Sudah Miskin Tertimpa Adzab

Baru saja pagi tadi tetangga saya mengabarkan bahwa kerabatnya ada yang meninggal dini hari tadi. Saya bertanya kepadanya tentang penyebabnya, ia menjawab, “Karena narkoba. ” Astaghfirullah. Ia juga mengabarkan bahwa yang meninggal ini sudah berkeluarga, ia meninggalkan seorang istri dan anak kecil masih berumur dua tahun. Kasihan sekali mereka.

Saya bertanya kepadanya tentang kehidupan sehari-harinya (yang meninggal itu), ternyata ia hidup di bawah garis kemiskinan; ia tidak memilki pekerjaan tetap, seringnya kerja serabutan dan juga sering menganggur.

Yang membuat saya heran adalah kenapa dengan kondisinya seperti itu sempat-sempatnya ia memakai narkoba. Bahkan yang saya dengar dari tetangga saya ini, ternyata ia sudah lama memakai narkoba, akan tetapi baru merasakan efek negatifnya sekarang, yaitu kematian! Saya berpikir, alangkah sayangnya ia, sudah susah hidupnya selama ini, eh meninggalnya dalam keadaan seperti itu. Saya berlindung kepada Allah agar tidak menjadikan saya sepertinya.

Kemiskinan adalah cobaan atau adzab dari Allah, kalau ia menimpa orang yang taat dan saleh berarti itu adalah cobaan dan merupakan tanda kasih sayang Allah terhadap hambanya. Nabi kita bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya cobaan, dan sungguh Allah apabila mencintai suatu kaum, pasti akan memberi mereka cobaan. ” (HR.Tirmidzi) Akan tetapi kalau kemiskinan ini menimpa orang yang selalu berbuat dosa dan bermaksiat terhadap Allah, berarti itu adalah azab dari Allah dan kemurkaan dari-Nya.

Meskipun begitu, betapapun besarnya kemurkaan Allah, rahmat-Nya mengalahkan kemurkaan-Nya. Karena itu, walaupun itu adalah azab, tapi sebenarnya di dalamnya ada kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Yaitu Allah hendak mengingatkan hamba-Nya agar bertaubat kepada-Nya dan meninggalkan dosa yang selama ini membelenggunya.
“Dan sesungguhnya Kami menimpakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (As-Sajdah:21)

Karena itu, terlepas dari apakah kemiskinan itu cobaan atau azab, seorang Mumin dituntut ridha dengan ketentuan Allah tersebut, hendaklah ia bersabar dan tegar dalam menghadapinya. Selain itu, ia juga hendaknya tetap dalam ketaatan kepada-Nya betapapun beratnya apa yang ia hadapi. Rasullullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda sebagaimana hadits di atas, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya cobaan, dan sungguh Allah apabila mencintai suatu kaum pasti akan memberi mereka cobaan, siapa yang ridha terhadap cobaan itu, maka baginya keridhaan Allah, akan tetapi siapa yang murka dengan cobaan itu, maka baginya kemurkaan-Nya. ” (HR.Tirmidzi)

Itu yang seharusnya dilakukan seorang Muslim. Akan tetapi bagaimana kalau yang terjadi justru ia dongkol dan tidak bersabar dengan cobaan atau azab yang Allah berikan? Bahkan bukan cuma itu, ia juga justru makin bertambah dosanya dan makin semangat dalam bermaksiat kepada Allah? Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin itu ungkapan yang cocok untuk orang yang keadaannya seperti itu.

Ada lagi yang semisal dengan itu, walaupun berbeda kasus. Teman saya pernah bercerita (dan dia telah wafat, semoga Allah merahmatinya) bahwa dulu ia memilki teman-teman dari kalangan preman dan pencopet di sebuah stasiun kereta api dan itu tatkala ia masih bergelimang dengan kemaksiatan dan belum dekat dengan agama. Ia bercerita bahwa teman-temannya dari kalangan pencopet itu, karena ingin usaha mereka untuk mendapat uang lancar, mereka memasang susuk di ujung jari-jari mereka! Katanya, menurut mereka, itu agar tangan mereka bisa cekatan dan lihai dalam mengambil barang korban!

Astaghfirullah… Mereka menggabungkan antara mencuri dengan kesyirikan! Kita tentu tahu bagaimana besarnya dosa mengambil barang orang lain tanpa alasan yang benar, maka bagaimana pula kalau itu digabungkan dengan perbuatan yang merupakan dosa paling besar diantara dosa-dosa besar, yaitu syirik?! Sudah jatuh, tertimpa tangga kemudian tersiram cat. Mungkin itu ungkapan yang cocok untuk orang seperti itu.

Dua kasus tadi memberi kita pelajaran penting agar kita membekali diri-diri kita dan keluarga kita dengan mempelajari agama-Nya dan mengisi hari-hari kita dengannya agar kita terlindungi dari perbuatan maksiat baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan agar jangan sampai karena kebodohan kita terhadap agama ini, kita terjatuh kepada perbuatan dosa besar, yang ternyata bisa menghancurkan dunia dan akhirat kita tanpa kita sadari. Sudah jatuh, tertimpa tangga kemudian tersiram cat lalu terkena runtuhan atap, kasihan..

Jakarta, 27 Sya`baan 1431/ 8 Agustus 2010

anungumar.wordpress.com