Kesal dan kecewa, malu tapi juga lucu. Begitu yang dirasakan Andi ( bukan nama sebenarnya ) saat itu. Dari cara ia bercerita, membayangkan ekspresinya, mau tak mau semua yang mendengar ceritanyapun jadi tertawa.
Kejadian ini bermula ketika Andi dan teman-temannya pulang dari bepergian. Di tengah perjalanan, tiba-tiba terjadi kemacetan yang cukup parah. Celakanya, mereka baru dua kali melewati jalan itu, yang pertama tentu saja saat mereka berangkat pagi tadi. Tak satupun dari mereka yang tahu jalan alternatif untuk menghindari kemacetan yang mereka perkirakan bakal memakan waktu cukup lama. Entah apa penyebabnya, pasar tumpah, karyawan yang baru bubar, perbaikan jalan, atau mungkin sebuah kecelakaan, mereka sama sekali tak memiliki gambaran. Ingin bertanya, mereka ragu. Selain mereka ada puluhan bahkan mungkin ratusan pengguna jalan lainnya yang juga merasakan hal yang sama, kesal.
Saat kekesalan semakin menjadi, Andi melihat melihat tiga orang pengendara motor berbelok ke sebuah gang kecil. Yakin bahwa ketiga pengendara motor itu tahu jalan alternatif untuk menghindari kemacetan, tanpa pikir panjang Andi dan teman-temannya langsung mengikuti. Mereka semakin yakin setelah beberapa pengendara motor dibelakang mereka juga mengikuti.
Beberapa kali belok kanan dan kiri, tiba-tiba pengendara motor pertama berbelok ke halaman sebuah rumah dan berhenti di sana. Bagitupun kedua pengendara motor lainnya, tak lama kemudian mereka melakukan hal yang sama, masuk ke halaman sebuah rumah dan berhenti di sana. Andi dan teman-temannya baru menyadari bahwa ketiga orang yang mereka ikuti bukan sedang mencari jalan alternatif, tapi jalan itu memang menuju ke rumah mereka masing-masing.
Terlanjur, Andi dan teman-temannya, juga beberapa pengendara motor di belakang mereka, mencoba meneruskan perjalanan. Tentu saja, kali ini mereka hanya mengira-ngira saja. Ingin bertanya, malu rasanya. Dan setelah keluar masuk gang sempit, mentok di gang buntu, berkali-kali belok kanan dan kiri hingga setengah jam lamanya, mereka baru tersadar bahwa mereka kembali berada di jalan semula. Bedanya kali ini jalanan sudah tak semacet tadi. Kemacetan sudah mulai terurai.
Jangan asal ikut, jangan malu bertanya kalau tak ingin tersesat di jalan. Itu pelajaran yang kami dapat dari kejadian yang dialami Andi dan teman-temannya. Hal serupa juga kami dapatkan dari fulan. Asal ikut dan hanya berdasar sangkaan saja, apa yang dianggapnya ibadah, bukan saja tertolak tapi justru bisa menjadikannya sesat.
Adalah fulan, meski usianya di atas tiga puluh tahun, masalah agama ia terbilang awam. Salah memilih teman dan pergaulan di masa muda, menyebabkan semua ilmu agama yang pernah dipelajarinya menguap entah kemana.
Suatu saat, usai sholat Ashar berjamaah di mushola, beberapa jamaah yang masih tersisa heran melihat fulan berdiri dan sholat lagi. Semula kami mengira fulan ingin meng-qodho sholat-sholat yang selama ini ia tinggalkan. Tapi kami menjadi ragu setelah melihat fulan hanya sholat dua rokaat. Penasaran, dan daripada berfikir yang bukan-bukan, salah satu dari kami memanggil fulan. Dengan hati-hati -takut menyinggung perasaan- kami tanyakan sholat apa yang baru saja fulan kerjakan. Dengan mantap ia katakan bahwa ia baru saja sholat bada’ Ashar.
Tidak mudah menjelaskan pada fulan bahwa sholat yang baru saja dikerjakan itu tidak diperbolehkan. Tidak ada sholat sunnah rowatib yang dikerjakan setelah sholat Ashar, sama seperti tidak ada sholat sunnah setelah sholat Shubuh hingga masuk waktu dhuha, saat matahari sudah mulai meninggi. Salah satu dari kamipun menyebutkan sholat sunah rawatib apa saja yang sesuai dengan tuntunan rosul. Tapi fulan tetap bersikeras bahwa yang ia lakukan itu benar. Ia katakan pernah melihat salah satu jamaah ada yang sholat lagi setelah solat Ashar, tidak hanya dua rokaat tapi malah empat. Hanya karena dia sedang buru-buru, ada pekerjaan yang harus ia selesaikan, maka ia hanya mengerjakan dua rokaat saja.
Astaghfirulloh! Seperti yang kami duga, bahwa fulan melakukan itu bukan karena didasari ilmu, hanya berdasar sangkaan dan sekedar ikut-ikutan saja. Ini jelas tidak bisa dibiarkan, harus segera diluruskan, sebab satu ibadah selain harus diawali dengan niat dan dikerjakan dengan ikhlas, juga harus dilandasi ilmu yang benar, tidak bisa sekedar ikut atau berdasar sangkaan belaka. Yakin saat mengerjakan adalah termasuk unsur diterima tidaknya satu ibadah.
Bagaimana bisa sampai tujuan, bila ibadah dilakukan hanya berdasar sangkaan, sekedar ikut apa yang orang lain lakukan, tanpa tahu apakah yang dilakukan itu benar dan sesuai dengan aturan syarat dan rukunnya. Bila asal mengerjakan, bukan saja amalannya akan tertolak, tapi lebih dari itu bisa menjadi sesat.
Jangan malu bertanya, kalau tak ingin sesat di jalan. Jangan asal ikut-ikutan, kalau ingin selamat sampai tujuan. Jangan malas belajar, karena ilmu dan keyakinan akan didapatkan dengan jalan belajar. Belajar pada orang yang tepat, yang bukan saja luas ilmunya tapi juga tingkah laku dan perbuatannya sesuai dengan Al Quran dan yang nabi contohkan.