Assalamu’alaikum Wr Wb
Berdasarkan Tulisan H. Nadri Sadudin dari Kelompok Studi Islam Ahmadina di mailist, saya mendapati pendapat bahwa hukum rajam itu tidak ada.
Katanya hukum rajam adalah hukum Taurat yangditerapkan nabi saw sebelum ayat surat annisa turun menghapus hukum itu. Dalam ayat itu, hanya ada hukum cambuk.
Bagaimana menurut ustadz, mohon penjelasan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Memang secara sekilas dan lewat kaca mata orang awam, hari ini kita tidak akan menemukan ayat Quran yang memerintahkan hukum rajam bagi pezina.
Namun adalah sebuah kesalahan fatal kalau kemudian disimpulkan bahwa agama Islam tidak mensyariatkan hukumrajam bagi pezina. Ada dua kemungkinan mengapa ada orang bicara demikian. Pertama, mungkin ilmunya belum sampai. Kedua, ilmunya sudah sampai tapi hatinya memang ingkar kepada Allah.
Kalau kesalahan itu tidak disengaja, mungkinkarena keterbatasan ilmu, kurang wawasan, kurang bacaan, kurang banyak mengaji ilmu syariah kepada para ulama, rasanya kita pun masih bisa memaklumi. Namanya juga orang lagi belajar, wajar kalau ilmunya terbatas dan kesimpulannya salah.
Tetapi kalau kesalahannya itu memang disengaja, dia tahu bahwa syariat Islam menetapkan hukum rajam buat pezina, tapinyata-nyata inginmengingkari salah satu dari ijma’ ulama tentang kewajiban merajam pezina, maka levelnya sudah sampai kufur.
Dan kalau judulnya sudah ingin merusak syariat Islam lewat pendapat-pendapat nyeleneh ala JIL dan sejenisnya, sambil membodoh-bodohi umat Islam yang memang kebetulan rada awam dengan syariah, maka urusannya jadi beda. Urusannya tidak sesederhana dengan sekedar tidak tahu. Yang model begini perlu diberi pelajaran sedikit biar mulutnya tidak asal jeplak.
Logika Bengkok
Para aktifis sekuler dan liberal memang pandai membodohi umat Islam. Ada-ada saja lagaknya untuk membuat umat ini semakin bingung dan puyeng. Salah satunya adalah penggunaan logika bengkok ala ingkarussunnah yang sesat itu.
Contoh sederhananya adalah apa yang anda sampaikan, mereka ingin kufur kepada syariat rajam, lalu alibi yang mereka pakai adalah bahwa di Al-Quran tidak ada perintah untuk merajam pezina.
Logika ini sebenarnya selain lemah juga menggambarkan keluguan. Sebab kita dengan mudah bisa membalik logika itu dengan argumentasi sederhana. Misalnya, kita bisa katakan baiklah kalau dianggap bahwa di dalam Al-Quran tidak ada syariah rajam, lalumenurut andarajam itu tidak perlu dilaksanakan. Anggaplah sementara kesimpulan itu benar.
Lalu bagaimana dengan menshalati jenazah bila nanti kita nanti meninggal? Bukankah di dalam Al-Quran pun tidak ada perintahnya? Bahkan di Al-Quran juga tidak ada perintah untuk memandikan, mengkafani dan menguburkan jenazah. Mau dicari ayatnya sampai botak licin kepala, tidak akan ketemu.
Kalau kita menggunakan logika bengkok versi teman kita itu, seharusnya semua orang meninggal tidak perlu dimandikan jenazahnya, karena tidak ada perintahnya di dalam Al-Quran. Juga tidak perlu dikafani, tidak perlu dishalati dan dikuburkan. Biar saja dibuang di tempat sampah. Toh tidak ada ayat yang memerintahkan 4 kewajiban kifa’i kepada jenazah.
Kami yakin sesekuler-sekulernya seorang aktifis JIL, pastilah tidak mau kalau nanti mati mayatnya cukup dibuang ke TPA Bantar Gebang misalnya. Pastilah dia minta dimandikan, dikafani dan dikuburkan seperti umumnya muslimin, meskipun tidak ada ayat Quran yang memerintahkannya.
Perintah Rajam buat Pezina dalam Syariah Islam
Memang benar bahwa di dalam Al-Quran kita tidak menemukan ayat yang berisi perintah untuk merajam pezina. Namun sebagaimana kita tahu, syariat Islam bukan hanya Al-Quran, hadits nabawi pun merupakan syariat Islam.
Bahkan pada hakikatnya hadits nabawi itu pun wahyu dan firman Allah SWT juga. Hadits bukan semata-mata perkataan seorang nabi, tetapi lebih dari itu, apa yang keluar dari mulut nabi SAW adalah wahyu yang turun dari langit.
Maka siapa pun yang menolak keberadaan hadits nabi yang shahih, pada hakikatnya dia sedang ingkar kepada kitabullah dan wahyu dari langit. Dus, otomatis dia sedang kafir kepada Allah SWT.
Dan tiadalah yang dia (Muhammad) ucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diturunkan (QS. An-Najm: 3-4)
Hadits Tentang Rajam
Syariat untuk merajam pezina punya dasar yang sangat kuat, karena haditsnya dishahihkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
Dari Masruq dari Abdillah ra berakta bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina, orang yang membunuh dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah."(HR Bukhari, Muslim, At-Tirmizy, An-Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimy)
Orang yang berzina halal darahnya menurut hadits di atas. Maksudnya memang harus dibunuh. Dan bentuk pembunuhannya adalah rajam sebagaimana praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Selama masa hidup Rasulullah SAW paling tidak menurut ingata kamiada sampai3 kali beliau merajam pezina. Mereka adalahAsif, Maiz dan seorang wanita Ghamidiyah.
Asif berzina dengan seorang wanita dan Rasulullah SAW memerintahkan kepada Unais untuk menyidangkan perkaranya dan beliau bersabda, `Wahai Unais, datangi wanita itu dan bila dia mengaku zina maka rajamlah`.
Kisah Maiz diriwayatkan dari banyak alur hadits di mana Maiz pernah mengaku berzina dan Rasulullah SAW memerintahkan untuk merajamnya.
Kisah seorang wanita Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah SAW mengaku berzina dan telah hamil, lalu Rasulullah SAW memerintahkannya untuk melahirkan dan merawat dulu anaknya itu hingga bisa makan sendiri dan barulah dirajam.
Riwayat tentang Rasulullah SAW merajam pezina yang bukan yahudi boleh dibilang sudah mutawatir.Dan dibenarkan oleh semua ahli hadits dari sisi keshahihannya.
Makanya semua kitab fiqih baik yang besar maupun yang kecil-kecil, semua memuat syariat rajam untuk pezina. Kecuali kitab fiqih versi liberal. Untungnya kitab fiqih versi liberal tidak pernah ada. Kalau pun ada, tidak ada orang yang menganggapnya sebagai kitab fiqih.
Ayat Rajam dalam Al-Quran
Meski saat ini kita tidak menemukan ayat rajam dalam Al-Quran, namun Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu telah meriwayatkan bahwa dahulu Allah SWT telah mensyariatkan rajam di dalam Al-Quran. Maksudnya dahulu pernah turun ayat yang khusus memerintahkan untuk merajam pezina.
Kalau sekarang tidak kita temukan, kasusnya karenasetelah itu secara lafadz dihapuskan atau istilahnya dinasakh. Namun meski demikian, secara hukum dan esensinya tetap berlaku dan wajib dilaksanakan.
Di dalam Al-Quran ada ayat-ayat tertentu yang mengalami nasakh atau penghapusan. Dan variasinya cukup beragam. Ada yang lafadznya dihapus tapi hukumnya tetap dan tidak dihapus. Contohnya ayat tentang rajam ini.
Nanti kita juga dapati di mana hukumnya saja yang dihapus tetapi lafadznya tetap masih ada. Dan ada juga yang dihapuskan hukum dan lafadznya sekaligus.
Ayat rajam yang lafadznya pernah ada lalu dihapus, sebagaimana diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khattab berbunyi:
الشيخ والشيخة إذا زنيا فارجموهما البتة
Laki yang sudah menikah dan perempuan yang sudah menikah apabila mereka masing-masing berzina, maka rajamlah sampai mati.
Saat meriwayatkan hal ini, sebenarnya sayyidina Umar bin Al-Khattab sedang mematahkan argumentasi orang-orang yang ingin mengingkari syariat rajam buat pezina.
Rupanya di masa itu sudah ada kalangan yang ingin ingkar kepada hukum Allah yang satu ini, dan argumentasinya kebetulan sama, yaitu mereka bilang tidak ada perintah rajam di dalam Al-Quran.
Khalifah Umar tentu saja berang dengan kesimpulan sesat itu, maka beliau katakan bahwa ayatnya pernah ada namun kemudian dinasakh. Tetapi hukum yang terkandung di dalam ayat itu tidak pernah dinasakh. Buktinya beberapa kali Rasulullah SAW merajam pezina. Dan pezina itu bukan dari kalangan ahli kitab.
Kalau tuduhannya bahwa hukum rajam hanya berlaku di kalangan ahli kitab, ternyata Maiz, Asif dan wanita Al-Ghamidiyah itu bukan dari kalangan ahli kitab. Dan ini realita sejarah yang tidak bisa dipungkiri kebenarannya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikumwarahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc