Pernikahan Anak Perempuan Adopsi

Ustadz,

Kembali mengenai WALI HAKIM, bagaimana mengawinkan anak perempuan adopsi yang tidak tahu asal usulnya di mana saat kami mengadopsi tidak diketahui Bapak dan keluarganya. Apalagi sejak diambil saat bayi usia 7(tujuh) hari dan hanya ingin memiliki seorang anak perempuan serta berjalan sampai dewasa untuk saatnya dia memutuskan untuk kawin dengan pilihannya. Apakah tetap menggunakan tata urutan sesuai daftar yang bisa menjadi wali?

Bagaimana menyikapi hal ini Ustadz, di mana cepat atau lambat kami sebagai orang tua angkatnya memberitahukan secara jujur bahwa kami bukan orang tua kandungnya sebelum dia berangkat dewasa.

Wassalam,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bila seorang wanita sudah tidak ketahuan lagi asal-usul keluarganya, entah sudah wafat atau karena sebab lain, maka yang menjadi wali atasnya adalah pemerintah yang sah.

Kalau di Indonesia, berarti yang menjadi wali adalah Presiden SBY. Kalau di Saudi Arabia, yang jadi wali berarti Raja Abdullah. Dan di zaman nabi SAW masih hidup menjadi pemimpin tertinggi pemerintahan, yang jadi wali adalah diri beliau SAW, dalam kapasitas sebagai pemipin negara.

Hal ini berdasarkan sabda beliau sendiri yang kita temui di dalam kitab-kitab hadits nabawi.

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَبُو عَوَانَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sultan (penguasa) adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali." (HR Arba’ah)

Namun ketika sebuah negara meluas dan rakyatnya menjadi semakin banyak, tentu saja seorang kepala boleh mewakilkan wewenangnya kepada orang lain. Sebagaimana seorang ayah kandung juga boleh memberikan wewenangnya sebagai wali kepada orang lain.

Misalnya, ada seorang ayah yang punya anak gadis jauh dari kampung halaman. Maka si ayah boleh mewakilkan statusnya sebagai wali kepada orang lain, bila tidak mungkin menghadiri langsung akad nikah anaknya.

Demikian pula dengan pemimpin negara di masa kini. Rakyat Indonesia mencapai 1/4 milyar orang. Kalau semua kasus wanita yang tidak punya wali harus dikerjakan oleh seorang SBY sendirian, maka tugas presiden hanya menikahkan orang.

Maka SBY sebagai presiden memberikan wewenang itu kepada bawahannya. Misalnya dalam hal ini kepada menteri agama RI, Bapak Maftuh Basuni.

Beliau pun mungkin punya tugas-tugas lain yang bertumpuk, maka beliau memberikan wewenang itu kepada bawahannya sedemikian rupa hingga jenjang yang paling bawah. Misalnya kepala Kantor Urusan Agama (KUA).

Maka secara syariah yang benar, KUA inilah yang berwenang untuk menjadi wali nikah bagi para wanita yang tidak punya ayah kandung.

Tentunya setelah diupayakan terlebih dahulu serangkaian pengecekan dan penelusuran tentang jati diri si anak gadis ini. Bila semua upayatelah sia-sia, majulahBapak KUA sebagai representasi dari pak SBY.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc