Ada seorang ibu yang baru saja melahirkan anak pertamanya. Anaknya seorang laki-laki dan sehat wal-afiat. Alhamdulillah. Kehadiran buah hati yang pertama tentu saja membuatnya bahagia. Akhirnya dia merasakan menjadi perempuan yang sempurna.
Kehadiran anak yang sangat dinantikan membuat semarak rumah mereka, Kehangatan rumah juga disebabkan dengan kehadiran sang nenek dari kampung untuk menyaksikan proses kelahiran sang cucu. Sang Nenek ini juga merasakan kehangatan rasa, karena ini adalah cucu pertamanya. Jadi, dua perempuan yang berbeda usia sama-sama mendapat predikat yang baru.
Sang nenek ini, sangat sayang pada anaknya. Dia memang membesarkan anaknya dengan penuh “kemudahan:. Tidak memberikan sentuhan, agar anak berani berjuang untuk hal-hal baru. Hingga sang ibu muda ini, selalu nyaman disetiap masalah yang harus dihadapinya, baik di saat masih single dan saat dia berstatus ibu rumah-tangga. Enak khan?
Kebiasaan untuk tidak berhadapan dengan masalah, membuatnya selalu takut untuk mencoba apapun, walaupun itu untuk kebaikannya sendiri. Usianya udah 23 tahun, dimana usia yang seharusnya cukup matang untuk menjadi seorang ibu. Tapi, status barunya tidak membuatnya menjadi lebih baik lagi. Kebiasaannya untuk bergantung pada orang terdekatnya, membuatnya tak mau mandiri. Dia menyerahkan penuh untuk urusan mandi, bangun malam dan mencuci BAB sang bayinya kepada ibunya.
Hal-hal yang seharusnya dilakukan sendiri, ternyata diserahkan pada ibunya. Sang ibu yang notabene adalah nenek dari bayi itu, kelihatannya juga dengan entengnya mengerjakan semua pekerjaan tersebut. Pada suatu kesempatan aku bertanya padanya
:”Kenapa tante yang harus memandikan sang bayi?”
. “Bagaimana lagi. Dia pernah memandikan anaknya, tapi malah menenggelamkan bayinya di baskom bayi!”
Jawaban yang sangat simple, yang akhirnya membuatnya mengambil alih semua hal yang dianggap berat oleh sang ibu muda. Pertolongan sang nenek, rupanya dapat dinikmati olehnya dan akhirnya tak mau mencoba untuk menangani sendiri bayi yang sangat di-CINTA-nya.
Apalah arti CINTA pada anak, bila tak bisa menghilangkan rasa jijik pada BAB anaknya sendiri? Apalah artinya senang dengan kehadiran buah hati, bila di malam-malam yang dingin, dia dapat meringkuk dengan pulas? Hingga sang nenek mengambil alih tugas memberikan susu formula di setiap malam harinya. Kemana rasa sayangnya? Bila itu hanya berupa ucapan di bibir saja?
Cinta pada anak, memang bisa di ucapkan. Tapi,. yang tak kalah pentingnya adalah bukti dari ucapan itu. Rasa sayang pada seseorang harus dapat dibuktikan pada tindakan. Bukan hanya sebuah “ucapan”. Ucapan dan perbuatan harusnya satu kesatuan. Harusnya, CINTA-nya pada anak dapat menghilangkan rasa jijik pada kotoran bayinya. Cinta pada bayinya, seharusnya dapat membuat dia berusaha untuk dapat mandiri dengan cara berusaha menangani sendiri bayinya. Bukan menyerahkan penuh pengasuhan bayi pada sang nenek. Sang nenek mendukung pula. Apakah mereka tidak mengetahui mengasuh anak selain akan mendapatkan ganjaran kebaikan dari sang Pencipta, juga akan mendapatkan rasa kedekatan yang dalam antara ibu dan anaknya dan sebaliknya?
Bagaimana, bila seandainya orang-orang terdekatnya tak bisa membantunya. Atau karena orang terdekatnya berpulang ke hadirat Ilahi? Apakah dia akan cukup mampu menjadi orang yang mandiri, sementara dia dibesarkan dengan KETERGANTUNGAN PADA ORANG LAIN! Apakah dia tidak memikirkan efek dari kenyamanan yang selalu di dapatkannya. Sementara hidup ini sesungguhnya adalah sebuah tantangan. Orang yang merasa tak punya tantangan akan tergilas oleh jaman, karena terlalu dilenakan oleh keadaan. Kasihan sekali!
Aku gregetan pada sikap ibu muda ini, terlebih pada sang nenek yang juga turut berperan aktif dalam pembentukan karakter sang ibu muda yang tidak mandiri. Aku gregetan karena dua generasi yang berbeda ternyata tidak punya wawasan yang cukup tentang arti hidup itu sendiri. Sang nenek mempermudah keadaan, dan ibu muda menikmati. Jadilah saling melengkapi.
Tapi kenapa aku harus gregetan? Sementara mereka menikmati dengan nyaman! Apa aku terlalu mau tahu urusan orang di sekitarku? Aku menyadari, seharusnya tidak boleh gregetan dengan keadaan mereka! Karena mereka punya cara pandang yang berbeda denganku.
Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata