Menikah di Depan Jenazah

Ass. wr. wb.

Saya ingin tahu masalah pernikahan yang dilakukan di depan jenazah orang tua. Ada teman saya ketika ayahnya meninggal, sebelum dikebumikan anaknya dinikahkan siri, dengan alasan pada waktu itu ayahnya bilang kalau ingin melihat pernikahan anaknya. Apakah pernikahan di depan jenazah ada dalam Islam dan apakah hukum bagi orang yang melakukannya? Terima kasih atas informasinya.

Wass.wr.wb

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau keinginan sang ayah adalah ingin melihat pernikahan anaknya, namun beliau sudah lebih dulu dipanggil Allah SWT, tentu tidak bisa dilaksanakan. Sebab jenazah yang sudah wafat itu mana mungkin bisa melihat peristiwa pernikahan, bukan?

Jadi sesungguhnya perbuatan itu hanya akal-akalan saja, sama sekali tidak masuk logika syariah. Sebab orang yang sudah wafat tidak bisa melihat atau menyaksikan apapun.

Sedangkan kalau dikatakan bahwa arwah seseorang yang sudah meninggal masih bisa melihat dan mendengar suara orang yang masih hidup, memang ada benarnya. Tetapi perlu diingat bahwa hal itu tidak ada kaitannya dengan jenazahnya.

Rasulullah SAW dahulu pernah diriwayatkan berbicara dengan penghuni kubur, lalu para shahabat bertanya, apakah orang mati bisa mendengar. Pertanyaan itu dijawab oleh beliau bahwa hal itu memang benar. Bahkan semua makhluk di dunia ini mendengarnya, kecuali manusia.

Tapi riwayat ini sama sekali tidak menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berbicara dengan mayat sebelum dikubur, melainkan dengan ruh orang yang jasadnya sudah dikuburkan.

Walhasil, kalau logika yang seperti ini mau dipakai juga, tentu pernikahan tidak harus dilakukan di depan jenazah yang wafat, tetapi bisa kapan saja dan di mana saja. Toh menurut pendapat ini, ruh manusia bisa menyaksikan keluarganya.

Akan tetapi apakah ruh itu kemudian gentayangan dan jadi hantu yang menakuti anak-anak, tentu tidak demikian. Kalau dikatakan ruh itu bisa menyaksikan, hanya sebatas menyaksikan saja. Tetapi tidak bisa menjelma di alam nyata sambil melakukan keonaran di sana-sini. Yang melakukan hal-hal seperti itu bukan ruh manusia, melainkan jin yang menyamar dan menakuti orang kampung dengan tujuan agar orang-orang melakukan kemusyrikan.

Sebab bila ada hantu gentayangan, biasanya dipanggilkan dukun. Lalu dukun akan ‘mengusir’ hantu itu, tapi minta syarat. Justru di dalam syarat itulah terdapat jebakan hal-hal yang syirik. Sekali dituruti, maka jin itu akan terus berupaya memperdaya manusia.

Kembai kepada pernikahan di depan jenazah, secara sosial dan semangat pernikahan, justru tidak layak. Sebab Rasulullah SAW selalu memposisikan pernikahan itu dengan kebahagiaan. Bahkan sampai beliau memerintahkan agar dihidangkan makanan walimah, hingga dibolehkannya nyanyian dengan alat pukul.

Semua itu memberi isyarat kepada kita bahwa pernikahan itu adalah kegembiraan, bukan kesedihan. Apalagi harus di depan jenazah. Tentu tidak demikian pesan yang kita tangkap.

Apalagi mengingat bahwa yang dimaksud bahwa orang tua ingin melihat anaknya menikah, tentu bukan setelah wafatnya, tetapi ketika masih hidup.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.