Sebagai seorang ummi, saya sangatlah heran. Ketika dua orang selebriti menyatakan bahwa mereka tidak ingin anak mereka berkulit hitam. Bahkan, ada yang menggelar jumpa pers segala untuk mengklarifikasi bahwa anak yang baru dilahirkannya berkulit kuning, setelah ada isu berkulit hitam. Memangnya, ada apa dengan kulit hitam?
Apa kulit hitam itu jelek? Atau apakah berkulit hitam merupakan sebuah kesalahan? Sebuah dosakah?
Bagaimana jika ternyata Allah Yang Maha Kuasa mentakdirkan anak mereka berkulit hitam? Mudah saja bukan? Akankah mereka menolaknya dan tidak mencintai selayaknya jika sang anak berkulit putih atau kuning?
***
Negara tropis seperti negara kita ini memang mempunyai trend bahwa kulit bersih, seperti kuning atau bahkan putih cemerlang lebih banyak diidamkan. Itulah mengapa, banyak di antara warganya, terutama para perempuan, menginginkan kulit mereka tampak lebih bersinar. Berbagai jenis produk pemutih kemudian menjadi teramat laku di pasaran, demi memenuhi keinginan para konsumennya.
Pun ketika putra kedua kami lahir dengan kulit kuning bersih. Hal pertama yang saya dengar dari seorang teman yang menjenguk adalah: apa resepnya supaya anaknya berkulit bersih? Sedangkan mereka tahu, bahwa ayahnya berkulit gelap (baca: hitam), dan saya pun sawo matang. Kawan lain menyatakan dengan penuh rasa percaya diri, “Pasti resep dari aku kan Ry? Minum yogurt dan susu kedelai. Ya kan?”
Kemudian celetukan lain pun mulai menoreh luka di hati saya.
“Aduh… beda sekali dengan abangnya… si abang hitam sedang adiknya putih!” sebuah perkataan yang diam-diam menghujam jantung saya, membuat air mata menitik.
Sebenarnya, apa yang salah jika seseorang berkulit hitam?
Saya katakan dengan tegas, tidak ada!
Tidak ada yang salah, jika seseorang berkulit hitam!
Apalagi itu seorang anak. Mereka tetaplah layak mendapatkan kasih sayang yang sama dengan anak lain yang berkulit putih. Jangan pernah menyinggung kulit mereka yang hitam. Apalagi mencemooh mereka. Dibandingkan kita yang sudah banyak dosa ini, mereka masihlah hamba Allah yang demikian suci.
Hati mereka putih, jauh lebih putih dari pada hati kita. Tak ada iri, dengki, dendam… atau bahkan rasa tidak menerima atas apa yang Rabb berikan untuk mereka.
Aku adalah saksi hidup, bagaimana orang-orang memperlakukan berbeda hanya dengan melihat warna kulit anak kami. Dalam catatan yang kubuat, rekan-rekan kerjaku memberikan tanggapan yang lebih baik kepada anak keduaku ketimbang anak pertamaku ketika mereka sama-sama bayi.
Lalu kupanggil putra pertamaku, dan kukatakan padanya dengan senyum.
Nak, tetaplah bahagia walaupun orang ramai mengatakan kulit adik berbeda dengan kulit abang. Tetap tertawa meskipun orang bilang kulit adik putih dan kulit abang hitam.
Yang penting, di sini! Kataku sembari menepuk perlahan dadanya. Hati abang tetaplah putih. Dan di sini! Lanjutku sembari memegang kepalanya. Otak abang cerdas! Akhlak abang mulia, dan insyaAllah, derajat abang kelak tinggi, baik di mata manusia maupun di hadapan Allah. Itu yang penting, sayang. Dan mama, akan berdoa untuk kalian berdua tanpa perbedaan.
Bocah dengan mata bulat bening itu pun tersenyum, lalu tertawa ceria, dan berlari meninggalkanku. Aku ingin pemahaman dan semangat itu selalu ada di dadanya. Sebagai bekal menghadapi dunia, yang masih saja melihat sekeliling hanya dari kulit luarnya saja.
Sedangkan Allah, Dzat Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Tinggi… Maha Agung… Dan Maha segala Maha telah berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 13:
“… Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. ….
Maka, tidak ada lagi alasan buat para orang tua atau calon orang tua untuk membedakan anak-anak hanya dengan melihat warna kulit mereka saja. Kesuksesan seseorang tidak bergantung kepada warna kulitnya. Sama sekali tidak ada hubungannya.
Wallahua’lam bishshowab
Ummu Thariq: suatu sore di Kolej Perdana, Johor Bahru