Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Langkahku terhenti, ketika sebuah teriakan tercipta dari bibir mungilnya yang lucu. Aku menoleh kearahnya, seorang anak kecil berusia sekitar empat tahunan. Ia berlari untuk kemudian berceloteh,
"Abi, Ummi bilang abi mau ngajak kita belanja ya? Aku mau dibeliin mainan baru bi, O ya, baju koko ku juga udah kecil bi, bentar lagi kan lebaran, beli lagi ya bi? Terus abi juga janji kan mau bawa aku jalan-jalan, kapan bi?", tanyanya.
Seseorang yang tadi dipanggil Abi itu kemudian sambil memainkan rambut anak laki-lakinya dia tersenyum dan berujar,
"Iya, insyaAlloh nanti kita pergi bareng Ummi ya Iqbal, sekarang Iqbal mandi dulu terus siap-siap bentar lagi kita ke masjid."
Ada sorot mata kasih sayang ketika dua pandangan mereka bertemu. Aku tertegun, ada keharuan yang menyeruak dalam dada ini. Mulutku terkatup rapat, mata terpejam, serasa ada tetesan air di penghujung mata ini.
Kucoba tersenyum sambil berucap, "Alhamdulillah… ", gumamku.
Keceriaan, kegembiraan bahkan nilai dari sebuah kesempatan untuk merasakan kebahagiaan saat-saat bersama dengan seorang ayah seperti itu yang memang tidak pernah aku rasakan. Namun ternyata bukan hanya olehku, ia sang Rasul Alloh pun mungkin merasakan hal yang sama saat itu. Bahkan berjuta anak-anak lainpun akan tidak jauh beda merasakannya, ketika kondisi memaksa mereka menjadikannya berada pada posisi tersebut. Menjadi seorang yang hanya bisa berharap, bermimpi bisa mendapatkan belaian kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya.
Mereka tidak pernah meminta untuk terlahir dan hadir didunia ini tanpa merasakan kasih sayang seorang ayah ataupun ibu. Mereka juga tidak pernah berharap berada pada satu posisi kekurangan kasih sayang karena ketidakberadaan salah satu dari kedua orang tuanya.
Namun yang jelas ternyata Alloh tidak hanya menguji mereka dengan kesabaran dan ketawakalannya untuk bisa menerima dan menjalani hari-harinya dengan tetap tegar. Tapi juga ternyata Alloh menguji kita, menguji sejauh mana kita mampu berbagi kasih dengan mereka, menguji sebesar apa kita mampu berbagi sayang dalam kehidupan mereka.
Disaat begitu banyak kebersamaan, kebahagiaan dan keceriaan kita tercipta dengan anak-anak kita, namun ternyata betapa sedikit kita tersadar bahwa di ujung sana, sepasang mata kecil yang tidak pula berbeda mengharapkan kebersamaan dengan orang tua-orang tua mereka, hanya mampu berurai air mata, mereka hanya mampu menunduk dan tersedu.
Tidak berlebihan memang, ketika Rasul begitu memuliakan posisi mereka yang mencintai anak-anak yatim di akhirat kelak, bak dua jari tengah dan telunjuk yang di antaranya tanpa satupun jari pemisah. Subhanalloh…
Untuk itu, disaat kini purnama Ramadhan yang kian hari kian tak sempurna lagi, tiada salahnya bila kita coba menengok kesekeliling kita. Siapa tahu di sana masih ada airmata kesedihan yang mengharapkan belaian kasih sayang kita, hanya untuk membesarkan jiwa-jiwa mereka, dan meyakinkan mereka bahwa kita bisa menjadi pengganti bagi ayah-ibu mereka. Dekap, belai dan bahagiakanlah mereka…
Wallahu’alam bish-shawab.