Assalamu’alaikum wr. wb.
Pak Ustaz yang dirahmati dan disayang Alloh SWT, seorang suami menggauli isterinya pada nifas (belum 40 hari) karena tidak tahan menunggu masa nifasnya, yang menjadi pertanyaan:
a. Apakah hukumnya bagi si suami tersebut menggauli Isterinya pada saat masa nifasnya belum berakhir, apakah termasuk dosa besar (kategori zina)?
b. Apakah segala amal ibadah si suami tersebut akan ditolak oleh Allah SWT?
c. Bagaimana solusinya Pak Ustaz agar si suami kuat menahan sampai 40 hari, padahal dia sudah menjalankan puasa sunah Senin Kamis?
Atas jawaban pak Ustaz, saya ucapkan terima kasih.
Wassalam wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya kita tidak menemukan nash yang secara langsung menyebutkan haramnya seorang wanita yang sedang mendapat nifas untuk disebutuhi. Kecuali memang para ulama seringkali menyamakan kedudukan hukum antara wanita yang haidh dan nifas. Karena kedekatan kasus antara keduanya.
Maka untuk menjawab pertanyaan anda, yang digunakan adalah dalil-dalil untuk wanita yang mendapat haidh apabila disetubuhi oleh suaminya.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Sebagian mewajibkan denda (kaffarah), sementara sebagian lainnya tidak mewajibkannya.
a. Harus Bersekedah (kaffarat)
Menurut Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, bila seorang wanita sedang haid disetubuhi oleh suaminya maka ada hukuman berupa bersedekah untuk fakir miskin. Besarnya adalah satu dinar atau setengah dinar dan terserah memilih yang mana.
Sedangkan pada ahli hadits membedakan keduanya. Bila persetubuhn itu dilakukan saat darah sudah selesai tapi belum mandi janabah, maka nilainya cukup 1/2 dinar saja. Tetapi bila darah masih keluar sudah disetubuhi, maka dendanya 1 dinar.
Dalilnya adalah hadis Rasulullah SAW berikut:
وَعَن ابنِ عَبَّاسٍ رضيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي الذِي يَأْتِي امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ، قَالَ: يَتَصَدَّقُ بِدِيْنَارٍ أَوْ بِنِصْفِ دِيْنَارٍ، رَوَاهُ الخَمْسَةُ، وَصَحَّحَهُ الحَاكِمُ وَابْنُ القَطَّانِ، وَرَجَّح غَيرُهُمَا وَقْفَهُ
Dari Ibn Abbas dari Rasulullah SAW bersabda tentang orang yang menyetubuhi isterinya dalam keadaan haidh, "Orang yang menyetubuhi isterinya diwaktu haid haruslah bersedekah satu dinar atau setengah dinar." (HR. Khamsah dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Al-Qaththan)
b. Cukup beristighfar saja tanpa kewajiban bayar denda
Namun menurut jumhur ulama, orang tersebut cukup beristighfar saja tanpa kewajiban bayar denda. Di antaranya yang mengatakan demikian adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam As-syafi’i rahimahumullah. Lihat kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusy Al-Hafid jilid 1 halaman 153.
Al-Imam As-Syafi`i memandang bahwa bila terjadi kasus seperti itu tidaklah didenda dengan kafarat, melainkan hanya disunnahkan saja untuk bersedekah. Satu dinar bila melakukannya di awal haid, dan setengah dinar bila di akhir haid.
Dalil mereka adalah bahwa hadits yang menyebutkan kafarat itu hadis yang digunakan oleh Imam Ahmad di atas adalah hadits yang mudhtharib sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nailul Authar jilid 1 halaman 278. Sehingga tidak bisa dijadikan landasan dalam mengambil hukum.
Namun tentang amal suami itu tertolak dan tidak diterima Allah SWt, kami tidak menemukan dalil tentang hal itu.
Bagaimana Kiat Menahan Gejolak?
Sedangkan tentang bagaimana kiat menahan syahwat saat isteri sedang mendapat halangan, ada banyak caranya. Selain dengan bersabar dan puasa, syariah Islam tetap masih membolehkan percumbuan selain hubungan seksual.
Wanita yang sedang mendapat haid memang haram disetubuhi. Namun dibolehkan mencumbupada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi persetubuhan menurut Al-Hanabilah. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haid maka beliau menjawab:
وَعَنْ أَنَسٍ رضيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اليَهُودَ كَانت إِذا حَاضَتِ المَرْأَةُ فِيْهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: اصْنَعُوا كُلَّ شَىءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ، رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Anas ra. bahwa orang Yahudi bila para wanita mereka mendapat haidh, tidak memberikan makanan. Rasulullah SAW bersabda, "Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan." (HR Muslim)
وَعَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا قَالَت: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ، فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk memakain sarung, beliau mencumbuku sedangkan aku dalam keadaan datang haidh." (HR Muslim)
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.