Assalaamualaikum wr. wb.
Pak ustadz yang dirahmati Allah SWT, perkara warisan bagi anak laki-laki atau perempuan dari hasil perzinaan saya jelas, tapi yang masih menjadi pertanyaan adalah siapakah yang bisa atau berhak menikahkan anak perempuan hasil zina atau hasil perkosaan? Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Seorang wanita yang lahir dari hasil perzinaan kedua orang tuanya, secara hukum nasabnya terputus dari ayah kandungnya. Sehingga si ayah kandung itu tidak bisa menjadi wali atas dirinya.
Keadaan ini berlangsung hingga ayahnya itu menikahi ibunya secara syar’i. Dengan menikahnya mereka, maka hubungan nasab antara ayah dan anak akan tersambung kembali. Sehingga si ayah itu boleh dan berhak menjadi wali bagi anak gadisnya.
Seadainya pernikahan sah antara kedua orang tuanya itu tidak terlaksana, maka tidak ada garis nasab antara anak gadis itu dengan ayah biologisnya. Statusnya boleh dibilang hanya sebagai ayah biologis semata, bukan ayah secara hukum.
Maka bila anak gadis itu akan dinikahkan, hanya ada satu di antara dua pilihan. Pertama, meminta kepada si ayah biologis itu untuk menikahi ibu gadis itu, agar hubungan nasab antara keduanya bisa terbentuk kembali.
Kedua, bila gadis itu tidak punya wali, maka yang berwenang untuk menjadi wali baginya adalah penguasa (sultan). Sultan adalah pemerintah yang sah yang berkuasa di negeri tempat tinggalnya. Kalau dalam tatanan negara kita, wewenang itu biasanya ada pada hakim pada pengadilan agama atau petugas Kantor Urusan Agama Departemen Agama RI.
Ke kantor inilah si gadis mengurus masalah perwalian atas dirinya, bila akan menikah dengan seorang laki-laki.
Semua itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sultan (penguasa) adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali." (HR. Arba’ah)
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.