Manusia Berwajah Semut

Siapa yang masih sombong? Haaaa?!!hari gene masih sombong? Jadul tuh. Kok jadul? Ya, jadul. Jadul dalam terminologi saya di sini sama dengan jaman dulu alias jahiliyah.

Tahu kan jahiliyah itu? Sederhananya, jahili saya beri label ndak mau menerima kebenaran yang sudah terang benderang kaya masyarakat Arab pra Islam. Sombong kok jadul? Bagaimana tidak, manusia itu memang mulia, tapi hilang kemuliaannya karena sombong.

Manusia itu banyak kelebihannya, tapi sombongnya itu, membuka kedoknya sendiri sebagai sarang dari segala kelemahan. Kok bisa? Bisa lah. Sebab kebenaran wahyu menyatakan bahwa sifat sombong itu templokan dari setan. Nah, setan itu musuh manusia. Lha, kalo manusia masih seneng ditemploki sombong padahal dia tahu setan itu musuhnya, kan jadu namanya.

Konon, Imam Ghazali dalam kitabnya ”Ihya’ ’Uluumiddiin” menuliskan rasa herannya, bagaimana mungkin manusia bisa bersifat sombong sementara di dalam jasadnya meyimpan satu sampai dua kilogram kotoran yang bau?

Sombong itu bukan sekedar ketemplokan durhaka setan, tapi juga merebut hak Allah. Setan sombong karena durhaka “abaa wastakbar”, sedangkan Allah sebagai Al-Mutakabbir adalah hak-Nya dan keagungan-Nya.

Sufyan bin Uyainah Rahimahullah pernah menyatakan,”siapa yang durhaka karena nafsu, semoga dia segera bertaubat, sebab Adam ‘alaihissalam juga pernah durhaka karena nafsu lalu dosanya diampuni. Tetapi jika durhakanya arena takabbur, semoga dia takut laknat, sebab Iblis durhaka karena takabbur, lalu Iblispun dilaknat”.

Abu Hurarirah pernah meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Allah Swt berfirman; Kemuliaan adalah pakaian-Ku, sedangkan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melepaskan keduanya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya”. (HR Muslim)

Sombong itu hanya bikin gemuk setan dan menyenangkan neraka. Bahaya, sebab biarpun secuplik ada takabbur di dasar hati, bakalan barabe. Kok bareba? Ya, karena, orang bisa dipending masuk surga sebab yang secuplik itu. “Laa yadkhulul jannata man kaan fi qalbihi mitsqaala dzarratin min kibrin”, tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada takabbur meskipun sebesar dzarrah. Demikian bunyi riwayat dari Imam Muslim.

Nun jauh di sana nanti, ada testimoni dari neraka. Bagaimana bunyi testimoninya? “Qaalatinnaaru,’uutsirtu bilmutakabbiriin”, Neraka berkata,”aku diistimewakan (karena dihuni) orang-orang yang sombong”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika hari gene dada masih membusung, kepala masih besar, menyangka diri bagai gajah yang memandang orang selalu kerdil bagai semut, bahaya. Sebab itu sama halnya kembali jadul, bagai jiwa yang belum pernah membaca kearifan wahyu.

Hati-hati memandang, menilai, menganggap, mempersepsikan orang sekerdil semut, nanti akan berbalik menjadi senjata makan tuan. Ada banyak orang di dunia ini gemar “menyemutkan” dan menginjak harga diri orang lain bagai menginjak semut, nanti di akhirat dialah yang akan “disemutkan”-bukan dikerubungi semut loh- karena sifat sombongnya itu.

”Yukhsyarul jabbaaruuna walmutakabbiruuna yawmal qiyaamati fii suurotidzdzarri yathouhumunnaasu lihawaanihim ‘alaAllaahi ‘azza wa jalla” Orang-orang yang lalim dan sombing akan dihimpun pada hari Qiyamat dalam rupa semut. Orang-orang menginjak-injak mereka karena kehinaan diri mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla’.(HR. Trmidzi, Ahmad)

BerPikir Ulang bahwa sombong hanya mengantarkan pada kehinaan sangat perlu sebagai upaya reflektif dan penyegaran bagi kesadaran diri. Silahkan manjadi pandai, intelek, profesor doktor, kyai, ustadz, ulama, agamawan, kaya, dialiri darah biru, nasab oke, keturunan terhormat, tampan, cantik, sukses, pejabat, asal jangan ditemploki sombong. Sebab jika tidak, bersiaplah menjadi seperti semut yang diinjak-injak orang di hadapan Allah.

Hanya saja, sombong itu bukan seperti panu yang menempel di kulit. Begitu segera dirasakan gatal dan warna kulit berubah putih, maka orang segera berusaha mengobati supaya jangan menyebar dan merusak penampilan kulit. Ia mudah disadari dan dideteksi. Bagaiman dengan sombong? Sebenarnya, ia juga “panu”.

Hanya saja ia menempel di hati dan perwujudannya menjalar ke seluruh tubuh, seluruh penampilan, seluruh aktivitas, seluruh yang diucap, didengar dan dilihat. Maka bisa saja ibadah atau amalan ketaatan seseorang nilainya hanya sombong. Kaya, duit, rumah, mobil, nasab, tampan-cantik, jabatan dan kesuksesan, alim-intelek tak ubahnya hanya refleksi dari rasa sombongnya.

Hadits tentang semut di atasa saya ambil dari bukunya Ibnu Qudamah, Minhaj al-Qashidin. Baru kali ini saya menemukan redaksi riwayat tentang penyerupaan semut bagi orang-orang sombong di akhirat kelak. S

Sayang sekali, Ibnu Qudamah tidak menyertakan status riwayat di atas. Setahu kita, semut termasuk hewan yang “diistimewakan” misalnya ada larangan membunuhnya, dijadikan nama salah satu surat dalam al-Qur’an (An-Naml [27] dan dimuat dialog kisah raja semut dan tentaranya pada surah itu ayat 18 dan 19. Ini dia dialognya:

Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari";

maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh".

Allahu a’lam, semoga kita dapat menemukan penjelasan status derajat riwayat Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad tentang semut itu. Hanya saja, semut yang dimuliakan Allah itu seringkali terinjak-injak oleh kita tanpa kita sadari.

Mungkin karena sebab diinjak-injak itulah tamsil penghinaan kehormatan siapapun yang sombong. Apa yang ada di benak kita saat melihat orang tengah diinjak-injak di muka umum? Begitulah tamsil bagi orang yang ketemplokkan sifat sombong. Apa masih tetep mau jadul? Na’udzubillah.

Allahu a’lam.

Depok, 14 Maret 2011.

[email protected]