Saya benar-benar telah dibuatnya cemburu…
Akhir-akhir ini setiap saya pulang, hampir-hampir perhatiannya yang dulu saya dapatkan darinya telah jauh berkurang. Dulu, setiap ke mana pun saya pergi hampir dipastikan dia akan ikut. Sholat ke masjid, mengantar kakaknya sekolah, membuang sampah ke tempat pembuangan sampah di dekat pasar, atau sekedar beli koran ke depan jalan sana dia pasti akan merajuk ikut.
Gadis kecil saya punya teman akrab baru. Dan itu membuat saya benar-benar cemburu… Dia kini punya keasyikan baru. Hampir tidak ada waktu yang memisahkan dia dengan teman barunya itu. Setiap saya telepon, hampir-hampir selalu dia berteriak marah, “Abiiii, jangan ganggu aku tho.” Ketika saya tanyakan ke kakaknya, “Mas, adik sedang ngapain sih”. “Lagi baca buku, bi.” Begitu selalu jawabannya.
Ya, gadis kecil saya sedang keranjingan membaca. Dan teman barunya itu, buku, telah sedikit membuat jarak antara dia dengan saya. Memang rumah saya agak kurang rapi pengaturan bukunya. Hampir di mana-mana ada buku. Di meja kamar saya bertumpuk berbagai macam buku. Di meja kamar anak-anak, di samping rak buku pelajaran mereka, bertumpuk buku bacaan mereka dari buku seri Cakrawala Pengetahuan Dasar (yang dulu kami beli dengan cara diangsur) sampai majalah Bobo.
Di meja butut bawah televisi ada tumpukan ratusan majalah anak. Di meja bambu ruang tamu pun bertumpuk buku dan koran bekas. Bukan. Bukan kami tidak punya rak buku khusus, di samping ruang keluarga kami telah berdiri sebuah rak yang sudah tua, sepuluh tahun rak itu telah menemani kami sejak dari Kota Palembang dulu. Tapi kini dia sudah tidak mampu lagi menampung buku-buku itu. Sehingga bertebaranlah buku-buku kami di segala penjuru rumah.
“Bi, lihatin anak gadismu itu.” Seru isteri saya waktu itu. Dia terus menatap buku di hadapannya. Kami yang di sampingnya mungkin dianggapnya sebagai pelengkap saja. Kami benar-benar telah dibuatnya penasaran. Dia hanya mencolek saya kala minta diantar ke kamar mandi, atau saat minta dimandikan, atau saat minta disuapi.
Ya, ini salah satu kelemahan dia yang belum bisa kami kuatkan, dia belum sepenuhnya mandiri. Masih manja dan kolokan. Pernah saya menggodanya saat kemaren kami bersilaturahim ke rumah orang tua saya di Klaten. Sepanjang jalan dihabiskannya dengan membaca. Di rumah mbahnya, dia temukan tumpukan buku-buku pelajaran maupun bacaan yang juga berserakan di mana-mana (kali ini memang di rumah orang tua saya tidak ada rak buku khusus), bekas buku bacaan saya dan adik-adik saya dulu. Seperti menemukan harta karun, dicarinya buku yang diminatinya, kemudian habis waktunya untuk memelototi buku tersebut.
Beberapa saat kemudian, seperti biasa dia minta diantar ke belakang, karena kamar mandi memang terpisah dari rumah beberapa meter. Isteri saya bilang, “Tuh, minta diantar ama abi.” Gadis kecil saya hanya melirik saya. Saya pura-pura tidak melihat dan mendengarnya. “Bi, Zahra minta diantar ke belakang tuh.” Kata isteri saya kemudian. “Dia gak mau lagi dengan aku kok, mi.” Jawabku sambil pura-pura cuek. Tiba-tiba gadis kecil saya sudah hinggap di punggung saya sambil memukuli saya. “Ayo tho bi” sambil digamitnya tangan saya.
Ya, melihat anak begitu keranjingan membaca memang hal yang menyenangkan, karena yang saya tahu, jendela ilmu pengetahuan adalah dengan membaca. Walau memang kadang kedekatan kita dengannya, mungkin agak berkurang intensitasnya. Harus pandai mencuri perhatian dan waktunya. “Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurota a’yun waj’alna lil muttaqina imaman”