"Barangsiapa siapa mengunjungiku sepeninggalku, maka seolah olah mengunjungiku pada masa hidupku." (Hadist Riwayat Ath-Thabrani dan Ad-Daruquthni)
Saat memutuskan untuk menjalankan umroh bersama istri dan ketiga anak saya dengan mengendarai mobil, saya lebih ingin menapak tilasi perjalanan Rosululah dalam berhijrah dari Mekkah ke Madinah.
Pertama kali bisa berdekatan dengan makam Rosulullah SAW di Masjid Nabawi, saya sudah menyiapkan salam khusus untuk Rosulullah SAW sebagaimana yang saya dapatkan dari buku Terapi Hati-nya Hernowo yang bersumber dari buku Fiqh Praktis 1 maha karya Syaikh Husain Bin `Audah Al-Awayisyah.
Salam khusus ini saya catat di secarik kertas dan saya lantunkan secara berulangkali setiap mendekati maka Rosulullah SAW yang bersebelahan dengan makam Abu bakar dan Umar bin Khattab tidak jauh dari Raudah.
Salam untukmu, wahai Rosul Allah.
Salam untukmu, wahai Nabi Allah.
Salam untukmu wahai pilihan Allah.
Salam untukmu wahai yang paling utama diantara makhluk Allah.
Salam untukmu wahai kecintaan Allah.
Salam untukmu wahai penghulu utusan Allah.
Salam untukmu wahai utusan Tuhan semesta alam.
Salam untukmu wahai para pemimpin pejuang kebenaran.
Salam untukmu dan anggota keluargamu yang Allah telah menghapus dosa mereka dan menyucikan mereka dengan sesuci-sucinya.
Salam untukmu dan para sahabatmu yang baik-baik, serta istri-istrimu: wanita-wanita suci dan ibu-ibu bagi kaum mukiminin.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa egkau adalah hamba dan utusan-Nya; dan orang-orang kepercayaan dan pilihan-Nya diantara makhluk-Nya. Dan aku bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, dan senantiasa tulus ikhlas kepada ummat. Dan bahwa engkau telah berjihad dijalan Allah dengan sebaik-baik jihad.
Maka untuk semua itu, semoga Allah bersholawat dan melimpahkan rahmat, kedamaian, kemuliaan, keagungan atas dirimu dan seluruh anggota keluargamu yang baik-baik untuk selamanya.
Selama tiga hari berada di Madinah, di Masjid Nabawi, rasanya tak ingin sekali pun setiap selesai sholat untuk tidak bertamasya ke taman-taman surga, melewati Raudah dan mendekati makam Rosulullah SAW. Lokasi penginapan yang persis di depan Raudah semakin memudahkan saya untuk melakukannya.
Bertafakur di Raudah sambil membayangkan sedang mengikuti halaqoh-halaqoh yang dipimpin oleh Rosulullah SAW. Berdzikir, bertahmid dan bertasibih di bawah mimbar Rosulullah SAW seolah sedang mendengarkan khutbah yang disampaikan Rosulullah SAW. Duduk berlama-lama membaca Al-qur`an di Raudah bersama para shahabat dekat Rosulullah SAW sungguh menjadi nikmat tersendiri selama perjalanan umroh ini. Rasa letih setelah driving ribuan kilo meter dari Abu Dhabi-Riyadh-Mekkah-Madinah terbayar sudah. Saya berharap membawa kemuliaan dan keagungan Rosululloh SAW dan para shahabat untuk bisa saya terapkan kepada pribadi dan saya tularkan kepada keluarga dan sahabat-sahabat saya.
Sesungguhnya saya sangat malu berdekatan dengan Rosulullah SAW dan para shahabat RA terbaiknya meskipun hanya kuburnya. Mengingat betapa kotornya jiwa ini oleh debu-debu dosa yang melekat, masih bersemayamnya penyakit hati, miskinnya amalan-amalan sunnah serta nihilnya usaha untuk meninggikan Dien Islam yang telah diperjuangkan Rosulullah SAW dan para shahabat RA dengan tetesan darah syahid mereka.
Membuncah nafas di dada melihat berjubel orang meratap pilu, menangis, tak terhitung air mata terburai, tumpah di atas karpet-karpet tebal Raudah dan area makam Rosulullah SAW. Semoga air mata itu-air mata kami tidak tumpah hanya karena kebahagiaan bisa berdekatan dengan makam Rosul SAW, ataupun mengagumi Rosulullah SAW sebagai manusia yang diutus Allah menjadi Nabi terakhir, melainkan lebih kepada kesadaran diri untuk memposisikan Rosulullah SAW sebagai pemimpin umat dan suri tauladan yang harus diikuti segala perbuatannya dalam menjalankan Islam secara menyeluruh dan utuh. Semoga air mata-air mata itu juga sedang menangisi umat Islam yang setelah sepeninggal Rosulullah SAW seperti buih di lautan. Meski banyak jumlahnya tapi seperti tiada keberadaannya.
Hanya harapan dan doa yang disampaikan semoga setelah umroh ini, kita lebih bisa bermanfaat tidak hanya untuk keluarga dan orang-orang sekitar, tapi lebih khususnya untuk Dien yang kita yakini kebenarannya, Islam. Semoga kita tetap bisa bersama dengan orang-orang yang meninggikan Dien Allah di atas Dien-dien yang lainnya dimuka bumi ini.
Berada di Madinah sungguh lebih nyaman dibandingkan dengan ketika masih tinggal di Mekkah. Kota madinah lebih bersahabat, masyarakatnya sekitar lebih soft dan orang-orang yang berada disana pun lebih lembut dan sopan dalam bertutur kata. Memang sudah seharusnya kita merasakan suasana seperti ini di Madinah, maka sungguh beruntunglah orang-orang yang tinggal di Madinah.
Tidak seperti saat berada di Mekkah yang serba keras dan kasar. Hanya ketika berada di Masjidil Haram-lah kita merasakan kedamaian Mekkah. Keluar dari area masjid, kita harus pasang kuda-kuda. Segala sesuatu bisa terjadi diluar jangkauan pemikiran kita. Seperti satu kejadian saat dalam perjalanan dari Riyadh ke Mekkah. Karena sudah sampai waktu maghrib, saya dan seorang teman memutuskan untuk memarkirkan mobil di masjid terdekat.
Sebenarnya hati sudah kurang nyaman karena masjid ini tidak ada tempat khusus untuk wanita, tapi istri-istri kami tetap memutuskan untuk mengikuti sholat berjamaah meski harus di halaman masjid. Selesai sholat saya mendapatkan laporan kalau istri saya terpaksa membatalkan sholatnya karena ada pemuda lokal yang mendekat dan menggoda istri saya serta menuliskan nomor HP nya di selembar kertas.
Hufh.. Selepas itu saya harus merubah mind set saya yang terbiasa merasa nyaman saat berada di Abu Dhabi-tempat tingal saya dan keluarga, di mana keamanan warga khususnya wanita benar-benar diprioritaskan oleh polisi pemerintah setempat.
Pada hari pertama sampai di kota Mekkah, saya sempat dibuat kaget oleh tingkah polah masyarakatnya, khususnya warga lokal. Keras, kasar dan tidak bersahabat amat terlihat dari wajah-wajah mereka. Mungkin ini hanya penilaian saya yang amat subjektif karena hanya empat hari saja berada di sana.
Aturan berlalu lintas yang tidak diperhatikan, anak-anak kecil yang kebut-kebutan dengan GMC raksasanya dan kebanyakan mobil-mobil warga Mekkah body-nya penyok, bekas senggolan dengan mobil lain, membuat saya harus extra hati-hati berkendara, tentu kalau tidak ingin kena seruduk mobil lain.
Demi melihat wilayah Mekkah yang berbatu, masyarakat yang keras watak dan tingkah polahnya dan daerah yang tandus dan panas ini, satu hal yang menjadikan saya semakin takjub kepada Nabi kita SAW. Ya Rosulullah SAW, bagaimana daerah yang keras dan panas ini dapat membangun sifat-sifat luhur dan mulia sebagaimana yang engkau tampakkan? Subhanallah wallahu akbar.
Tribute untuk keluarga pak Samsudin yang telah menemani perjalanan umrah keluaga saya.
Ruwais, Abu Dhabi-menjelang fajar 07 April 2011