Sekitar pukul dua belas siang, dari kejauhan, samar-samar gema adzan telah dikumandangkan. Saya langkahkan kaki menuju masjid untuk melaksanakan sholat zhuhur. Harapan saya, semoga di masjid nanti saya bisa melaksanakan sholat secara berjamaah.
Siang itu matahari terasa terik. Saya merasakan panasnya menembus jaket dan baju yang melindungi tubuh saya. Keringat mulai membasahi kening saya. Jalan yang saya lewati begitu sepi, tak satu orang pun saya lihat yang berangkat ke masjid. Hanya beberapa anak kecil yang sedang asyik bermain di depan halaman rumah. Mungkin mereka juga enggan bermain di luar, panas.
Setelah melangkah beberapa puluh meter, akhirnya saya temukan bangunan yang saya tuju, sebuah masjid. Letaknya di ujung jalan kampung, tidak begitu strategis. Berbeda dengan masjid-masjid lain yang biasanya di bangun di dekat perempatan jalan atau di pinggir jalan.
Udara sejuk menyelimuti tubuh saya ketika saya berada di lingkungan masjid tersebut. Sesaat sebelum menuju tempat wudhu, saya sempatkan memperhatikan keadaan masjid tersebut, sepi. Saya hanya menemukan seorang bapak yang sedang sholat sendirian di bagian samping masjid.
Setelah berwudhu, saya kembali memperhatikan keadaan masjid tersebut. Pintu-pintunya terkunci rapat. Bapak yang tadi saya lihat sedang sholat sudah pergi. Sebuah sajadah berwarna kuning yang tadi digunakan oleh bapak tersebut terselip di bagian atas pintu masjid. Sebelum saya memulai sholat, seorang laki-laki yang bermaksud untuk sholat datang. Akhirnya saya putuskan untuk sholat berjamaah bersamanya.
Selesai sholat, kembali saya melayangkan pandangan ke sekeliling masjid ini. Bangunan ini dikelilingi oleh pohon bambu yang tinggi-tinggi dengan jumlah yang cukup banyak. Mungkin itu penyebab kenapa udara di masjid ini terasa sejuk. Panas yang saya rasakan tadi dalam perjalanan tak saya rasakan ketika saya sudah berada di dalam masjid ini.
Sepi. Mungkin hanya pohon-pohon bambu itu saja yang secara rutin hadir di setiap waktu sholat di masjid ini. Mereka senantiasa bertasbih, mensucikan Sang Pencipta, seiring tiupan angin di sela-sela batang dan dedaunannya. Begitulah pikiran saya berkelana sejenak.
Tak seorangpun saya temukan di dalam masjid. Sedetik kemudian saya bertanya-tanya dalam hati. Apakah para jamaah sudah kembali ke rumah masing-masing? Secepat itukah? Atau memang beginilah keadaan masjid ini setiap waktu sholat? Sepi? Inikah bulan Ramadhan, tak adakah jama’ah yang i’tikaf untuk berdzikir atau tadarus?
Setelah mengintip keadaan bagian dalam masjid dari kaca jendela, akhirnya saya putuskan untuk meninggalkan masjid tersebut. Setelah beberapa langkah saya keluar dari wilayah masjid tersebut, saya kembali menoleh ke belakang. Saya ingin tahu apa nama masjid itu. Tapi tak saya temukan sebuah papan nama, atau mungkin saya melihat pada sisi masjid yang salah.
Saya tinggalkan masjid itu dalam keadaan sebagaimana saya datangi. Sepi. Adakah Ramadhan di sini?