Kita memang harus mentransformasikan nilai-nilai Islam pada diri kita masing masing, sehingga tatanan Islam dapat tumbuh dari aspek mikro, Integral dari keseluruhan nilai Islam yang tertanam dalam diri individu inilah yang akan membentuk sebuah bangunan Islam yang kokoh, karena ia dibangun dari bata-bata pilihan, disusun dengan runtun yang rapi dan saling melekat dengan semen yang sangat rekat.
Saya pernah membayangkan sholat sebagai sebuah integral garis dalam grafik kurva bola. Meminjam istilah dari ilmu kalkulus, bahwa lingkaran sempurna tersusun dari garis-garis lurus sangat pendek yang menyatu dalam sebuah instruksi yang sama dengan arah tegak lurus pada satu titik, maka jadilah lingkaran. Begitu pula bola. Ia tersusun dari bidang-bidang datar kecil yang pada kondisi mikro akan terlihat lurus datar, akhirnya secara integral kita akan melihatnya dalam bentuk yang bulat, melengkung = bola. Faktanya, kita melihat tanah yang kita pijak ini datar, padahal dalam ruang makro, integral dari keseluruhan tanah, kita melihat bumi yang bulat, seperti bola, bukan persegi atau balok.
Bagaimana sholat yang kita lakukan sehari-harinya adalah pula membuktikan teori grafik kurva bola. Sholat, dalam shaf-shaf yang lurus, adalah hanya merupakan sebuah garis lurus, dari jutaan garis lurus lain yang dibuat umat Islam dalam ibadahnya. Garis ini, tegak pada satu titik, ka’bah, pusat ditujunya arah shalat. Bisa anda bayangkan, sholat di seluruh penjuru bumi ini, dengan shaf-shaf yang rapi-lurus – karena memang demikian rasul mengajarkannya – akan membuat sebuah garis yang melingkar, mengelilingi bumi. integralkan dalam suatu variabel, akan ditemukan lingkaran yang berlapis-lapis, seperti garis kontur dalam sebuah peta buta. Lingkaran ini akan semakin terlihat saat jarak ka’bah dengan orang yang sholat semakin dekat, terbukti, kita sering melihatnya di foto-foto birdview ka’bah saat musim haji, yang bentuknya mirip dengan galaksi bimasakti. Melingkar, melengkung, bukan lurus seperti awalnya.
Lingkaran yang mengelilingi ka’bah ini tentu saja akan membuat sebuah kutub di mana seluruh manusia di penjuru dunia mengarahkan wajahnya saat sholat. Lingkaran-lingkaran manusia yang mengelilingi ka’bah juga tentu saja akan semakin lebar diameternya, dengan jarak yang semakin jauh dengan ka’bah. Namun, pada akhirnya garis ini akan kembali mengecil, karena bentuk bumi yang bulat. Dan pada akhirnya akan menuju satu titik, yaitu antikutub dari ka’bah, titik dimana jika kita tarik garis lurus yang menembus tanah di bawah ka’bah akan menemukan tanah lagi di ujung lain bumi. Percaya atau tidak, di tanah ini, arah sholat bisa menghadap ke mana saja, karena memang semua arah akan menghadap ka’bah. Saya merinding jika membayangkan kebenaran ayat-ayat alQur’an.
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. (al Baqarah : 115)
Itulah mengapa kita temukan rahasia di balik syariat sholat untuk kaum Muhammad adalah boleh di atas tanah sekalipun. Bahkan di atas kapal dan kendaraan tetap diwajibkan sholat. Saat berada dalam kondisi kehilangan arah, maka sholat bisa kea rah mana saja. Karena sholat ini menjaga bumi, memelihara bumi di tiap jengkalnya, menghindarkan kemaksiatan tegak meski di satu titik di kurva bola dunia. Tak diperkenankan tegaknya maksiat saat wilayah itu berdiri tegak para orang yang shalat,
Innassholaata tanhaa anil fahsyaai walmunkar…
Dan yang lebih luar biasa adalah shalat merupakan ibadah yang sustainable, tak pernah berhenti meski sedetikpun. Itu terbukti saat kita melihat shalat dalam sisi makro, integral dari seluruh shalat di dunia. Jika di suatu tempat telah usai shalat maghrib, maka di tempat lain shalat maghrib baru saja dimulai, dan di tempat lain shalat maghrib baru akan dimulai. Saat di suatu tempat memulai shalat, di tempat lain sedang bersiap-siap untuk mulai shalat. Begitu terus berputar.
Saat makna ini kita transformasikan dalam kehidupan keIslaman kita secara utuh, maka usailah segala permasalahan umat. Rasulullah melalui wahyu Allah, mengajarkan nilai-nilai universal dalam tiap ibadah yang menjadi syariat. Saat nilai ini dimaknai dengan lebih dalam, maka perpecahan umat saat ini akan benar benar tuntas. Karena saat ini umat tak berkiblat pada satu tujuan, tak bergerak dalam shaf yang rapid an tidak menumbangkan maksiat meski telah ditegakkan shalat.