Dua minggu sebelum bulan Juli berakhir, Episode pindahan kantor:
Packing barang, merapikan file, memberi tanda inisial pada peralatan yang akan dipindahkan. Tak terasa melelahkan. File yang terlihat sedikit tiba–tiba terasa begitu menggunung. Bersesakan berdus–dus.
Sementara kesibukan pindahan kantor menyita waktu dan tenaga, pekerjaan rutin harian harus tetap bisa berjalan sebagaimana biasanya.
Ups! Saya harus ke kantor pajak hari ini. Harus lapor SPT masa bulanan. Berkas sudah selesai jauh–jauh hari, namun entah kenapa saya baru teringat ini adalah hari terakhir pelaporan. Mungkin karena konsentrasi saya belakangan ini terhadap kepindahan kantor lebih menyita perhatian.
Tidak ada yang bisa mengantar saya menuju kantor pajak. Tanpa pikir panjang saya bergegas keluar kantor. “Siapa yang mengantar?, naik apa Mbak?" Teman sejawat memberikan perhatiannya.
“Ojek,” saya menjawab setengah berlari memburu waktu. Berharap agar tiba di sana tidak melewati pukul 5 sore ini. Saya masih menyimpan harapan. Walaupun waktunya teramatat mepet tapi menurut perhitungan saya masih memungkinkan untuk tiba di sana sebelum loket penerima laporan ditutup.
Pukul 16:40 Tiba digerbang kantor pajak.
“Loket masih buka, Pak?” saya bertanya kepada satpam yang menjaga gerbang gedung tersebut.
“Masih mbak, masih ada waktu 20 menit lagi,” bapak tersebut menjawab dengan ramah.
********
“Servernya sudah dimatikan, Bu” 3 orang anak muda petugas loket menolak laporan yang saya sodorkan secara halus.
“Bukankah loket tutup sampai jam 5 sore? Saya pernah baca pengumuman itu”
“Tapi servernya sudah ditutup bu, sudah mati,” petugas itu masih menjawab dengan nada sopan.
Seorang bapak yang tiba lebih dulu dari saya dengan membawa setumpuk berkas terlihat kesal. “Harusnya kan loket tutup jam 5, saya sudah jauh–jauh datang kesini, gimana ini…"
Semua petugas tak perduli dengan keluhan kami. Di sisa 15 menit menuju jam 5 tepat, saya tetap menunggu duduk di depan loket. Berharap mereka mau mengasihani saya. Petugas loket agak kagok melihat kami masih belum beranjak dari ruangan itu. Sementara saya masih menunggu dan saling mengerutu dengan bapak yang menjadi teman senasib saya, tiba-tiba suasana agak ramai, pegawai kantor dari bagian yang lain berseliweran dihadapankami. Oh, rupanya mereka bergegas hendak pulang.
Sudah saya duga, penantian ini sia–sia. Siapa yang mesti bertanggung jawab atas hal semacam ini? Bagian yang mengatur sistem server kah? Bagian Loket kah? Kepala Kantor Pelayanan Pajak kah? Atau salah saya sendiri yang kelewat pede meyakini bahwa mereka akan melayani saya sampai dengan tepat jam 5 sore.
Saya sangat mengerti jika petugas loket menolak, karena memang server sudah dimatikan. Dan saya juga bisa mengerti jika petugas yang bertanggungjawab pada bagian server telah menutup servernya sebelum jam 5 sore. Mungkin banyak data yang harus diback up sebelum server ditutup, atau banyak data yang harus dirapikan dan dibereskan petugas loket sebelum mereka pulang. Bukankah lebih baik dibuat jeda bahwa untuk menerima laporan ditutup misalkan sampai dengan jam 16:30 sore. Karena mereka butuh waktu untuk merapikan file sebelum loket ditutup. Dan, ketentuan itu bisa diinformasikan kepada semua wajib pajak. Saya yakin semua wajib pajak bisa mengerti, asalkan memang aturan tersebut berlaku secara konsisten.
Saya harus segera kembali ke kantor. Berikutnya saya juga harus menganggarkan dana untuk membayar denda administrasi keterlambatan pelaporan pajak. Tak apa, ini jadi pelajaran berharga bagi saya. Ya, hitung-hitung menyumbang untuk kas negara, siapa tahu bisa membantu menambal jalan yang berlubang di sana–sini..
20 Juli 2006 [email protected]