Ass. wr. wb.
Pak Ustadz yth.,
Saya membaca penjelasan Pak Ustadz tentang ayah kandung yang wajib menjadi wali nikah tanpa bisa ditawar-tawar lagi selama ayah kandung masih hidup dan beragama Islam.
Bagaimana dengan isteri saya yang dari umur 2,5 thn tidak pernah mendapatkan kasih sayang baik jasmani maupun rohani dari ayah kandungnya karena bercerai dengan ibu kandungnya? Dan dari saudara pihak ibu bercerita bila ayah kandungnya itu memang tidak pernah menunaikan hak dan kewajibannya dengan baik sebagai seorang suami dan ayah?
Saya dan isteri saya pernah bertanya di mana keberadaan ayah kandung isteri saya kepada saudara-saudara dari pihak ibu isteri saya waktu sebelum menikah dulu, tetapi saudara-saudara ibu bilang tidak usah karena lebih banyak mengundang mudharat daripada manfaatnya, sehingga kami menikah dengan wali hakim sebagai wali nikah dari isteri saya.
Apakah pernikahan kami tidak sah karena bukan ayah kandung isteri saya yang bukan sebagai wali nikahnya? Apakah saya harus menikah ulang di hadapan ayah kandung isteri saya walaupun banyak mendapat tentangan dari saudara-saudara yang amat menyayangi kami? Itupun bila kami dapat mencarinya karena hanya saudara-saudara kami itu yang mungkin tahu di mana keberadaan ayah kandung isteri saya. Apakah selama pernikahan kami melakukan dosa besar, Pak Ustadz?
Saya amat sangat mengharapkan penjelasan dari Pak Ustadz, karena ini menyangkut ridho Allah di dalam pernikahan kami.
Terimakasih atas penjelasannya Pak Ustadz,
Wassalamualaikum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Apa yang anda alami saat ini memang bagian dari kenyataan masyarakat kita. Yaitu masyarakat yang mengalami degradasi habis-habisan dalam masalah hukum agama, khususnya dalam masalah hukum pernikahan.
Ketika ada seorang suami atau ayah yang tidak menjalankan kewajibannya, baik dalam hal nafkah, perhatian atau pun perlidungannya kepada keluarganya, termasuk anak-anaknya, dia memang berdosa. Dosa karena meninggalkan amanah yang dibebankan di pundaknya. Dosa karena lari dari tanggung-jawab yang seharusnya dia lakukan.
Namun sebesar apa pun ulahnya, tetap saja yang namanya suami atau ayah adalah wali dari anak kandungnya. Bahkan meski dirinya tidak pernah memberi nafkah, atau meninggalkannya begitu saja. Semua ulah itu memang menyakitkan, tetapi tidak pernah menggugurkan posisinya sebagai wali bagi pernikahan anaknya.
Karena itu selama belum ada hal-hal yang menggugurkan seseorang dari posisinya sebagai wali, maka dia tetap sah menjadi wali dan tidak tergantikan oleh orang lain.
Yang mengugurkan posisi seseorang dari kedudukan sebagai wali hanya 6 hal:
1. Agamanya bukan Islam.
Bila seseorang murtad atau berubah agama dari Islam ke agama lainnya, maka haknya sebagai wali gugur dengan sendirinya.
2. Wanita
Seorang wanita tidak pernah diberikan hak untuk menjadi wali atas pernikahan siapa pun.
3. Tidak Waras
Orang yang tidak waras seperti gila atau hilang ingatan, tidak berhak menjadi wali untuk pernikahan anaknya, atau untuk pernikahan siapa pun. Sebab syarat menjadi wali adalah seseorang itu harus punya akal (berakal).
4. Belum Cukup Usia
Seorang yang belum cukup usia tidak boleh menjadi wali. Batasnya adalah baligh, yaitu pernah bermimpi hingga keluar mani.
5. Budak
Seorang dengan status budak tidak berhak menjadi wali.
6. Tidak Adil
Yang dimaksud dengan kata adil di sini bukan secara hukum, melainkan sebuah istilah yang mewakili perilaku dan tindakan yang selaras dengan syariat Islam. Seorang yang banyak melanggar hukum syar’i serta melakukan dosa besar (hukum hudud), dikatakan tidak berlaku adil. Sehingga haknya sebagai wali bisa gugur.
Apabila tidak ada hal-hal di atas, salah satu atau beberapa, maka haknya sebagai wali tetap masih ada. Tidak bisa dianggap gugur begitu saja. Sejelek apapun dia dan apa pun perilakunya.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ahmad Sarwat, Lc.