Assalamu alaikum wr. wb.
Bagaimanakah status anak hasil perzinaan atau perkosaan? Apakah dinisbatkan kepada bapak zinanya atau ke ibunya karena bapaknya dianggap ilegal? Saya pernah membaca bahwa Imam Syafii berpendapat kalau ayahnya tersebut tidak dianggap anaknya dan tetap boleh menikah dengan anak zinanya tersebut. Terima kasih atas jawaban ustadz.
Assalamu alaikum wr. wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Rasanya tidak mungkin Imam Asy-Syafi’i membolehkan seorang laki menikahi anak hasil hubungan zinanya dengan seorang wanita. Sebab biar bagaimana pun, anak itu adalah darah dagingnya sendiri. Agama manapun pasti melarang seorang ayah menikahi puterinya sendiri.
Mungkin yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa anak hasil hubungan zina itu bukanlah anak yang sah secara nasab. Sehingga antara ayah dan anak wanitanya hanya disambungkan secara biologis, namun secara hukum syar’i masih terputus.
Dan karena secara hukum bukan anaknya yang sah, maka anak itu tidak mendapatkan hak warisan dari ayahnya, bila si ayah meninggal dunia. Ini adalah konsekuensi hukum dari tidak tersambungnya nasab antara ayah dan anak. Dan ini berlaku, baik anak itu laki-laki atau anak itu perempuan.
Sebab yang menjadi penyebab pewarisan adalah hubungan nasab yang sah, antara ayah dan anak. Sedangkan yang lahir dari hasil zina di luar nikah yang sah, bukan anak sah. Dan otomatis tidak akan mendapatkan harta warisan.
Konsekuensi lainnya adalah tidak sahnya ayah menjadi wali atas anak wanitanya itu dalam pernikahan. Demikian juga kakek, paman dan saudaranya, tidak ada satu pun yang sah untuk menjadi wali atasnya. Padahal, adanya wali menjadi rukun pokok atas sebuah akad nikah. Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali, yaitu ayah kandung yang sah secara syar’i. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Dari Abi Buraidah bin Abi Musa dari Ayahnya berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, "Tidak ada nikah kecuali dengan wali." (HR Ahmad dan Empat)
Dari Al-Hasan dari Imran marfu’an, "Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi." (HR Ahmad).
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapapun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batil. Jika (si laki-laki itu) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Dan bila mereka bertengkar, maka Sulthan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali." (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah)
Lalu Harus Bagaimana?
Jumhjur ulama mengatakan agar nasab antara ayah dan anak hasil zina bisa tersambung kembali, maka ayah dan ibunya harus menikah secara sah. Meski setelah anak itu lahir dan dewasa. Bahkan meski setelah menikah, lantas keduanya bercerai.
Pernikahan akan menyatukan nasab yang terputus antara ayah dan anaknya.
Meski tidak pernah menyetujui adanya anak lahir di luar nikah, karena hal itu merupakan dosa besar, namun tindakan paling logis dan syar’i dalam kasus yang terjadi di tengah masyarakat hanya dengan menikahkan pasangan di luar nikah itu. Terutama bila telah ada janin di dalam perut wanita.
Sebaliknya, haram hukumnya menikahkan wanita yang hamil di luar nikah dengan laki-laki lain yang tidak menghamilinya. Satu-satunya laki-laki yang boleh menikahinya saat hamil di luar nikah adalah pasangan zinanya.
Adapun bila sudah melahirkan, lalu wanita itu menikah dengan laki-laki lain, hukumnya boleh. Tapi sebaiknya tetap dengan pasangan zinanya itu, agar nasab anaknya bisa tersambung kembali.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.