Eramuslim.com
By As Syahid Syeikh Said Ramadhan Al Buthi
Seringkali kita membicarakan tentang maksiat maksiat zahir (yang terlihat)
Memang itu adalah maksiat2.
Tapi yang lebih berbahaya dari itu adalah maksiat2 yang ada di dalam relung2 diri kita.
Misal, seseorang telah melakukan maksiat , dan mungkin saja setelah itu dia menyesal lalu bertaubat kepada Allah.
Maka dalam sekejap dosanya akan hilang.
Tapi manusia yang takabur , bagaimana ia bisa bertaubat dari ketakabburannya sementara sifat takabbur itu terpaten dan tertanam dalam dirinya.
Perhatikan apa yang saya katakan ini…
Manusia yang mendengki saudaranya, yaitu dia yang merasa benci kepada selainnya, atau iri , atau rasa buruk hati lainnya…
Bagaimana cara terbebas dan cara bertaubat dari maksiat seperti itu?
Sementara jika manusia melihat pada pemandangan yang diharamkan dalam sekejap ia bisa bertaubat. Karena itu bukan tabiat yang paten.
Matanya telah terarahkan pada pemandangan yang haram kemudian ia menundukannya, lalu bertaubat kepada Allah .
Tapi manusia yang merasakan kedengkian, kebencian, dan fanatisme diri, dan takabbur…bagaimana cara menghilangkannya? Ini sulit !
Dari sinilah munculnya bahaya apa yang disebut oleh Allah SWT sebagai batinnya dosa.
Batinnya dosa ini adalah yang sedang dibicarakan oleh Ibnu ‘Athaillah al Iskandari.