Sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar kalimat ajakan itu ya ?! Kita mendengar itu biasanya ketika menghadiri sebuah acara dimana konteks acaranya untuk “Umum”, dan di sebuah upacara bendera juga begitu dulu ketika kita masih sekolah. Lalu di salah satu sesi acara, yaitu sesi acara berdo’a, kalimat tersebut di atas sering diucapkan mengajak untuk berdo’a.
Lalu ada apa dengan kalimat itu ? secara sepintas.. sepertinya tidak ada yang salah dari kalimat itu, padahal kalau kita cermati (kita sebagai Muslim), bila kita misal mengucapkan kalimat tersebut, rasanya tidak pas.
Mungkin ada yang bertanya-tanya… lho memang kenapa ?!
Jadi begini. Bila kita sebagai Muslim mengucapkan kalimat ajakan di atas, tidak pas-nya adalah berarti secara tidak langsung kita menganggap tuhan-tuhan mereka (non muslim yang hadir) itu “Ada/Exist” karena dalam redaksinya : “menurut kepercayaan agama kita masing-masing”. Kalimat itu terkesan mengakui bahwa agama-agama mereka exist dan begitu pun tuhannya exist juga.
Sedangkan di dalam Al-Qur’an diterangkan agama yang exist hanyalah Islam. Alloh SWT berfirman dalam QS.Al Imran [3]:19. “Innaddina ‘Indallohil Islam” (Sesungguhnya agama diridhai Alloh hanyalah Islam).
Untuk lebih memperjelas mengenai hal itu, mari kita perhatikan anologi berikut ini: Seorang guru memerintahkan anak-anak muridnya sekelas untuk meminta duit kepada orang tuanya untuk keperluan sebuah acara atau untuk keperluan lain.
Coba kita berfikir sebentar. Kenapa guru memerintahkan semua anak-anak muridnya untuk meminta duit pada orang tuanya masing-masing, itu karena pak guru/ibu guru berfikir bahwa anak-anak mempunyai orang tua, dengan kata lain orang tua mereka ada ! oleh karena itu dia memerintahkan mereka untuk meminta pada orang tuanya masing-masing.
Jadi analogi ini hampir sama dengan topik pembahasaan di atas walau bisa saja orang beralasan, akh…tapi itu kan hanya ucapan saja sedangkan di dalam hati tidak mengakui ! tapi ada baiknya selagi masih bisa dihindarkan, alihkan dengan ucapan lain, contoh “mari kita berdo’a” atau kalau kita yang memimpin do’a secara langsung, katakan “maaf ya untuk yang no muslim” lalu langsung membaca do’a tanpa ada embel-embel kata-kata lain.
Maaf…ini tidak perlu diperdebatkan tapi perlu difikirkan (kita sebagai Muslim) untuk kehati-hatian kita dalam berucap ! Itu sama halnya seperti hukum mengucap hari raya pada agama lain, ini perlu kehati-hatian juga (lebih baik tidak) !!!.
Semua itu perlu kehati-hatian karena kita harus menjaga TAUHID kita “Qul huwallohu Ahad” (katakan Dia Alloh itu satu) dan bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Alloh ““Laa Ilaaha Illalloh”.
Wallohu a’lam bishowab.
Ibnu Adam