Keenam, kematian itu terjadwal secara rapih. Artinya kematian itu jadwalnya fixed. Ketika jadwal tiba maka pasti terjadi. Tidak bisa diundur dan juga tidak bisa dimajukan.
Al-Quran menegaskan: “dan ketika ajalnya tiba mereka tidak bisa meminta penundaan dan juga tidak bisa meminta percepatan” (Al-A’raf: 34).
Ketujuh, di saat kemarian terjadi maka sungguh berat dan menyakitkan (painful). Ketika sakarat (sakratul maut) dan ketika nyawa dicabut maka itu adalah momen-momen tersulit dalam kehidupan seorang insan. Pertama, karena itu momen perpisahan dari dua hal yang menyatu begitu lama. Perpisahan antara jasad dan ruh. Kedua, karena di momen itu terbuka benteng pemisah antara “alam fisikal” dan “alam gaib”. Seseorang yang sakarat ketika menengok ke belakang akan sedih (painful) karena melihat mereka yang dicintai akan ditinggalkan. Tapi ketika menengok ke depan nampak alam baru (kubur) yang belum dipersiapkan dengan baik (menyesal).
Tapi yang juga memang berat dan pedih adalah ketika ruh/nyawa seseorang dicabut. Salah satu ayat yang menjelaskan sakarat kematian itu adalah: “dan datanglah masa sakarat itu. Yang kalian dahulunya berusaha hindarkan” (Qaf: 19).
Rasulullah sendiri menggambarkan keperihan ketika ruh seseorang dicabut: “perumpamaan rasa sakit ketika nyawa dicabut bagaikan tiga ratus kali tebasan pedang”.