Anak adalah Buah Cinta, hadirnya anak merupakan sebuah kegembiraan tersediri bagi setiap pasangan suami isteri yang mendambakannya. Kegembiraan muncul dari sejak pertama kali mendengar bahwa sang isteri positif hamil hingga ketika saatnya sang jabang bayi lahir, kegembiraan pun kian memuncak. Kegembiraan itu muncul secara alami dan spontan, karena dirasa sudah lengkap hadirnya anak melengkapi hidupnya. Di balik kegembiraan, disisi lain ada tanggung jawab besar membentang! Yaitu mengemban sebuah Amanah yang kelak nanti di Akherat akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah azawajala.
Syukur tiada terkira Anugrah nikmat yang terindah dari Alloh, mengaruniai Anak. Betapa tidak, masih banyak pasangan yang sudah bertahun-tahun mendambakan keturunan, tapi belum kunjung jua hadir… Dan usaha pun sudah mereka lakukan ke sana kemari untuk bisa mendapatkannya. Jadi begitu lah memang perjuangan sekali dan dibutuhkan kesabaran yang lebih dalam menanti kehadiran anak. Dan bagi yang sudah mendapatkan keturunan, sepantasnyalah mereka banyak bersyukur dan benar-benar bertanggung jawab dalam mengemban Amanah mendidiknya dengan baik.
Proses pendidikan anak berawal dari rumah dan kembali ke rumah, orang tua adalah orang pertama sebagai pembimbing anak. Seorang bapak harus bisa menjadi motivator dan seorang ibu harus bisa menjadi guru, bukan malah menjadi pembantu bagi anak-anaknya, pembantu dalam arti kegiatan mengurus anak seputar memandikan, memakaikan baju, memberi makan dan mengantar sekolah. Guru-guru di sekolah juga salah satu pembimbing anak, tapi mereka bukan yang utama, karena ada keterbatasan! Mengingat murid yang jumlahnya lebih dari satu dan bahkan lebih dari 10 anak, jadi sangat tidak mungkin guru bisa fokus mengawasi satu anak saja. Oleh karena itu rumah adalah tempat kembali, dan di dalam rumah, orang tua lah sebagai pendidik utama yang seharusnya senantiasa memberikan arahan-arahan dengan baik dan sabar.
Pintar, Cerdas… Dambaan setiap orang tua memiliki anak yang unggul di antara kawan-kawannya dalam hal kemampuan berfikir. Susu formula dengan kandungan DHA, AA dll… Menjadi prioritas penting sebagai suplemen untuk menunjang kecerdasannya dan tambahan kegiatan juga diberikan pada anak dengan mengikuti kursus atau les/privat agar membantu peningkatan prestasi di sekolahnya. Begitu lah orang tua, harapan demi harapan disandarkan pada anaknya dan terkadang ada juga beberapa dari orang tua yang egois, anak harus selalu menjalankan perintahnya tapi dilain sisi mereka kurang bijaksana dalam menyikapi keterbatasan kapasitas seorang anak dan mengurangi hak-hak anak menjauhkan dari dunianya (baca: dunia anak).
Pemberian gizi serta pengajaran yang bagus, seiring itu dengan itu kecerdasan anak pun jadi meningkat dan dampak dari itu tingkah pola anak menjadi melonjak pula perkembangannya. Berhubung kecerdasannya meningkat, sesekali nasehat dan perintah dari orang tuanya mudah ditepis dengan argumentnya. Bila sang orang tua tidak menyadari tingkah pola anaknya itu bagian dari salah satu perkembangan kemampuannya, sepintas terlihat anak seperti agak bandel walau sebenarnya itu bukan bandel, tapi memang begitulah anak-anak (sikapnya spontan) mengikuti perkembangan otaknya.
Dan dalam kondisi seperti demikian itu kadang orang tua suka terpancing dan terlontar dari mulutnya memovonis anaknya bandel, padahal kewalahan dan kemarahan dari orang tua atas sikap anaknya, bisa jadi itu lantaran kekurangmampuan orang tua karena kurangnya ilmu lanjutan/tambahan dalam mendidik anak. Jadi sudah selayaknyalah orang tua senantiasa intropeksi dari atas kekurangannya itu dan selanjutnya mengupgrade/menambah ilmu disesuaikan dengan perkembangan tingkah pola anaknya, agar sang orang tua mampu mengikuti perkembangan anak serta mengarahkannya dengan baik dan menjadi bisa meminimalisir sikap emosi diri.
Menilik hadits nabi mengenai 3 amalan yang tidak akan terputus setelah manusia wafat, yaitu salah satunya do’a anak yang sholeh/sholeha. Dari hadits tersebut kita bisa berfikir bahwa anak adalah penolong orang tuanya, do’a-do’anya mengalir memohon pada Allah azawajala agar mengampuni dosa-dosa dari orang tuanya. Bila saja iya do’anya itu terkabul, betapa beruntung orang tuanya. Satu lagi amalan yang tidak terputus, yaitu Amal Jariah. Mungkin orang masih jarang terfikir bahwa anak juga merupakan amal jariah dari orang tuanya, segala perbuatan baik yang dilakukan oleh sang anak, akan menambah perbendaharan amal orang tuanya dan sedikitpun itu tidak akan mengurangi amal dari si anak.
Timbul pertanyaan, kenapa koq anak dikatakan sebagai amal jariah dari orang tuanya?! Begini… Mari kita ingat-ingat kembali pada masa lalu, bukan kah kita bisa membaca, menulis, berjalan dan tumbuh besar seperti ini hasil jerih payah orang tua! Bayangkan bila pada waktu kita bayi, mereka tidak mengurusi. Mungkin bisa jadi kita tidak bisa tumbuh sampai sebesar seperti sekarang ini, umur kita hanya dalam hitungan hari saja. Jadi yang dimaksud di atas anak sebagai amal jariah dari orang tuanya, itu sama halnya seperti amal yang kita sumbangkan untuk pembangunan jalan, selama jalan itu masih terus dipergunakan, amal pun akan mengalir pada kita sebagai salah satu penyumbangnya.
Begitu pula seorang anak yang melakukan kebaikan dengan menggunakan semua anggota tubuhnya sebagai sarana melakukan sesuatu, selama anak itu masih hidup, segala kebaikan yang dilakukannya akan mengalirkan amal untuk orang tuannya. Tapi sebaliknya, bila kita sebagai orang tua tidak pandai mendidik dan mengarah anak pada jalan kebaikan hingga anak jauh dari predikat anak yang sholeh/sholeha, merugilah kita! Mempunyai anak tapi seolah seperti tidak mempunyai anak, tidak banyak amal yang dapat dialirkan pada orang tuanya, na’udzubillah min dzalik. Wallahu ‘alam bish showab.
Abudaffa [at] eramuslim dot kom