Dear ustad?
Saya pernah melakukan hubungan seks sejenis(homoseks) dengan sadar dan saya pun mengetahui keharaman tersebut, saya lakukan semata mata dorongan hawa nafsu saya yang tidak bisa saya kendalikan. Waktu kecil saya pernah ingin sodomi, tapi walau tidak jadi tapi itu memberikan trauma/"kesan" dalam diri saya.
Saya tinggal di negara yang melakukan syariat Islam, apakah saya harus diqishas akibat perbuatan saya, di lain hal saya ingin juga menikah dalam waktu dekat. Saya banyak menemukan orang-orang seperti saya, yang mempunyai kelainan yang mungkin dari kecil atau pun karena pergaulan, mohon ustads memberi saran untuk kami?
Jazakallah ustad.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabaraktuh,
Hukum hudud memang hanya bisa dilakukan di negara yang memberlakukan penerapan hudud secara resmi. Namun tentu saja tidak semua terdakwa langsung dihukum begitu saja.
Pada prinsipnya, Islam tidak pernah gemar menghukum para pelaku kejahatan hudud. Seandainya bukti-bukti tidak kuat, atau kurang lengkap, maka kecenderungannya eksekusi justruharus ditinggalkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW tentang penerapan hudud:
إدرؤا الحدود بالشبهات
Halangilah eksekusi hudud dengan keberadaan syubhat.
Maksud hadits ini bukan berarti umat Islam harus meninggalkan hukum syariah, melainkan maksudnya adalah jangan terlalu mudah mengeksekusi terdakwa. Dan ada banyak hal yang bisa menghindarkan seorang terdakwa dari vonis hudud. Misalnya karena kurangnya saksi yang memenuhi syarat. Atau karena ada kondisi force major di luar dugaan.
Dahulu saat paceklikdan kelaparan melanda Madinah, Khalifah Umar ra tidak memotong tangan pencuri. Sebab para pencuri itu sekedar mempertahankan hidup dengan mencuri sepotong roti. Sama sekali tidak memenuhi syarat sebagai pencuri yang wajib dipotong tangan.
Demikian juga, ketika ada seorang yang berzina datang kepada Rasulullah SAW minta dihukum rajam. Beliau SAW berupaya agar dia jangan sampai divonis mati. Beliau menanyakan apakah sebelum berzina dia mabuk, atau hilang kesadaran atau ada hal-hal lainnya. Bahkan Rasulullah SAW sampai menanyakan, apakah memang benar-benar terjadi zina secara definitf, sehingga ‘ember’ masuk ke dalam ‘sumur’?
Semua itu mencerminkan bahwa syariat Islam menghendaki agar eksekusi hudud diobraldengan murah.Sebaliknya, sebisa mungkin harus dihindari. Bukan karena tidak ingin menjalankan perintah Allah, namun agar jangan sampai ada orang yang terzalimi. Dan bahwa syariat Islam tidak haus darah.
Lain halnya bila seorang pelanggar hukum hudud, datang menyerahkan diri, dengan sepenuh kesadaran dan sepenuh persyaratan, maka hakim tidak bisa menolak perkaranya.
Itulah yang terjadi pada wanita yang pernah berzina di masa Rasulullah SAW. Dia bertaubat dan minta dihukum rajam. Ketika sudah dieksekusi dan wafat, Rasulullah SAW menshalati jenazahnya dan mengatakan bahwa wanita itu telah bertaubat yang cukup untuk 70 penduduk Madinah. Artinya, wanita itu masuk surga. Mati husnul khatimah.
Sedangkan shahabat lain yang tidak mau dihukum rajam karena zina yang dilakukannya, maka Rasulullah SAW melarang untuk mengeksekusinya. Selain karena tidaktidak ada saksinya, yang bersangkutan pun tidak mau mengakui perbutan zinanya. Jadi urusannya hanya antara dia dengan Allah SWT saja di akhirat. Apakah akan diampuni atau disiksa dengan siksa yang lebih besar, hanya Allah yang tahu rahasianya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabaraktuh,
Ahmad Sarwat, Lc