Assalamu’alaikum wr. wb.
Pak Ustadz, saya ingin bertanya, apakah boleh seseorang menikah lagi dengan sepupu isterinya (anak dari adiknya ayah isteri) walaupun isterinya masih ada (hidup)? Terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Menduakan isteri di dalam Islam dibolehkan, selama memang terpenuhi syaratnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa’: 3)
Namun ada larangan tegas untuk memadu dua wanita yang masih bersaudara langsung. Kecuali bila salah satunya sudah dicerai atau sudah meninggal dunia.
Adalah khalifah Utsman bin Al-Affan radhiyallahu anhu dijuluki Dzun-Nurain. Artinya orang yang punya dua cahaya. Dua cahaya itu tidak lain adalah dua puteri Rasulullah SAW yang menjadi isteri-isteri beliau.
Namun kedua puteri Rasulullah SAW tidak dinikahinya dalam satu masa, melainkan pada dua zaman yang berbeda. Karena salah satunya sudah wafat, beliau menikahi saudari isterinya.
Sedangkan bila dinikahi dalam kurun waktu yang sama, hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah SWT:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
Diharamkan atas kamu (untuk menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu, anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu, maka tidak berdosa kamu mengawininya, isteri-isteri anak kandungmu dan menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa’: 23)
Demikian juga menikahi bibi dari isteri, termasuk hal yang ikut diharamkan juga. Sebagaimana hadits berikut ini:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ اَلنَّبِيَّ قَالَ لَا يُجْمَعُ بَيْنَ اَلْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا, وَلَا بَيْنَ اَلْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Hurairah ra. bahwa nabi SAW bersabda, "Janganlah dimadu antara seorang wanita dengan ammahnya (bibi dari pihak ayahnya) atau khalahnya (bibi dari pihak ibunya). (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Menikahi Sepupu Isteri
Saudara sepupu isteri memang masih terbilang famili juga, namun oleh syariah Islam dianggap sudah agak jauh hubungannya bila dibandingkan dengan saudara kandung isteri atau bibi dari isteri. Sehingga pada dasarnya tidak ada larangan bila seorang suami memadu isterinya dengan saudara sepupu isterinya itu dalam waktu yang bersamaan.
Meski secara psikologis mungkin kita merasa hubungan sepupu masih terlalu dekat, namun ukuran halal haram itu bukan didasarkan pada perasaan, melainkan pada ketentuan dari langit.
Betapa banyak orang-orang yang telah terlanjur menganggap sepupunya yang perempuan sebagai adik sendiri, sehingga dibolehkan saja berduaan tanpa mahram, bahkan bepergian bersama sampai menginap dan seterusnya.
Padahal dari sudut pandang syairah, laki-laki dan wanita yang sepupuan itu tetap bukan mahram, sehingga haram berkhalawat. Dan konsekuensi terbaliknya, justru mereka berdua dihalalkan untuk menikah menjadi sepasang suami isteri.
Ini menunjukkan bahwa hubungan sepupu adalah ‘saudara jauh’, maka wajar pula bila memadu dua wanita yang bersepupuan itu tidak dilarang dalam syariah.
Namun sesuatu yang hukumnya halal jangan dipelintir menjadi wajib. Halal adalah sekedar boleh, bukan sebuah keharusan.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.