Assalamu’alaikum wr. Wb.
Saya ingin mengajukan pertanyaan tentang masalah yang saya hadapi sebagai berikut.:
Secara hukum formal Indonesia, saya adalah duda, tapi saya telah menikah sirri (dinikahkan oleh Ulama, tidak di KUA)dengan seorang gadis. Saat ini saya sedang berada diluar negeri menjalani tugas dari tempat saya bekerja, sedang isteri sirri saya di Indonesia.
Insya Allah sepulang dari luar negeri, saya akan menikahi isteri sirri saya secara resmi (nikah KUA). Namun, ketika di luar negeri, saya terjerumus dalam perbuatan dosa. Saya pernah melakukan cumbuan (petting) dengan seorang wanita rekan kerja yang sudah bersuami.
Sewaktu melakukan petting, saya dan wanita tersebut, memakai pakaian, jadi -maaf- alat kelamin saya dan dia tidak bertemu secara langsung (saya tidak sampai memasukkan -maaf- alat kelamin saya ke dalam -maaf- alamat kelaminnya), namun demikian, saya mengalami -maaf- ejakulasi dalam celana jins saya.
Setelah melakukan perbuatan itu, saya merasa menyesal. Saya mengakui kepada Allah sambil menangis bahwa saya bersalah dan berdosa. Saya melakukan sholat taubat kepada Allah, memohon ampun dan rahmat Allah atas dosa saya tersebut. Saya berjanji bahwa saya tidak akan mengulangi lagi perbuatan itu dan saya berusaha menjauhi wanita tersebut dan menjadikan hubungan saya dengannya hanya sebatas hubungan rekan kerja.
Yang menjadi pertanyaan saya:
- Apakah perbuatan saya tersebut (petting) sudah termasuk dalam definisi zina menurut syariah?
- Apabila wanita itu hamil, apakah petting tersebut menjadi zina? (saya pernah membaca bahwa petting dapat menyebabkan kehamilan, meskipun tidak ada -maaf- penetrasi dari alat lelamin pria ke dalam alat kelamin wanita)
- Karena Indonesia tidak menerapkan hukum pidana syariah Islam, apakahyangdapat saya lakukan untuk bertaubat dan menebus dosa saya?
- Apakah saya harus mengaku terus terang kepada suami wanita tersebut dan juga isteri sirri saya akan perbuatan saya tersebut sebagai bagian dari taubat saya?
Demikian pertanyaan saya, mohon jawaban.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
1. Benar sekali bahwa petting yang anda lakukan itu sudah termasuk kategori zina atau mendekati zina. Dan sekedar mendekati zina sudah diharamkan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’: 32)
Jangankan petting, memandang bagian tubuh selain wajah dan tapak tangan pun sudah termasuk kategori melihat hal yang haram, dan itu bagian dari zina.
Bahkan telinga, tangan, hati dan semua anggota badan, punya cara sendiri-sendiri untuk berzina. Bukan hanya kemaluan saja. Dan semua itu mengakibatkan dosa besar di sisi Allah.
Dan kalau sampai terjadi penetrasi, maka hukumannya di dunia ini adalah rajam, yaitu dilempari dengan batu hingga mati. Namun bila pelaku zina ini belum pernah menikah secara syar’i, hukumannya adalah cambuk 100 kali dan diasingkan 1 tahun.
2. Apabila wanita itu hamil, maka secara urusan nasab yang syar’i memang bukan anak anda. Sebab wanita itu bukan isteri anda, sehingga anak yang lahir dari rahimnya meski dari air mani anda, bukanlah anak anda secara nasab sayar’i.
Yang kedua karena memang tidak terjadi penetrasi (masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan), sehingga juga tidak terjadi pertautan nasab antaran anda dengan anak itu.
Di dalam kitab Kasysyaf Al-Qanna’ jilid 3 halaman 258-259 disebutkan, "Dan apabila air mani itu air mani haram, seperti bukan milik suami yang sah, makatidak ada hubungan nasab."
3. Karena di Indonesia tidak dilaksanakan hukum pidana syariah, maka tidak mungkin dijalankan hukum cambuk atau rajam. Namun anda sendiri bukanlah orang yang wajib dicambuk atau dirajam, karena zina yang anda lakukan belum termasuk kategori zina yang mewajibkan cambuk dan rajam.
Batasannya adalah masuknya ember ke dalam sumur, yaitu masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita yang haram (bukan isteri) meski tidak sampai keluar mani.
Maka jalan yang mutlak harus anda lakukan adalah bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya. Bukan taubat yang asal-asalan dan punya kemungkinan kembali lagi. Mintalah ampuna kepada Allah SWT dengan sebenar-benar permintaan. Tamballah semua kesalahan anda dengan memperbanyak amal kebajikan, rajin shalat, puasa, zakat dan semua ibadah lainnya. Jangan lupa untuk bermurah hati kepada fakir miskin dan anak yatim.
4. Anda tidak diwajibkan untuk melakukan pengakuan dosa di depan orang-orang, termasuk kepada suami wanita tersebut. Sebaiknya anda tutupi dengan rapat dan lupakan untuk selamanya. Semoga dengan rapatnya rahasia itu, Allah juga akan menutup semua dosa anda.
Sebab di masa nabi ada seorang yang melakukan sebuah dosa di malam hari, lalu Allah tutup dosanya, namun di pagi harinya, dia sendiri yang membuka kembali dosanya dengan jalan bercerita kepada orang lain bahwa tadi malam dirinya telah melakukan dosa. Maka dosanya yang hampir diampuni kemudian menjadi besar lagi.
Islam mengharuskan seorang yang melakukan kesalahan untuk minta ampun, tetapi melarang untuk membuat pengakuan dosa kepada orang lain. Sebab Islam tidak mengenal ritual pengakuan dosa. Kecuali bila dibutuhkan oleh hakim yang menyidang kasus ini.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc