Nikah dengan Wanita Non Muslim

Yth.Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc.

Saya lajang usia tahun 2007 ini memasuki 41 th, saat ini saya berpacaran dengan wanita keturunan(China) danNon Muslim, saya berniat menikah dengan nya begitu juga dengan Dia, tapi kami bersikukuh pada agama kami masing-masing. Diatakut masuk Islam krn Dia menyasikan sendiri, betapa brutalnya orang-orang Islam me-ngobrak abrik kios majalah yang pedagangnya orang "Kecil" Muslim pula dan tayangan TV yang memojokan Islam. Saya berharap stlh menikah dengan saya Dia mau memeluk Islam, krn saya ingin menunjukan bhw Islam itu adalah Agama yang Sempurna dan tidak seperti yang diperkirakan. Yang saya ingin tanyakan bolehkan laki-laki Muslim menikah dengan wanita Non Muslim(Kristen Protestan)?? Adakah ayat Al-Quran yang berbicara tgg masalah perkawainan ini?? Kalo boleh bagaimana caranya?? Saya ingin sekali berdialog masalah ini dengan bapak, bagaimana caranya bisaberbicara langsung dengan bapak??

Terima Kasih

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Secara tegas Al-Quran sejak 14 abad lampau telah memberikan kehalalan bagi laki-laki muslim untuk menikahi wanita ahli kitab. Silahkan baca surat Al-Maidah:

(dihalalkan bagimu menikahi wanita) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu. (QS. Al-Maidah: 5)

Semua ulama ahli syariah pun sepakat membenarkan tentang halalnya pria muslim menikahi wanita ahli kitab. Demikian juga dengan pendapat 4 imam mazhab, semua menghalalkannya.

Namun ada beberapa hal yang perlu kiranya dijadikan bahan pertimbangan, antara lain:

1. Masalah beda pendapat tentang pengertian ahli kitab

Harus diakui di balik dari tegasnya ayat Al-Quran dan sepakatnya jumhur ulama, ternyata masih ada pendapat sebagian ulama yang membatasi pengertian dan batasan ahli kitab.

Di antaranya ada yang menyebutkan bahwa wanita kristen itu tidak lain adalah wanita musyrikah, karena menyembah Yesus. Atau ada yang mengatakan bahwa yang masuk dalam kriteria ahli kitab hanyalah mereka yang keturunan langsung dari bani Israil. Bukan bangsa-bangsa lain yang dikristenkan.

Rupanya pendapat mereka mengembalikan pengertian ahli kitab kepada unsur keturunan, bukan kepada status. Di antara yang berpendapat demikian antara lain Dr. Salim Segaf Al-Jufri, sebagaimana pernah kami tanyakan hal ini saat kami masih kuliah dulu. Beliau membatasi pengertian wanita ahli kitab pada keturunan (sulalah) bani Israil saja, sedangkan wanita kritsten dari bangsa di luar itu, tidak termasuk hukum wanita ahli kitab.

Kalau menggunakan batasan ini, maka calon isteri anda yang keturunan cina itu tidak termasuk wanita ahli kitab. Tapi kalau kita menggunakan pendapat jumhur ulama yang tidak membedakan berdasarkan keturunan atau nasab, maka hukumnya boleh secara syariah. Yang jadi ukuran semata-mata status yang telah diikrarkan oleh yang bersangkutan.

Testnya mudah saja untuk membedakan apakah seseorang itu termasuk ahli kitab atau bukan, yaitu kita tanyakan kepadanya tentang agamanya, apakah anda seorang nasrani? Kalau dia menjawab ‘ya’, maka dia adalah seorang nasrani. Urusan dia percaya atau tidak percaya kepada bible, gereja, yesus atau doktrin-doktrin lainnya, tidak perlu kita risaukan. Pokoknya, begitu seseorang mengaku beragama kristen, maka secara hukum syariah kita perlakukan sebagai pemeluk agama itu.

Kalau seandainya dia meninggal, kita tidak perlu wawancara dulu tentang detail-detail doktrin agamanya, langsung saja kita kuburkan di pekuburan kristen, selesai.

2. Masalah styreotype umat Islam

Hal kedua yang jadi bahan pertimbangan adalah cara pandang sebagian umat Islam atas pernikahan model begini.

Kenyataan yang sulit dihindari adalah bahwa sebagian masyarakat kita ini meski mengaku muslim, tapi sangat awam dengan agamanya. Lihatlah Aa Gym yang berpoligami secara 100% halal, tapi habislah beliau dihujani hujatan, makian, cemooh, cibiran, bahkan fitnah berkepanjangan. Sementara Maria Eva yang jelas berzina dan menggugurkan bayi, malah mendapat simpati.

Aa Gym pasti sudah tahu resiko dicibirkan oleh orang yang dahulu memuja dirinya. Sangat menyakitkan pastinya.

Tinggal semua kembali kepada anda, tentunya panen kritik dan hal-hal sejenis pun akan terjadi. Padahal Al-Qruan dan syariah Islam sudah 100% menghalalkannya. Tetapi anda harus berhadapan dengan keawaman mereka plus sikap anarkisnya juga.

3. Masalah Fitnah dan Politik

Masalah ketiga adalah masalah fitnah di dalam tubuh umat Islam, lebi tepatnya di dalam lingkungan wanita muslimah. Masih banyak wanita muslimah yang sudah paten, shalihah, qanitah, berketurunan baik-baik dan lainnya, mengapa harus jauh-jauh mencari wanita yang masih belum jelas agamanya?

Hal ini juga yang dahulu jadi motivasi mengapa khalifah Umar bin Al-Khattab ra berkirim surat kepada bawahannya yang menikahi wanita ahli kitab.

Konon surat khalifah itu sangat tegas, "Jangan kamu letakkan suratkku ini sebelum kamu ceraikan dulu isterimu yang ahli kitab itu."

Tentu perintah khalifah itu bukan untuk menentang kehalalan yang sudah jelas di dalam Al-Quran, melainkan sebagai politisi, beliau punya kebijakan-kebijakan internal demi mendapatkan tujuan-tujuan yang lebih besar.

Mungkin beliau berpandangan lebih baik memerintahkan bawaannya untuk menceraikan isteri dari ahli kitab, dari pada timbul gelombang fitnah besar di dalam negeri, yang tentunya akan berimbas pada ketidak-stabilan politik lebih besar. Toh para bawahannya itu sudah punya isteri sebelumnya.

4. Masalah Pendidikan Anak dan Keluarga

Masalah ini juga perlu untuk dipertimbangkan matang-matang. Sebab masalah hidayah masuk Islam kan urusan Allah SWT. Meski pernikahan anda tetap halal untuk selamanya tanpa ada syarat masuk Islamnya isrti, namun bagaimana dengan pendidikan anak-anak anda.

Pastinya anda berkewajiban punya keturunan yang beragama Islam, bukan beragama sebagaimana agama ibunya. Kecuali bila anda memang tidak berniat punya keturunan dari isteri anda itu.

Tapi normalnya semua orang menikah pasti menginginkan anak keturunan.

Wallahu ‘alam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc