Jika ada yang gelisah dan tak sabar menunggu aku bangun tidur pagi tadi, maka dia adalah Sabila, putri tunggalku yang semakin hari semakin memperlihatkan banyak kemiripan dengan mendiang umminya. Sebab apa hingga ia berlaku tak seperti biasanya? Tanpa kuperkirakan sebelumnya, dibantu Bude dan Buliknya, ia telah merencanakan aksi ‘balas dendam’ kepadaku. Saat ia berulang tahun bulan lalu, berbagai kejutan menyenangkan datang padanya, maka hari ini ia ingin melakukan hal yang sama di hari jadiku. Dan begitu mataku terbuka, terbayar lunaslah semuanya.
Disertai sebuah senyum yang menggemaskan, sebuah kotak besar ia sodorkan kepadaku. Sebuah kue berbentuk bundar bersalut coklat segera terhidang di depanku.
“ Selamat ulang tahun!” ucapnya ceria.
Aku terkejut !
Hanya itu?
Tidak!
Sebuah tas kecil warna pink bergambar hello kitty – kutahu ini dia beli saat ulang tahunnya bulan lalu – ia serahkan kepadaku. Demi membuat ia bahagia, segera aku buka tas yang ternyata telah ia persiapkan sejak tiga minggu yang lalu.
Apa isinya?
Sebuah dompet!
Aku terharu!
Dan aku keliru. Ketika aku iseng mengggodanya bahwa aku akan lebih bahagia bila bukan hanya wadahnya yang ia berikan, tapi berikut isi-isinya. Tentu saja aku hanya bercanda. Tapi adalah Sabila – entah belajar dari siapa – seringkali pola pikirnya jauh lebih dewasa dari anak seusianya. Bukan hanya wadahnya, tapi di dalam dompet itu ia selipkan dua lembar rupiah yang dari warnanya aku langsung tahu kalau itu favoritku.
Subhanallah, walhamdulillah!
“ Cukup kan untuk membeli helm?”
“ Helm?” tanyaku bingung.
“ Ya!, kalau masih kurang ya tambahin sendiri” jawabnya sambil tertawa.
Aku tak menyangka kalau keluhanku belakangan ini tentang mataku yang mudah sekali berair – mungkin karena pengaruh terlalu lama di depan layar komputer dan lebih pastinya karena pengaruh helm yang setiap hari aku pakai tak lagi berkaca sehingga debu dengan leluasa masuk ke mata – menjadi inspirasi baginya untuk memilih hadiah apa yang aku butuhkan.
Aku tak perlu bertanya, dari mana semua iniia dapatkan. Pasti, celengan plastik berbentuk kucing warna kuning itu yang telah di’sembelih’nya. Yang membuatku penasaran, dimana dan menghabiskan tabungan berapa untuk semua ini. Tentu saja dia tak akan memberitahu sesuatu yang menurutnya rahasia.
Banyak kata yang ingin aku ucapkan, tapi kenyataannya aku hanya mampu berucap terima kasih, itupun dengan suara yang sangat lirih. Ada sesuatu yang bergemuruh dalam dadaku, kemudian naik dan mengganjal di tenggorokanku, terasa sakit hingga aku merasa sudut mataku mulai berembun. Sempurna, dia telah menghadirkan kebahagiaan dan keharuan dalam satu kesempatan.
**
Tak lagi muda!
Dibalik kebahagiaan dan keharuan yang bergemuruh dalam dada, aku tersadar bahwa kini aku tak lagi muda. Jika enam bulan yang lalu uban di kepalaku masih terlihat satu dua, kini Sabila tak lagi sanggup menghitungnya, bahkan enam bulan ke depan mungkin lebih mudah jika menghitung warna yang hitam. Ah, kali ini aku mulai berlebihan! Tapi jika uban di kepala bukanlah sebuah patokan tua ataupun muda, maka jumlah angka yang didapat dari pengurangan tahun sekarang dengan tahun kelahiranku, harus aku akui bahwa aku tak muda lagi. Jika dibandingkan dengan Baginda Nabi Muhammad SAW yang wafat dalam usia 63 tahun, berarti sudah separuh lebih perjalanan yang sudah kutempuh. Sayangnya, baru sedikit sekali langkah kakiku, gerak tanganku dan panca inderaku yang meneladani beliau, seseorang yang sangat kuharapkan syafaatnya di akhirat kelak. Astaghfirulloh!
Ya Allah, berapapun usia yang masih tersisa, aku berharap dan mohon dengan sangat berilah hamba kekuatan untuk mendekat kepada Mu. Jangan jauhkan hamba dari orang-orang yang dekat dan cinta kepada Mu. Dan jangan biarkan aku berdekatan dengan orang-orang yang jauh dan tak patuh pada Mu. Ampuni hamba yang kerap lalai bersyukur atas nikmatMu. Ampuni hamba yang senang berkeluh kesah dengan takdir dan kehendakMu.
Bimbing dan arahkan hamba agar bisa menjaga dan merawat amanah yang kau anugerahkan kepadaku. Jadikanlah ia – Sabila – sebagai anak yang sholehah, sehat, cerdas, berbakti dan berguna bagi orang tua, bangsa, negara dan juga sesama. Sebagai manusia – yang tiada sempurna – terkadang aku merasa tak mudah menjalani semua ini seorang diri, dan terlupa bahwa janji kemudahan sangatlah dekat dan nyata andai saja aku pandai bersyukur dan bersabar. Semestinya aku jalani semua ini dengan ikhlas, hingga saatnya nanti Kau ganti cerita dengan episode hidup yang berbeda.
Tangerang, 13 Mei 2011.