Eramuslim – Ya laitani mittu qabla haza wa kuntu nas-yam mansiyya yang diterjemahkan “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan“. Kalimat tersebut merupakan penggalan dari surah Maryam ayat 23 yang menceritakan bagaimana sakitnya melahirkan.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H menafsirkan ayat 23. Menurutnya, ketika masa kelahiran sudah dekat, rasa sakit menjelang persalinan memaksanya bersandar pada pangkal pohon kurma. Tatkala dia mulai didera rasa sakit (menjelang) melahirkan, perihnya jauh dari makanan dan minuman, pedihnya hatinya karena komentar miring orang banyak, dan mencemaskan kemampuannya untuk bersabar, maka dia berandai-andai.
“Bahwa dia mati sebelum mengalami kejadian ini, hingga menjadi tak berarti lagi dilupakan (oleh manusia), dan tidak disebut-sebut (lagi),” katanya.
Padahal kata dia, berandai-andainya itu tertolak dari kondisi yang merisaukan (nya) tadi, padahal tidak ada nilai kebaikan dan kemaslahatan sama sekali baginya saat menginginkan kematian itu. Kebaikan hanya terwujud dengan menghargai apa yang telah terjadi.
Mendengar Maryam putus asa, Allah mengutus malaikat Jibril untuk memberikan sebuah petunjuk, yang tujuannya meringankan Maryam dari rasa sakit. Arahan Jibril diabadikan dalam surat Maryam ayat 24 yang artinya.
“Maka dia Jibril berseru kepadanya dari tempat yang rendah, janganlah engkau bersedih hati, sungguh tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.“