Saya akan senantiasa mengecup kening, pipi dan ubun-ubun kepalanya di pagi, siang, dan malam hari. Sejak ia baru membuka matanya di waktu fajar hingga menjelang menutup mata. Bahkan saya bangunkan ia dengan beberapa kecupan hangat, agar senyum manisnya lah yang membuka paginya. Andai ia tahu, di setiap pertengahan malam saat ia terlelap dibuai mimpi pun akan selalu ada kecupan lembut menghangatinya. Saya lakukan itu agar sampai kapanpun ia takkan pernah lupa, ada sosok penuh cinta yang setiap tuturnya bermakna sayang, dan setiap dengusan nafasnya berarti kasih.
Saya akan menjadi apapun untuknya. Kadang menjadi harimau yang menerjang-nerjang dengan auman keras yang membuatnya berteriak, sesekali menjadi kodok yang melompat-lompat lucu, atau menjadi burung yang hinggap dari satu ranting ke ranting lainnya. Pagi hari menjadi ayam ber-kukuruyuk membelah fajar dan malamnya menjadi bintang-bintang yang menemani tidurnya hingga malam berlalu. Saya tak akan bosan mendongeng untuknya kapan pun, dimana pun, kalau perlu sampai ia bosan. Walau pun saya tahu, sebanyak apapun cerita yang saya dongengkan, ia takkan pernah bosan. Baginya, sayalah pendongeng terhebat di dunia. Yang mampu membuatnya tertawa tergelak dan terkekeh, kadang membuatnya menjerit ketakutan, atau memaksanya mengeluarkan air mata.
Berangkat bersama fafar yang beranjak pergi, pulang dari kantor ditemani lampu jalan dan dinginnya malam. Pekerjaan apa pun rela saya tempuhi untuk sebuah keyakinan ia mendapatkan makanan yang baik, cukup dan halal, setidaknya untuk hari ini. Untuk sebuah harapan agar ia mendapatkan pendidikan yang layak untuk masa depannya. Inilah bentuk pengorbanan yang tak pernah saya meminta balasan apa pun darinya kelak. Bagi seorang Ayah, mendapati senyum si buah hati tetap menghiasi hari-harinya, itu sudah cukup.
Sahabat. Inilah kata yang selalu saya sebutkan kepadanya tentang siapa saya. Saya bukan sekadar Ayah baginya, melainkan sahabat. Saya akan menjadi sahabat terbaiknya, yang menyediakan hati sehamparan bumi dan telinga seluas lautan. Yang akan mendengarkan semua kesahnya dan menampung sebanyak apapun airmatanya. Yang akan bersedia menangis bersamanya saat ia sedih, dan tertawa bersamanya di hari-hari bahagianya. Yang akan senantiasa hadir untuknya kapan pun, dimanapun ia membutuhkan. Dada ini setegar karang di laut yang siap menjadi tambatan kepalanya, dengan segunung persoalan yang dihadapinya.
Dalam setiap sujud dan tengadah jemari, namanya tak pernah alpa terucap. Sepanjang doa yang terlantun, tak pernah sekalipun namanya terlupa. Kepada Allah senantiasa terpinta agar seribu malaikat membimbing setiap jengkal langkahnya, agar sejuta cahaya tak pernah padam menerangi jalannya, dan tak terbilang tangan menjaganya dari jalan yang menyimpang. Tak jarang, airmata ini menetes tak tertahan memandang wajah polosnya, berharap tak banyak dosa yang mengotori perjalanan hidupnya, meminta tak banyak aral melintangi langkah kecilnya, dan tak tersebar onak yang akan menghambat jalannya. Kebahagiaannya, adalah kata kunci dalam setiap pinta saya kepada Allah.
Saya sadar betul, tak patut berharap ia akan membalas cinta seperti yang saya curahkan kepadanya. Apalah lagi menakar-nakar agar ia tahu betapa tak terhitung kasih yang saya berikan kepadanya. Pun tak mungkin saya menuntutnya untuk mengganti semua peluh yang bercucuran untuknya. Tak sedikit pun saya meminta bayaran untuk setiap airmata yang luruh sepanjang hidupnya semenjak kecil. Bukan karena saya tahu ia takkan pernah sanggup membayarnya, tapi sekadar ia tahu bahwa cinta ini begitu tulus, jujur, bersih namun sederhana. Tak ada yang sanggup menggantinya, berapapun yang ditawarkannya.
Sungguh, saya melakukan ini semua demi satu harapan. Kelak sampai kapan pun ia tak perlu mencari figur lain yang ia banggakan, tak sulit untuk menyebut sosok yang ia dambakan kehadirannya, yang ia tangisi kepergiannya. Karena, sampai kapan pun ia akan berkata kepada dunia, “Ayahku, Idolaku”.
Coretan kecil untuk anak-anak Abi