Selama masih di dunia dalam kondisi dan situasi dimana dan kapanpun kita berada yang namanya senang dan susah, suka dan duka, tawa dan tangis dan seterusnya pasti akan kita jumpai. Bagi orang yang beriman hal tersebut tak merubah apa-apa bagi dirinya. Dia tak akan berputus asa, betapun hidup mungkin begitu menderita, tapi dia masih punya harapan di hadapanNya.
Situasi yang bagaimanapun tak mengganggu ketenangan, ketegaran dan keikhlasan dirinya, karena bagi orang yang beriman punya sandaran Yang Maha Tenang, Yang Maha Tegar dan Yang Maha Ikhlas yaitu Allah. KepadaNyalah semua hidup dan kehidupannya dia kembalikan.
Jadilah manusia yang sesungguhnya. Dapat hidup dimana saja dengan daya adaptasinya yang luar bisa yang di dukung oleh akal pikiran dan keimanan yang tangguh. Di kutub yang sangat dingin, di padang pasir yang sangat panas, di atas gunung yang sangat tinggi dan di dasar laut yang sangat dalam manusia bisa hidup !
Dulu saya pernah berprinsif: " Jadilah seperti pohon kelapa, dimana saja bisa hidup", tapi ternyata salah. Pohon kelapa tidak bisa hidup di daerah dingin. Atau dulu saya juga pernah berpendapat : " Jadilah seperti ilalang dapat hidup dimana saja " ternyata salah juga, ilalang tidak bisa hidup di Moskow pada musim dingin.
Maka jadilah manusia, dimanapun dia berada, manusia insya Allah bisa hidup dengan kemampuan adaptasi dan akalnya, yang telah diberikan penciptanya yaitu Allah swt. Manusia beriman akan menjaga amanah umur yang telah diberikanNya, walaupun umur itu bukan panjang atau pendeknya, tapi manfaatnya. Buat apa umur panjang, tapi isinya penuh dengan dosa dan kemaksiatan ?
Kalau umur manusia misalnya bisa mencapai 100 tahun , itupun jarang manusia sampai usia tersebut dan kalau dalam usia 100 tahun masih hidup, itupun sudah tak bisa menikmati apa-apa bahkan justru banyak menyusahkan orang lain. Dan bila sekarang kamu sedang melangkah dan masih bernapas, entah sampai kapan.
Dan biasanya perasaan hidup begitu lama, apalagi jika sedang terserang kejenuhan, waktu terasa berjalan sangat lambat. Apa lagi kalau keadaan sakit, maka waktu seakan berhenti berputar, dan bila keadaan sedang sakit, waktu itu bukan terasa nikmat , tapi siksaan. Makin lama berlangsung, makin menyiksa. itu kalau sakit ! Sedangkan kalau sedang sehat, kadang-kadang manusia lupa waktu, dan waktu terasa cepat berlalu, tahu-tahu sudah tua dan mati!
Bagi yang punya harta berlimpah, mati adalah sesuatu yang menakutkan. Sedangkan bagi yang punya penyakit yang sangat parah mati adalah keinginan, bila tidak sabar menahan penyakit yang diderita. Di negara yang menganut paham sekuler, kematian bahkan di izinkan dan di lindungi undang-undang. Bagi orang yang putus asa, mati adalah jalan pintas yang sering kali ditempuh yang dalam bahasa agama sangat dilarang, karena berputus asa terhadap rakhmat Allah adalah dosa.
Kalau misalnya penyakit flu saja sudah sangat menyiksa kesehatanmu, dengan berbangkis puluhan kali dalam waktu yang singkat, hidung mampet, maaf, ingus keluar terus menerus, mata pedas, hidung jadi merah, diselingi batuk , kepala menjadi pusing, tidur otomatis menjadi susah, itu baru penyakit flu, belum jenis penyakit yang lainnya.
Satu jenis penyakit saja sudah sangat menyiksa fisik dan rohanimu, apa lagi jika siksaan di neraka! Ketika flu begitu parah, mungkin kamu teriak terampun-ampun, mengeluh berkepanjangan, bahkan saking jengkelnya hidungmu kamu pencet keras-keras atau kamu paksakan mengeluarkan, maaf, ingus yang mengganjel di hidung, tapi tidak bisa keluar, napas tersengal-sengal,susah tidur, kepala pusing, itu baru satu macam penyakit saja sudah begitu menyiksa.
Apalagi kalau semua jenis penyakit yang diketahui manusia yang bisa menyerang manusia dan kamu terkena semua penyakit itu, entah apa jadinya ? Dengan demikian jika Allah ingin menyiksa kamu sangat mudah, dikasih saja satu macam penyakit yang tak dapat disembuhkan, hancurlah sudah ! Maka sesungguhnya, bila kita sehat jasmani maupun rohani, itu berarti seluruh penyakit yang kemungkinan bisa menimpa kita, lenyap. Bahagia sekali hidup sehat dalam keimanan dan ketaqwaan.
Kembali kepada manusia, manusia itu ibarat sebutir debu dan sebutir debu itupun sudah teramat besar di alam semesta yang luasnya tak terhingga, manusia tak berarti apapun. Sebutir debu sudah teramat besar bagimu, karena kamu sebenarnya teramat kecil di alam semesta ini, maka sangat wajar bila Allah swt tak membutuhkanmu.
Karena kamu ada atau tiada, tak merubah apapun bagiNya. Di alam semesta ini setitik ruangan untukmu sudah teramat luas. Dan kamu hanya sepersekian tak terhingga kecilnya jika dibandingkan dengan luas alam semesta ini. Sebutir debu sudah teramat besar bagimu. Jika rejeki untukmupun sebutir debu, itu sudah cukup bagimu. Allah tak akan pernah pusing mengurus milyaran manusia yang ada di planet bumi yang amat kecil ini.
Milyaran manusia sama saja dengan milyaran debu dan milyaran debu bagiNya sama dengan sesendok makan! Itulah hakekat manusia, hanya sesendok makan, betapapun banyaknya manusia dihadapan Allah hanya sesendok makan atau bahkan lebih kecil dari itu. Itu sekedar perumpamaan.
Jadi bagi Allah segala sesuatu itu sangat mudah, semudah kita membalik telapak tangan. Dia dengan mudah mengubah atau membolak balik nasib manusia, Dia juga mudah membuat manusia sehat atau sakit, Dia juga mudah mengangkat dan menjatuhkan derajat manusia.
Lalu masihkah kita begitu kwatir dalam menghadapi hidup dan kehidupan ini ? Masihkan begitu tersiksa bila penyakit datang mendera ? Masihkan terus mengeluh terhadap kondisi yang sekarang ? Manusia memang seringkali, terpaku pada masa lalu, kurang menghargai apa yang dimiliki sekarang dan kwatir terhadap masa depan yang belum tentu di laluinya, kalau begitu jadinya, maka kapan manusia itu akan bersyukur kepadaNya ?
Manusia yang berjiwa syukur, belajar pada masa lalu, menghargai dan mengisi masa sekarang dengan amal kebajikan dan menyongsong masa depan dengan harapan yang optimis bahwa sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudan, dibalik kesulitan ada kemudahan, All thing are dificult before they are easy, kalau pakai bahasa tranfortasi di Moskow : Ada trem dibalik kabut !
Sekian, terima kasih atas perhatiannya.