Ada Apa Dengamu Ibu

Sayang, sori
aku sudah bunuh anak anak.
Aku hancurkan hidup
dan impian mereka,
juga impianku.
Tentang anak-anak dan hari tua
kita hidup yang baik ya.
Aku dan anak anak cinta kamu.
Godbless You.

Itulah pesan terakhir melalui SMS dari seorang ibu di kota Malang yang bunuh diri setelah membunuh juga keempat anaknya dengan minum racun baru-baru ini. Saya membaca beritanya di salah satu koran ternama daerah Jawa Tengah. Jujur, saya merinding dan tak habis pikir atas kejadian nyata tersebut. Begitu juga, saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaaan sang suami. Yang saya tahu dari berita itu, tersirat sang suami syok mendapati isteri dan anak-anaknya telah meninggal dengan cara yang tak wajar. Benar-benar kejadian yang membuat miris.

Fenomena apa ini…?

Ahli psikologi mengatakan bahwa ibu tadi mengalami depresi berat,

sementara ahli agama mengatakan karena kurang iman.

Ada benarnya juga.

Tapi, ada satu hal lagi yang bisa menjadi bahas renungan, yaitu komunikasi.

Peristiwa tragis itu memang telah terjadi. Tak terlalu penting untuk berandai-andai misalnya nasibnya akan lain ketika ada komunikasi yang sehat dalam keluarga sehingga kejadian tidak seperti itu. Hanya saja, persoalan ini setidaknya menjadi pelajaran berharga bagi keluarga yang sampai saat ini masih diberikan kesempatan untuk hidup, masih diberikan kesempatan untuk membina keluarga di dunia ini.

Lantas, apa itu komunikasi..?

Ia adalah kesepahaman bersama. Dalam sebuah keluarga, memang perlu ada cinta, komitmen dan saling percaya serta komunikasi yang intim. Sinergi ketiganya menjadi penting demi keutuhan keluarga. Karena keluarga adalah miniatur kecil sebuah peradaban, dalam perjalanannya memerlukan kebersamaan, saling mengerti di antara masing-masing anggota. Seorang ayah (kepala keluarga), isteri, dan anak-anak akan terasa damai, harmonis jika masing-masing bisa saling memahami. Dengan demikian, segala persoalan, hasrat terpendam dalam hati, bisa saling diutarakan, berbagi, sehingga ada penyelesaian terbaik dari persoalan tersebut.

Badai.sesekali memang datang

Ia adalah goncangan hebat dalam keluarga. Nah, ketika hal itu datang, adanya komunikasi sehat dalam keluarga bukan hanya penting, tapi begitu diperlukan. Semuanya itu untuk tetap menjaga keutuhan rumah tangga dalam sebuah keluarga.

Ah.saya jadi teringat ibu saya. Beliau pernah “iri” ketika di saat Idul Fitri, ayah saya membeli sandal, celana dan baju baru, sementara ibu saya tidak dibelikan. Mungkin, ini hanya persoalan kecil, tapi tetap saja membuat ibu saya sedikit sakit hati, “Kok tega yah”, begitu kata ibu saya ketika curhat dengan saya, anaknya. Kemudian, saya utarakan isi hati ibu ke ayah saya. Untungnya, ayah mengerti dan meminta maap kepada ibu saya atas tindakannya yang sedikit menyakitkan itu. Dan, ibu saya bisa tersenyum.

Begitulah, ketika “badai” persoalan datang, baik tekanan hidup (ekonomi) maupun hal-hal lainnya, perlu ada sebuah langkah menyelesaikannya, semuanya diawali dengan komunikasi, saling terbuka mengutarakan uneg-unegnya. Terlihat sepele memang soal komunikasi ini, tapi dalam prakteknya perlu ada pembiasaan dalam keluarga. Harapannya, agar keluarga tetap utuh, sejahtera, damai, harmonis dan tak terulangi lagi kejadian-kejadian tragis yang menyayat hati. Semoga.

Snow Man Alone
FLP Purwokerto
freelance_corp@ yahoo. Com