraihnya, dan kesedihan setelah meraihnya.
Kedua, memandang akhirat sebagai sesuatu yang pasti datang, kekal dan abadi. Karunia dan kebahagiaan yang terdapat di akhirat begitu mulia, dan apa yang ada di akhirat sangat berbeda dengan apa yang ada di dunia.
Ada mutawatir dari ulama mengatakan, “Cinta dunia merupakan induk dari segala kesalahan (dosa) dan merusak agama. Hal ini ditinjau dari beberapa segi:
Pertama: Mencintai dunia berarti mengagungkan dunia, padahal ia sangat hina di mata Allâh Azza wa Jalla . Termasuk dosa yang paling besar adalah mengagungkan sesuatu yang direndahkan oleh Allâh Azza wa Jalla .
Kedua: Allâh Azza wa Jalla mengutuk, memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan kepada-Nya. Karena itu, barangsiapa mencintai apa yang dikutuk, dimurkai, dan dibenci oleh Allâh Azza wa Jalla maka ia akan berhadapan dengan kutukan, murka dan kebencian-Nya.
Ketiga: Mencintai dunia berarti menjadikan dunia sebagai tujuan dan menjadikan amal dan ciptaan Allâh Azza wa Jalla yang seharusnya menjadi sarana menuju kepada Allâh Azza wa Jalla dan negeri akhirat berubah menjadi kepentingan dunia. Sehingga ia membalik persoalan dan memutar kebijaksanaan.
Keempat: Mencintai dunia membuat manusia tidak sempat melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya di akhirat akibat kesibukannya dengan dunia.
Kelima: Cinta dunia menjadikan dunia sebagai cita-cita terbesar manusia.
Keenam: Pecinta dunia adalah orang yang paling banyak disiksa karena dunia, ia disiksa pada tiga keadaan. Ia disiksa di dunia dalam bentuk usaha, kerja keras untuk mendapatkannya, dan perebutan dengan sesama pecinta dunia. Dia disiksa di alam barzakh (kubur) dan disiksa pada hari kiamat.
Oleh karena itu, seorang Muslim harus zuhud terhadap dunia dan qanâ’ah (merasa puas dengan rezeki yang Allâh karuniakan kepadanya).
Setiap Muslim dan Muslimah harus ingat, bahwa kita diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla untuk beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla . Kita wajib meluangkan waktu kita untuk ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla. Kalau kita sibukkan diri kita dengan ibadah, melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka Allâh Azza wa Jalla akan menutupi kefakiran kita.
Janganlah kita disibukkan dengan dunia, dengan angan-angan, cita-cita, main-main, senda gurau, dan menumpuk-numpuk harta yang membuat kita tertipu dengan dunia’
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Bentuk penyia-nyiaan terbesar (yang banyak dilakukan oleh manusia) yaitu ada dua dan keduanya merupakan pokok segala penyia-nyiaan; pertama menyia-nyiakan hati, kedua menyia-nyiakan waktu.“
Dianjurkan bagi kita lebih baik mengejar akhirat karena dunia akan mengikutinya. Wallahu a’lam.*/Nindi Silvia Nugraini, mahasiswi Ma’had Hidayatullah Batu
(Hidayatullah)