Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Ustadz, saya janda tinggal bersama dengan seorang anak jauh dari sanak keluarga, Allah telah mempertemukan saya dengan duda Nasrani yang kemudian bersedia masuk Islam dan mau menjalani hidup sebagai seorang muslim. Apakah boleh saya menunjuk seorang wali hakim mengingat ayah saya sudah meninggal, tidak ada saudara laki-laki dan terpisah jauh dengan keluarga besar saya untuk menikahkan saya dengan calon suami saya tersebut?
Pertanyaan kedua, saya ditalak mantan suami pada tanggal 15 Oktober 2006, kapan masa iddah saya berakhir dan boleh melangsungkan pernikahan dengan calon suami saya? Terima kasih atas jawabannya.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Di antara semua ulama imam mazhab, hanya madzab Hanafi saja yang membolehkan janda menikahkan diri sendiri dengan laki-laki yang akan menjadi suaminya. Selain itu, nyaris seluruh ulama sepakat bahwa menikah tanpa wali itu bukan nikah bahkan zina. Bertabur dalil yang menguatkan apa yang telah menjadi pendapat jumhur ulama ini. Di antaranya:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا, فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batil." (HR Arbaah kecuali An-Nasa’i- Abu Uwanah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya)
Selain itu juga ada hadits lainnya berikut ini:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَقَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ لَا تُزَوِّجُ اَلْمَرْأَةُ اَلْمَرْأَةَ, وَلَا تُزَوِّجُ اَلْمَرْأَةُ نَفْسَهَا رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ, وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ, وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah seorang wanita menikahkan wanita lainnya. Dan jangalah seorang wanita menikahkan dirinya sendiri." (HR Ibnu Majah dan Ad-Daruquthuni dengan rijal yang tsiqat)
Maka dalam hemat kami, selama anda masih punya wali, walaupun bukan ayat kandung, tetap wajib bagi anda untuk menikah dengan melalui wali.
Daftar Urutan Wali
Para ulama telah menetapkan daftar urutan wali yang disusun sesuai dengan kedekatannya kepada seorang wanita. Nomor urut pertama adalah ayah kandung, lalu nomor urut berikutnya adalah kakek, yang dalam hal ini adalah ayah kandungnya ayah kandung. Dan demikian seterusnya dengan aturan bahwa selama masih ada urutan yang di atasnya, maka yang di bawahnya belum boleh menggantikan.
- Ayah kandung
- Kakek, atau ayah dari ayah
- Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu
- Saudara (kakak/ adik laki-laki) se-ayah saja
- Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
- Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
- Saudara laki-laki ayah
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)
Seandainya anda masih punya salah satu dari daftar orang di atas, mintalah dirinya menjadi wali bagi anda. Bahkan meski seandainya beliau tidak mampu datang, beliau bisa mewakilkannya kepada orang lain, yang tentunya memenuhi persyaratan sebagai wali. Dan syarat sah menjadi wali adalah:
- Islam
- Berakal
- Baligh
- Merdeka
- Laki-laki
Seandainya semua pun sudah tidak ada lagi, maka tetap saja anda masih butuh wali dalam pernikahan. Tapi siapa? Wali anda saat itu adalah penguasa atau hakim.
Tetapi jangan salah paham dulu, sebab wali hakim itu bukanlah orang yang bisa anda tunjuk semaunya. Yang dimaksud dengan hakim itu adalah pemerintah atau penguasa yang sah. Karena anda warga negara Indonesia, maka wali anda adalah Bapak SBY. Namun karena kesibukannya, beliau boleh mewakilkan kepada Menteri Agama, pak Maftuh Basuni. Sebagai wakil, beliau boleh mewakilkan lagi kepada para pejabatnya hingga tingkat terendah yaitu petugas KUA.
Sebagai petugas KUA, tentunya mereka punya kewenangan sah dan resmi dari negara ini untuk menjadi wali atas diri anda. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Sultan adalah wali bagi wanita yang tidak punya wali
Masa Iddah Anda
Iddah seorang wanita ada beberapa macam, tergantung keadaan wanita itu dan penyebab terpisahnya dia dengan suaminya. Silahkan perhatikan tabel berikut ini
Sebab | Belum disentuh | Haidh (produktif) | Hamil | Tua (Menopouse) |
Cerai | 0 | 3 quru (2:228) | Melahirkan (65:4) | 3 bulan (65:4) |
Wafat | 0 | 4 bulan 10 hari (2:234) | Melahirkan (65:4) |
Dengan asumsi anda adalah wanita yang masih produktif, belum menopouse, masa iddah anda adalah 3 kali quru’. Dalilnya adalah firman Allah SWT L
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوَءٍ
Wanita-wanita yang dithalak hendaklah menahan dini (menunggu) selama tiga masa quru’. (Al—Baqarah: 228)
Tentang berapa lama masa quru`, di kalangan ulama berkembang dua pendapat. Pertama, masa suci dari haidh. Kedua, masa haid itu sendiri.
Namun yang menjadi pilihan buat mayoritas ulama adalah masa suci dari haidh. Hitungannya dimulai saat anda sedang suci dari haidh. Sebab bila anda dicerai saat sedang haidh, maka suami anda berdosa karena haram hukumnya menceraikan isteri pada saat sedang haidh.
Anggaplah pada tanggal 15 Oktober 2006 yang lalu anda sedang suci dari haidh. Maka masa suci itu sudah dihitung satu kali suci dari haidh. Kemudian anda mendapat haidh beberapa hari, lalu suci lagi sebulan kemudian, misalnya mulai tanggal 10 Nopember 2006. Masa suci ini berarti masa suci anda yang kedua. Lalu anda haidh lagi beberapa hari dan terus suci lagi, katakanlah pada tanggal 10 Desember 2006 nanti, maka di hari pertama anda suci dari haidh untuk yang ketiga kalinya, selesai sudah masa iddah anda.
Di hari itu juga, anda sudah boleh menikah lagi dengan laki-laki lain yang menjadi pilihan anda. Tapi tetap harus dengan keberadaan wali nikah yang sah.
Wallahu a’lam bishshawba, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.