Anakku Ingin Sholat di Mesjid

Adzan Isya berkumandang dari mesjid.
“Ibu, aku mau sholat di mesjid,” kata putra sulungku sambil menghentikan permainannya di komputer.

Saya diam sejenak.
“Hujan, Nak. Lagipula ini sudah malam. Lain waktu ya, pergi bersama ayah.”
Suara gerimis air hujan terdengar di luar.

“Tapi aku mau sholat sekarang,” anak lelaki berusia lima tahun itu berkata lirih.

“Hujan, kasihan adik kalau mesti pergi. Di luar juga gelap.” Jawaban yang sama, penolakan.

Anakku ingin sekali sholat di mesjid. Mesjid di lingkungan tempat tinggal kami tidak jauh dari rumah. Jaraknya sekitar tiga ratus meter. Berjalan kaki pun tidak melelahkan untuk anak yang baru lewat masa balita itu. Masalahnya, kami belum lama pindah ke tempat ini. Belum banyak warga yang kami kenal. Dan anak lelakiku juga menolak untuk pergi sendiri.

Ayahnya sibuk. Pergi pagi dan seringkali baru tiba di rumah lewat waktu Isya. Seperti malam itu.

Pernah sekali waktu, kami pergi bersama ke mesjid untuk menunaikan sholat dhuhur berjamaah. Senang sekali hatinya, terlihat dari semangatnya melangkahkan kaki ke rumah Allah. Tanpa ragu ia masuk ke dalam mesjid, percaya diri melangkah ke bagian jamaah pria di depan.

Ibunya buru-buru mengambil tempat di belakang tabir. Sekilas terlihat, jemaah hanya terisi satu shaf dengan lima orang di belakang imam. Sedikit, karena saat itu adalah hari kerja. Tak ada jemaah perempuan selain aku.

Usai sholat, putra kecilku duduk sebentar, kemudian pergi dengan berseri-seri. Saat berjalan kaki untuk kembali ke rumah, kami berpapasan dengan salah seorang jemaah yang tersenyum memandang anak sulungku. Dan saya tak enak hati.

Besoknya ia mengajak kembali ke mesjid. Saya menolak.
“Nak, perempuan seperti Ibu sebaiknya sholat di rumah. Nanti pergi ke mesjid dengan ayah ya?”

Ia tak menyerah.
“Ibu bisa sholat di belakang. Kan ada tempat untuk perempuan di bagian belakang mesjid.”

Iya, Nak. Ibu tahu itu. Tapi syariat Islam menganjurkan perempuan untuk sholat di rumahnya. Engkau pun belum mempunyai kewajiban untuk sholat. Pergi ke mesjid sekarang ini hanya sebagai latihan. Maafkan Ibu kalau tidak bisa mendampingi. Mudah-mudahan Ayah bisa mengajakmu nanti. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayah-Nya agar hatimu selalu terpaut dengan mesjid. Aku berdoa dalam hati.

Beberapa hari kemudian, di suatu pagi.
“Ibu, tadi aku pergi sholat shubuh bersama ayah ke mesjid, ya kan Yah?” serunya dengan gembira.

“Iya, kalau bangun pagi seperti tadi, kita bisa pergi ke mesjid,” kata Ayahnya.

Senangnya, Alhamdulillah. Terima kasih Allah.