Duarrr! Bagai ledakan petasan, suaranya menyebar ke segala arah dalam waktu yang sangat cepat, nyaris bersamaan. Begitupun kabar kehamilan si gadis yang baru lulus smu, dalam waktu singkat sudah menyebar ke seluruh penghuni komplek. Anehnya, kehamilan si gadis pertama kali justru diketahui oleh seorang tetangga yang curiga dengan perubahan fisik si gadis. Sementara ibu dan ayah gadis, baru menyadari setelah sang tetangga melaporkan bahwa si gadis kini sedang berbadan dua. Astaghfirulloh!
Duarr! Duarr! Layaknya petasan, yang dinyalakan tidaklah hanya satu. Ledakan-ledakan berikutnya terus terdengar besahutan, terkadang justru lebih dasyat dari ledakan pertama. Begitupun aib keluarga si gadis terus menjadi bahan pembicaraan warga komplek. Bapak-bapak yang biasa duduk dan merokok bersama ayah si gadis, menjadikan kabar ini sebagai bahasan favorit di pos ronda. Begitupun ibu-ibu yang biasa berbelanja bersama ibu si gadis, menjadikan isu ini bahan bergunjing di warung sayur. Dari hari ke hari, selalu ada kabar dan gosip terbaru dari keluarga si gadis.
Duarr! Seminggu setelah kabar kehamilan si gadis beredar, terdengar kabar baru dibawa bapak-bapak yang diundang ayah si gadis untuk membicarakan langkah-langkah yang akan ditempuh keluarganya. Si gadis sudah menunjuk siapa laki-laki yang telah berzina dengannya. Begitupun sang lelaki, dia telah mengakui semua perbuatannya dan bersedia bertanggung jawab. Secepatnya, mereka akan segera dinikahkan. Yang mengejutkan, ayah si gadis berniat mengadakan resepsi pernikahan putrinya dengan mengundang tak kurang dari lima ratus orang tetangga, kerabat dan juga sahabatnya. Semula ibu si gadis menolak keras keinginan suaminya untuk mengundang tamu sebanyak itu. Cukup aib ini diketahui warga komplek, tak perlu orang lain yang jauh menjadi tahu, begitu pertimbangannya. Namun karena sang suami tetap bersikeras, akhirnya diapun menyerah meskipun dia sadar betul bahwa sampai saat itu mereka tak memiliki tabungan sedikitpun dan untuk semua biaya yang diperlukan mereka harus berhutang.
Jika ibu si gadis semula menolak keras, maka si gadis yang sudah hilang rasa malu dan juga takutnya, tak memberikan reaksi. Tidak diusir dari rumah saja sudah cukup baginya. Kabar rencana pernikahan yang dilanjutkan dengan resepsi, jumlah undangan yang akan disebar dan besarnya biaya yang dianggarkan dan akan ditutup dengan berhutang, dengan cepat beredar di antara warga komplek. Bapak-bapak yang diundang musyawarahlah yang membawa kabar ini, diteruskan oleh ibu-ibu di perbincangan dini hari saat berbelanja di warung sayur. Astaghfirulloh!
Duarr! Pada hari yang ditentukan, pernikahan si gadis dan lelaki yang telah menghamilinyapun dilaksanakan. Siangnya, acara resepsi pernikahanpun jadi digelar. Puluhan bapak-bapak dan ibu-ibu warga komplek terlibat dalam kepanitiaan resepsi pernikahan si gadis. Tak sedikit dari tamu yang datang melihat keganjilan pada fisik pengantin perempuan yang baru dinikahkan beberapa jam sebelumnya. Bisik-bisik di antara tamupun disadari oleh tuan rumah dan segenap panitia resepsi.
Duarr! Kehebohan belum juga berhenti. Menjelang tengah hari, beberapa orang yang terlibat dalam kepanitian menemukan keanehan pada makanan yang dihidangkan. Nasi yang baru beberapa jam dimasak, terasa seperti basi. Kabar ini akhirnya sampai ke telinga tuan rumah yang diteruskan kepada juru masak yang didatangkan secara khusus oleh tuan rumah. Entahlah, sang juru masakpun tak tahu pasti apa penyebabnya. Semua bahan-bahan yang akan dimasak diperiksa, begitupun dengan cara dan lamanya memasak, semua dipastikan baik-baik saja dan seperti biasanya. Hanya saja, sang juru masak baru tersadar bahwa ia terlupa membuat ‘sesaji’ sebelum mulai memasak, seperti yang biasa ia lakukan jika diminta menjadi juru masak hajatan. Tanpa pikir panjang, ‘sesaji’ pun disiapkan sebelum tamu-tamu yang datang memprotes hidangan yang dijasikan. Astaghfirulloh!
Duarr! Resepsi pernikahan si gadis selesai dilaksanakan. Tapi kabar seputar resepsi masih terus diperbincangkan. Lirikan dan bisikan sesama tamu undangan tentang pengantin perempuan yang tak bisa menutupi perutnya yang membesar bukan lagi hal yang ‘menarik’ untuk diperbincangkan, semuanya sudah tahu. Juga mengenai hidangan yang terasa seperti basi sudah tak dibahas lagi. Kini warga ‘disibukkan’ dengan kabar kerugian yang ditanggung keluarga si gadis. Sedikitnya tamu yang datang jauh dari jumlah yang diundang, juga kecilnya sumbangan yang mereka berikan konon menyebabkan keluarga ini harus menanggung kerugian besar. Jangankan mendapatkan kelebihan, sekedar balik modalpun tidak. Yang ada, hutang mereka untuk acara resepsi ini tidak tertutupi, bahkan semakin menganga. Astaghfirulloh!
***
Dar! Der! Dor! Bertubi-tubi fintah-fitnah dunia datang menyerang. Dari arah kanan, kiri, depan dan belakang. Setiap waktu, setiap tempat, dan setiap pelaku membawa fintah yang berbeda-beda, silih berganti. Dan kisah diatas hanyalah contoh dari fitnah-fitnah yang terjadi. Fitnah berubah menjadi fakta. Fakta yang mencengangkan dan memprihatinkan. Fakta-fakta itu bisa kita temukan, lihat dan rasakan dalam masyarakat kita. Dari kisah ini saja, ada banyak sekali fakta-fakta dalam masyarakat yang semestinya bisa kita jadikan pelajaran, diantaranya;
Pertama, fakta bahwa pergaulan bebas, perselingkuhan hingga perzinahan semakin sering terjadi. Tak hanya di kota-kota besar, tapi di pelosok-pelosok desa fakta seperti ini mudah di dapati. Pelaku dan kasusnyapun semakin bervariasi. Berita mengenai rumah tangga yang hancur karena perselingkuhan, remaja-remaja kehilangan masa depan karena berzinah dengan teman sekolah, maraknya praktek aborsi akibat pergaulan bebas, sering kita temukan di media massa. Bahkan, ‘mungkin’ salah satunya terjadi tak jauh dari tempat tinggal kita. Astaghfirulloh!
Kedua, fakta bahwa rasa malu sudah mulai menghilang. Manusia cenderung senang membeberkan aib ketimbang menutupinya. Jangankan aib orang lain, aib diri sendiripun mereka pamerkan sendiri. Salah dianggap lumrah, dosa dianggap biasa, maksiat dianggap hebat. Rasa malu tak lagi berlaku, maka ketika Allah dengan rahmat Nya menutupi aib seseorang, justru dirinya sendiri yang membeberkan kepada orang lain. Astaghfirulloh!
Ketiga, fakta bahwa syirik masih sering menyertai dalam kegiatan sehari-hari. Iyya kana’ budu wa iyya kanas ta’in hanyalah sekedar bacaan dalam sholat saja. Kenyataannya dalam praktik sehari-hari, syirik masih sering kita dapati, dengan segala tingkatan dan macam ragamnya. Bersandar kepada selain Allah, mempercayai ramalan, dukun dan mengikuti segala petunjuknya yang tak jarang sangat bertentangan dengan akal sehat. Sayangnya, pelaku-pelaku syirik ini bukan saja mereka yang tidak berpendidikan, tapi mereka yang memiliki pendidikan dan juga jabatan tinggi, masih mengandalkan jasa dukun untuk melanggengkan posisinya.
Keempat, fakta bahwa syukur terhadap nikmat telah mengalami pegeseran makna dan caranya. Jika nabi pernah mencontohkan kepada kita untuk bersedekah, berbagi rezeki dengan cara mengundang mereka dalam syukuran yang kita selenggarakan, maka sekarang tujuannya berbeda. Orang mengundang tetangga, sahabat dan juga kerabat dalam pesta yang diadakan, bukan murni untuk berbagi, bersedekah sebagai bentuk syukur atas nikmat yang Allah berikan, tapi ada maksud lain yaitu sebuah keuntungan. Tidak semuanya sama, insya Allah masih banyak hamba-hamba Allah yang melakukannya dengan benar-benar karena Allah dan mengharap keberkahan Allah semata. Tapi perhitungan pendapatan hingga memunculkan istilah untung rugi dalam sebuah hajatan, menjadi bukti bahwa sekecil apapun tetap terbersit harapan dan keinginan untuk mendapatkan yang lebih dari apa yang sudah diberikan. Hajatan tak ubahnya seperti perniagaan, ada penjual ada pembeli, Tamu datang silahkan makan, sebelum pulang tinggalkan uang. Astaghfirulloh!
Kelima, fakta bahwa manusia cenderung senang ‘memakan bangkai’ sesamanya. Menggunjing, menyebarkan aib orang lain adalah hal yang paling sering dan paling mudah kita dapati. Tak hanya perempuan, laki-lakipun terkadang sama saja. Tak hanya di warung sayuran, di pos rondapun terkadang juga. Orang cenderung menjadikan aib, kejelekan orang lain sebagai bahan pergunjingan ketimbang menjadikannya sebuah peringatan kepada diri sendiri dengan mengambil pelajaran dari kesalahan ataupun kekhilafan orang lain. Ketika orang lain melakukan kesalahan, kekhilafan maka semua membicarakannya seakan tak pernah melakukan kesalahan atau lupa bahwa kitapun bisa melakukan hal serupa jika tidak bisa mengambil pelajaran darinya.
Zaman semakin mendekati akhirnya, fitnah-fitnah dunia yang semula tak pernah terduga kini sudah mulai bermunculan, datang bertubi-tubi dari depan, belakang, kanan dan kiri. Fakta-fakta telah terpampang di depan mata. Mari lindungi diri kita, keluarga kita dari fitnah-fitnah dunia. Lindungi anak-anak kita dari pergaulan bebas. Lindungi rumah tangga kita dari kehancuran akibat perselingkuhan. Murnikan akidah, sandaran, harapan dan ibadah kita hanya karena Allah dan hanya mengharap ridho Allah. Mari selamatkan diri dan keluarga kita dengan cerdas menyikapi setiap kejadian. Ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita pergunakan untuk mengoreksi diri sendiri. Sibuk membicarakan, sibuk menyalahkan jelas tidak bermanfaat. Jangan hanya bicara, jangan hanya melihat, tapi pikirkan hikmah dan pelajaran apa yang bisa kita ambil untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Fitnah-fitnah dunia akan terus terjadi, tapi setidaknya bisa kita hindari. Pertebal keimanan, pegang teguh tuntunan Al Quran dan sunnah nabi adalah salah satu cara cerdas selamat dari fitnah akhir zaman. Insya Allah.
http://abisabila.multiply.com