Assalamu’alaikum wr. wb.
Pak, kami ingin mengangkat anak yatim piatu, tetapi bingung, jika anak laki-laki nanti kalau sudah baligh istri saya harus menjaga jarak dan berjilbab di depan dia, demikian juga sebaliknya kalau anak perempuan saya yang bingung. Jadi bagaimana supaya anak angkat jadi mahram kami? Jika mengangkat anak yatim piatu yang masih bayi, kemudian istri saya menyusuinya apakah dengan demikian anak itu akan menjadi mahram? Jika bisa jadi mahram, berapa lama anak itu harus disusui dan bagaimana syaratnya? Terima Kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dalam syariat Islam, ada tiga sebab yang menyebabkan hubungan seorang laki-laki menjadi mahram dengan seorang wanita. Pertama, hubungan nasab. Kedua, hubungan pernikahan dan ketiga hubungan persusuan.
Pertama: Hubungan Nasab
Dengan adanya hubungan nasab yang asli. Misalnya hubungan antara ibu dengan anak laki-lakinya, atau hubungan antara soerang laki-laki dengan saudara perempuannnya, atau hubungan seorang laki-laki dengan saudara perempuan ibunya (bibi).
Dalam kasus anda, anak angkat itu secara nasab bukanlah anak anda berdua, melainkan anak orang lain. Dan secara syar’i, tidak dikenal proses penggantian nasab, bahkan meski secara hukum manusiawi diakui, tetap saja di sisi Allah menjadi hal yang haram. Islam tidak mengenal adopsi anak.
Kedua: Hubungan Pernikahan
Dengan ada hubungan pernikahan. Maksudnya bukan berarti istri anda menikah dengan anak yatim tersebut, hal itu tentu tidak mungkin karena istri anda sudah bersuami yaitu anda sendiri.
Kemahraman karena pernikahan adalah dengan dinikahkannya anak yatim itu dengan orang-orang yang masih ada hubungan nasab dengan istri anda. Dan caranya adalah dengan menikahkannya dengan anak perempuan istri anda. Sehingga posisi anak tersebut dengan istri anda sebagai anak menantu. Anak itu memanggil istri anda sebagai ibu mertua.
Hubungan anak mantu dengan ibu mertua adalah hubungan mahram, sehingga si ibu mertua dibolehkan terlihat sebagian auratnya, seperti rambut, tangan dan kaki. Juga dibolehkan berduaan (khalwat), misalnya mengantar pergi atau bermobil berdua. Hal itu dibenarkan karena keduanya menjadi mahram.
Ketiga: Hubungan Persusuan
Persusuan secara syar’ bisa menyebabkan hubungan mahram antara seorang laki-laki dan wanita. Dahulu Rasulullah SAW pernah disusui oleh Halimah As-Sa’diyah, sehingga beliau bermahram dengannya dan juga dengan anak wanitanya, Asy-Syaima’.
Kemahraman karena persusuan ini dilandasi dengan firman Allah SWT:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Diharamkan atas kamu ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu , maka tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu ; dan menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa’: 23)
Juga dilandasi dengan sabda Rasulullah SAW:
Persusuan itu menyebabkan kemahraman sebagaimana mahramnya nasab. (HR Bukhari Fath 5/253 dan Muslim 2/1072)
Maka agar anak yatim itu menjadi mahram istri anda bila besar nanti, bisa saja sekarang ini sejak masih disusui oleh istri anda. Otomatis nanti bila istri anda punya anak perempuan, dia pun akan bermahram dengannya. Sebab mereka berdua adalah saudara sepersusuan. Dan konsekuensinya, di antara mereka berdua diharamkan terjadi pernikahan selama-lamanya.
Kriteria Persusuan yang Menyebabkan Kemahraman
Namun bagaimanakah bentuk menyusui anak yang bisa menyebabkan kemahraman? Para ulama menetapkan kriterianya berdasarkan dalil-dalil sunnah sebagai berikut:
1. Penyusuan Dilakukan Semasa Bayi Sebelum Berusia 2 Tahun
Para fuqoha dari kalangan As-Syafiiyah dan Al-Hanabilah, termasuk Abu Yusuf dan Muhammad dari ulama Al-Hanafiyah berpendapat bahwasanya usia yang yang dapat menyebabkan terjadinya keharaman adalah dua tahun. Bila lebih dari itu maka tidak bisa mengharamkan. Hujjah mereka adalah firman Alloh SWT:
“Dan para ibu hendaklah mereka menyusi anak-anak mereka dua tahun penuh bagi siapa yang ingin meyempurnakan susuannya.” (QS Al-Baqarah: 233)
Mereka berpendapat bahwa Allah menjadikan batas maksimal menyusui adalah genap dua tahun, dan lebih dari itu tidak berlaku apapun.
Namun sebagian ulama mengatakan bila seorang bayi sudah berhenti menyusu, lalu suatu hari dia menyusu lagi kepada seseorang, maka hal itu masih bisa menyebabkan kemahramannya kepada saudara sesusuannya. Di antara mereka adalah pandangan ibunda mukimin Aisyah ra. dan Al-Hanafiyah.
Pendapat mereka itu didasarkan pada hadits dalam shahih Muslim
Dari Zainab binti Ummi Salamah bahwasanya ia berkata kepada Aisyah ra: “Sesungguhnya ada seorang anak yang sudah besar biasa masuk padamu yang mungkin tidak akan aku izinkan masuk padaku”. Maka Aisyah ra berkata: “Bukankan ada contoh dari Rasulullah SAW bagimu?” Ia berkata: Sesungguhnya istri Abi Hudzaifah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Salim biasa masuk padaku sedangkan dia sudah besar. Dan dalam pikiran Abu Khudzaifah ada sesuatu (kecurigaan).” Rasulullah SAW bersabda, "Susuilah dia sehingga ia boleh masuk padamu.” (HR Muslim 21077)
Dan dalam kondisi yang sangat mendesak, menyusunya seseorang laki-laki kepada seorang wanita bisa dijadikan jalan keluar untuk membuatnya menjadi mahram. Hal itulah yang barangkali dijadikan dasar oleh Aisyah ra. Tentang pengaruh menyusunya orang dewasa kepada seorang wanita.
Namun menurut Ibnul Qayyim, hal seperti ini hanya bisa dibolehkan dalam kondisi darurat di mana seseorang terbentuk masalah kemahraman dengan seorang wanita. Jadi hal ini bersifat rukhshah. Hal senada dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah.
2. Penyusuannya Hingga Mengenyangkan Bayi, Bukan Asal Menyusu
Para fuqoha telah sepakat bahwa syarat terjadinya hubungan saudara/anak sepersusuan adalah jika anak tersebut menyusui dari air susu wanita yang menyusuinya sebanyak lima kali atau lebih. Hal tersebut ditegaskan oleh hadits Aisyah RA:
“Di antara ayat yang pernah Alloh turunkan (‘asyru radha’aatim ma’luumaatin yuharrimna/ sepuluh kali susuan yang diketahui mengharamkan) dinasakh dengan ayat “khomsu radha’aatin” lima kali susuan. Lalu Rasulullah SAW wafat dan ayat tersebut termasuk yang dibaca dalam Al-Qur’an” (HR Muslim 2/1075)
Rasulullah SAW bersabda, ”Penyusuan itu tidak berlaku kecuali apa yang bisa menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (HR. Abu Daud).
Dari Ummi Salamah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Penyusuan itu tidak menyebabkan kemahraman kecuali bila menjadi makanan dan sebelum masa penyapihan.” (HR. At-Tirmizi).
Wallahu a’lam bishshawab Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.