Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pak ustadz, bagaimana kalau pada ijab kabul, mas kawin berupa perhiasan emas, berat yang disebutkan ternyata kurang dari berat yang sebenarnya. apakah sah akadnya?
Wassalam
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Akad nikah punya sedikit persamaan dengan akad jual beli, meski tidak 100% sama. Kesamaannya adalah dari sisi adanya muqabalah (saling tukar). Pihak wali seolah memberikan puterinya dan pihak calon suami membayar dengan maharnya.
Maka dalam akad memang disebutkan kedua hal yang dipertukarkan. Yang pertama disebutkan tentang siapa wanita yang dinikahkan. Yang kedua disebutkan ‘biaya pembayarannya’, yaitu mas kawin. Meski bukan berarti maknanya bahwa pengantin wanita dijual. Sebab pengantin wanita adalah manusia, bukan barang yang boleh diperjual-belikan.
Ini hanya pengibaratan atau perbandingan belaka, bukan menyamakan wanita dengan barang.
Maka ketika disebutkan jati diri atau sosok wanita yang dinikahkan, bersamaan dengan itu juga disebutkan bentuk maharnya. Kalau berbentuk uang tunai, maka disebutkan jumlahnya dan mata uangnya. Kalau berbentuk emas, maka disebutkan beratnya.
Bila dalam akad itu terjadi kesalahan sebut, maka dikembalikan kepada niatnya. Misalnya, niatnya adalah emas seberat 20 gram, tetapi ketika disebutkan yang terucap 40 gram, berarti kurang 20 gram.
Dalam hal ini seandainya yang terjadi betul-betul memang salah ucap, bukan sengaja atau berunsur penipuan, dan pihak wali mengetahui sepenuhnya dan rela atas hal itu, maka akad itu tetap sah. Tidak perlu diulang dan tidak ada hutang pihak suami kepada isteri.
Namun bila kasusnya bukan salah ucap, melainkan memang emas yang bisa diberikan memang kurang mencukupi, maka statusnya menjadi hutang pihak suami kepada pihak isteri. Dan berhutang dalam masalah mas kawin merupakan hal yang lazim dan dibenarkan. Bahkan juga boleh dicicil atau diangsur. Hutang ini adalah hak isteri yang boleh ditagihkan kepada suami.
Dan bila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, di mana masing-masing bersikeras dengan apa yang dipahaminya, maka yang dijadikan pegangan adalah lafadz akad yang telah diucapkan.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc