Aisyah Adinda Kita

Sebuah senandung lama dari group vokal Bimbo yang bertajuk "Aisyah Adinda Kita" masih terasa seakan mengalun mengiringi langkah-langkah kaki. Lirik-lirik indah yang menggambarkan sebuah kepribadian muda wanita shalehah dambaan umat, wanita shalehah penerus dakwah, wanita shalehah yang terlahir dengan segudang prestasi, wanita shalehah yang pandai menjaga kecantikan diri dan hatinya, serta seorang wanita shalehah yang mampu menjadi tauladan bagi wanita-wanita lainnya, seakan terus menggema, mendengung-dengungkan sebuah harapan ummat.

Matahari pagi seakan mengintip dari sela dedaunan rindang di tengah pusat kota. Perlahan tiupan angin mengelus halus wajah ini, mengurai pagi memanjakan diri. Beberapa orang tampak lalu lalang dengan kesibukannya menuju tempat aktifitasnya kembali hari ini.

Empat orang gadis remaja berbusana putih dengan bawahan rok selutut berwarna abu, kira-kira berusia enam belas tahunan berdiri di tepian jalan sana. Sambil berbincang, sesekali mereka cekikikan. "Mungkin ada yang lucu dalam perbincangan mereka", gumamku dalam hati. Namun semakin lama, jujur aku merasa risih dengan perbincangan mereka, yang sesekali membuat mereka sampai tertawa lepas. Sesaat kemudian beberapa remaja pria seusianya yang juga mengenakan seragam yang sama menghampiri mereka. Tak ada rasa canggung, tak ada rasa risih, mereka seakan melebihi keakraban dengan seorang saudara. Wallahu’alam apakah ini hanya pikirku, aku gak tahu..

Yang jelas, sosok seorang wanita muda yang cerdas, santun, serta terbalut dalam hijab diri maupun hatinya seperti yang tergambar dalam lirik-lirik indah senandung tadi hilang dan lenyap begitu saja. Berubah seiring dengan perkembangan zaman yang katanya telah menjadikan tak ada lagi batas beda antara seorang pria dan wanita. Yang justru ternyata banyak orang salah kaprah memahaminya, dengan memaknai sebagai tak adanya perbedaan kekebasan dalam bertingkah dan berucap bahkan bertindak. Padahal yang aku tahu, bahwa seorang wanita itu akan sangat dihormati bila ia mampu tampil dengan segala sisi kelembutan hati dan jiwanya, mampu menjaga sikap dan tingkah lakunya, serta menjaga dari apa yang melekat dalam diri yang telah Alloh karuniakan kepadanya.

Aku teringat seorang bocah perempuan yang dulu pernah aku temui di sebuah taman bersama keluarganya. Dengan busana muslimah ia sudah tampak sekali kecantikannya. Jujur dengan sekali melihatnya pun, aku sudah bangga dan merasa tenang. Setidaknya kekhawatiran akan sebuah generasi Islam yang hilang, terkikis dalam pikirku saat itu. Namun sayangnya justru ternyata itu hanya sebagian kecil dari sekian banyak generasi-generasi masa depan kita. Lebih banyak di antara kita yang menyenangi mereka putri-putrinya dengan berbagai jenis busana mini yang telah mengumbar auratnya. Memang, mereka masih kecil belum sepenuhnya mengerti atas batas norma sebuah susila. Namun, bukankah dengan kita membiasakan mereka tampil dengan seperti itu sama saja dengan kita memberikan satu kebiasaan kurang baik pada mereka? Bagaikan menyokong satu tindak yang justru suatu saat nanti akan merugikan pribadi dari kelembutan dan kesucian jiwa-jiwa mereka.

Yang pada akhirnya memang tdak heran jika pada masanya mereka tumbuh, hasilnya seperti sebagian dari empat orang gadis remaja yang sedang berdiri di tepian jalan tadi.

Padahal jika kita sedikit me-relay kembali apa yang tersirat dalam alunan senandung tadi, bukankah memang benar, banyak di antara mereka yang berprestasi justru bermunculan dari kalangan wanita-wanita shalihah yang pandai menjaga diri dan jiwa mereka?

Namun memang meski dari balik itu semua ada rasa kecewa kita pada mereka yang seakan telah tebuai dalam kondisi zaman, yang senantiasa memanjakan dalam kemodern-an. Tetap, kita tak bisa lepas tangan begitu saja. Meski memang mungkin terlambat. Namun bukankah lebih baik terlambat daripda tidak sama sekali?

Berusaha menyentuh hati-hati mereka agar kembali menemukan kesucian dan kemuliaan jiwa-jiwa mereka. Hingga saatnya nanti mereka mampu menjadi wanita-wanita yang shalihah dambaan ummat, yang darinya akan terlahir kembali generasi-generasi harapan masa depan. Merengkuh kembali mereka para aisyah, karena andaikan ada sepuluh aisyah yang belum ataupun sudah berpribadi muslimah, ataukah ada seratus aisyah yang belum ataupun sudah berpribadi muslimah, ataukah ada seribu aisyah yang belum ataupun sudah berpribadi muslimah, ataukah ada sejuta aisyah yang belum atau mungkin sudah berpribadi muslimah, maka tetap… mereka adalah Aisyah adinda kita…

Wallahu’alam bish-shawab