Assalamu’alaikum wr. wb.
Ustadz yang terhormat, saya ingin bertanya tentang wali nikah. Perlu diketahui bahwa ayah saya sudah meninggal dan ayah saya mempunyai empat orang saudara laki-laki. Saudara laki-laki ayah saya yang tertua menurut saya pemahaman agamanya kurang, sehingga saya belum bisa ridho jika nanti menjadi wali nikah saya. Adik ayah saya yang pertama juga sama, kurang pemahaman agamanya. Sedangkan yang menurut saya pemahaman agamanya lebih baik dan saya ridho apabila nantinya menjadi wali nikah saya adalah adik ayah yang kedua dan ketiga.
Pertanyaan saya apakah bisa wali nikah saya nantinya adalah adik ayah yang kedua atau ketiga? Jika tidak bisa bagaimana solusinya? Terima kasih banyak atas perhatian ustadz sebelumnya, semoga Allah membalas budi baik ustadz.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya urutan wali nikah itu ada delapan orang atau kalau diringkas menjadi enam orang, yaitu:
- Ayah kandung
- Ayahnya ayah kandung atau kakek
- Saudara laki-laki, baik yang lebih muda usianya (adik) atau yang lebih tua usianya (kakak). Diutamakan dalam hal ini adalah saudara yang seayah dan seibu, baru kemudian saudara yang seayah saja. Sedangkan saudara yang seibu tidak bisa menjadi wali.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki. Atau bisa juga dikatakan sebagai keponakan. Tetapi ingat, harus laki-laki dan anak dari dari saudara laki-laki.
- Paman, yaitu saudara laki-laki ayah. Baik yang lebih tua usianya atau pun yang lebih muda.
- Anak laki-laki dari paman, atau bisa dikatakan sebagai saudara sepupu.
Keenam orang ini duduk secara urut dalam daftar para wali, dalam arti bila orang yang berada pada urutan nomor satu gugur sebagai wali, entah karena sudah wafat atau karena tidak memenuhi syarat sebagai wali, maka orang yang berada pada urutan kedua menjadi wali. Dan begitulah seterusnya hingga ke nomor enam.
Seandainya semua wali dari urutan nomor satu hingga enam sudah meninggal semua, atau tidak memenuhi syarat sebagai wali, maka yang menjadi wali adalah penguasa (sultan). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
السلطان ولي من لا ولي له
Penguasa adalah wali bagi orang yang tidak punya wali
Namun sebagai pemimpin tertinggi negara, boleh saja tugas menjadi wali itu diwakilkan kepada bawahannya, terus hingga ketingkat petugas pencatat pernikahan, atau yang lebih kita kenal dengan KUA.
Mereka ini adalah representasi dari pemerintah yang sah, sehingga bila menjadi wali pengganti lantaran seorang wanita tidak punya wali, hal itu sah dan resmi serta diakui dalam hukum negara dan hukum negara.
Sedangkan syarat bagi seseorang untuk bisa menjadi wali ada enam:
- Beragama Islam, kecuali bila anak wanitanya masih beragama Kristen atau Yahudi, maka walinya boleh beragama sebagaimana agama anaknya. Namun bila anaknya beragama Islam, sementara orang tua atau wali-wali lainnya beragama non-Islam, gugurlah haknya sebagai wali.
- Laki-laki, sedangkan perempuan tidak pernah dibenarkan menjadi wali dalam sebuah pernikahan.
- Akil, maksudnya waras dan berakal, tidak gila atau idiot.
- Baligh, sedangkan bila masih anak-anak yang belum baligh, tidak sah menjadi wali sebuah akad nikah
- Merdeka bukan budak
- Adil, dalam arti dia menjalankan agama Islam dengan baik dan benar. Tidak ada yang gugur dari syahadatnya serta bukan pelaku dosa besar.
Dari dua penjelasan di atas, maka sebelum anda menjadikan paman sebagai wali, masih ada kakek dan saudara serta anak saudara yang perlu dimajukan dalam hal menjadi wali bagi anda.
Hanya bila mereka tidak ada, atau sudah wafat atau tidak memenuhi sayarat sebagai wali, barulah paman berhak untuk menjadi wali. Adapun siapa di antara mereka yang lebih berhak, tidak harus urut yang lebih tua, bisa saja yang lebih muda. Yang penting mereka memenuhi standar kriteria sahnya seorang wali.
Wallahu a’lam bishshawab, Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.