Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bapak Ustadz yang terhormat. Apabila seorang duda dan seorang janda menikah, masing-masing dari mereka memiliki anak, apakah anak-anak mereka dapat menikah satu sama lain? Mohon penjelasannya Bapak Ustadz, kalau bisa dengan hadist-nya. Terima kasih.
Wassalammu’alikum Wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum wwarahmatullahi wabarakatuh,
Untuk menentukan apakah seorang laki-laki dibolehkan untuk menikahi seorang wanita, para ulama telah membuat daftarnya. Biasanya yang dibuat adalah daftar wanita yang tidak boleh dinikahi. Susunan daftar itu disimpulkan dari berbagai macam dalil, baik dari Al-Quran maupun As-Sunnah.
Di dalam daftar wanita yang haram dinikahi ternyata memang tidak terdapat anak dari ibu tiri atau anak dari ayah tiri. Sehingga hukumnya kembali kepada asalnya yaitu boleh.
Hal yang demikian adalah biasa dan terjadi di mana-mana, lantaran memang halal dan tidak terkait dengan kemahraman. Dr. Yusuf Al-Qaradawi ketika ditanyakan masalah ini pun mengatakan tidak ada larangan. Sebab hubungan antara masing-masing anak itu bukan hubungan mahram.
Pernikahan seperti itu menurut beliau dan juga ulama lainnya adalah pernikahan yang shahih dan dibenarkan syariat Islam. Tidak ada hal-hal yang menghalangi, baik dari segi nasab, mushaharah (pernikahan), atau pun radha’ah (persususan). Padahal penyebab kemahraman hanya tiga itu saja sebagaimana yang disebutkan para ulama.
Misalnya, A seorang janda yang punya anak wanita B. Setelah kematian suaminya dan habis masa iddahnya A menikah lagi dengan laki-laki lain bernama C. Sebelum menikah dengan A, C sebelumnya sudah punya anak bernama D dari istri sebelumnya. Maka meski A dan C sudah menjadi suami istri, tetapi anak mereka (B dan D) masing-masing tidak mahram, sehingga dimungkinkan terjadi pernikahan antara mereka berdua.
Maka orang tua dengan orang tua saling menikah, kemudian anak dengan anak pun bisa saling menikah juga. Kalau pun diurutkan secara nasab, baik B mapun D punya nasab yang berbeda.
Daftar Mahram
Tentang siapa saja yang menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi tiga klasifikasi besar:
1. Mahram Karena Nasab
- Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
- Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
- Saudara kandung wanita.
- `Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
- Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
- Banatul Akh / Anak wanita dari saudara laki-laki.
- Banatul Ukht / anak wnaita dari saudara wanita.
2. Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan
- Ibu dari istri (mertua wanita).
- Anak wanita dari istri (anak tiri).
- Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
- Istri dari ayah (ibu tiri).
3. Mahram Karena Penyusuan
- Ibu yang menyusui.
- Ibu dari wanita yang menyusui (nenek).
- Ibu dari suami yang istrinya menyusuinya (nenek juga).
- Anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
- Saudara wanita dari suami wanita yang menyusui.
- Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
Mahram Dalam Makna Haram Menikahi Semata
Selain itu, ada bentuk kemahraman yang semata-mata mengharamkan pernikahan saja, tapi tidak membuat seseorang boleh melihat aurat, berkhalwat dan bepergian bersama. Yaitu mahram yang bersifat muaqqat atau sementara. Misalnya:
- Menikahi wanita yang masih menjadi Istri orang lain.
- Menikahi istri orang lain yang telah ditalak tapi masih dalam masa iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau ditinggal mati.
- Menikahi mantan Istri sendiri tapi yang telah ditalak tiga.
- Menikahi istri sendiri yang telah dili`an, yaitu yang telah dicerai dengan cara dilaknat.
- Menikahi saudara ipar (saudara wanita dari istri). Tidak boleh dinikahi dan juga tidak boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari istri.
- Menikah dalam keadaan berihram, seorang yang sedang dalam keadaan berihram baik untuk haji atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain.
- Menikahi wanita budak padahal mampu menikahi wanita merdeka.
- Menikahi wanita pezina yang masih aktif berzina, kecuali bila telah bertaubat
- Menikahi wanita non muslim yang bukan kitabiyah atau wanita musyrikah.
Walahu a’lam bishshawab Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.