Assalamu ‘alaikum wr. Wb.
Ustadz, saya ada pertanyaan, semoga dapat memberikan peningkatan pemahaman keIslaman saya, dan menjadi amal kebaikan bagi ustadz.
Bagaimana hukum menggulingkan penguasa atau pemerintah, apakah Islam melarang hal itu ataukah memang bisa dibenarkan dalam beberapa kasus?
Terimakasih ustadz
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa melengserkan penguasa yang sedang memimpin pemerintahan dianggap menyalahi karakteristik syariat Islam. Mereka mengatakan bahwa menurunkan pemerintahan yang syah sama saja dengan tindakan bughat dalam bab fiqih. Sehingga kesimpulan sementara kalangan menyebutkan bahwa kudeta tidak dikenal di dalam hukum Islam.
Kalau pun seorang penguasa melakukan kesalahan, maka yang boleh dilakukan adalah menasihatinya saja. Bahwa penguasa itu mau memperbaiki kesalahannya atau tidak, tidak ada hak bagi rakyat untuk menurunkan penguasa itu dari kursi kepemimpinannnya.
Bahkan mereka menyebutkan bahwa tradisi menurunkan penguasa yang syah adalah produk non Islam, yang umumnya adalah dalam sistem demokrasi.
Bagaimanakah kedudukan masalah ini secara lebih luas?
Untuk menjelaskan kedudukan melengserkan penguasa yang dianggap tidak mampu memimpin atau telah menyeleweng dari garis yang telah ditetapkan, Islam sebenarnya punya landasan syariah yang lumayan kuat. Sehingga anggapan bahwa tidak ada istilah kudeta dalam Islam, atau tidak ada kamus melengserkan penguasa, adalah sesuatu yang kurang tepat.
Idealnya memang seorang kepala negara atau pemimpin dalam Islam tidak boleh diberhentikan begitu saja di tengah masa jabatan kekuasaannya. Namun dalam kondisi tertentu, syariat Islam membenarkan pencabutan mandat dari seorang penguasa bila di tengah jalan ditemukan hal-hal yang bisa mempengaruhi atau menurunkan kinerja dan konditenya.
Diantarnya adalah masalah yang terkait dengan managemen, keadilan serta moralitas seorang penguasa. Disisi lain kitab fiqih juga menyebutkan masalah kondisi pisik seseorang. Maka bila salah satu dari kedua kriteria itu terdapat dalam seorang penguasa, maka sudah bisa menjadi dasar bagi rakyat untuk menimal meminta penguasa itu melakukan klarifikasi masalah. Dan bila terbukti, kemungkinan untuk melengserkannya terbuka lebar.
Dalil Untuk Melengserkan Penguasa Yang Salah
1. Abdullah bin Zubeir
Sejarah Islam mencatat bahwa melengserkan penguasa pernah terjadi. Yang paling populer adalah apa yang dilakukan Abdullah bin Zubeir. Beliau sebagai tokoh ulama di zamannya telah melakukan gerakan untuk melengserkan penguasa yang saat itu memerintah dengan zhalim dan kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf.
Meski belum sampai ke tingkat keberhasilan, namun apa yang dilakukan tokoh sekaliber Abdullah bin Zubeir merupakan bukti otentik dan nyata bahwa upaya melengserkan penguasa lalim memang dikenal di dalam sejarah Islam.
2. Hasan bin Ali ra
Sejarah juga mencatat bahwa Hasan bin Ali ra. pernah mundur dari jabatannya demi menjaga persatuan dan kesatuan seluruh elemen umat Islam saat itu. Beliau secara legowo mundur dari jabatannya. Bukan karena beliau tidak becus memimpin, melainkan karena beliau amat memahami situasi sulit yang berkembang saat itu.
Maka berangkat dari wawasannya yang luas, beliau menyimpulkan bahwa pelengseran dirinya merupakan sebuah jalan keluar yang tepat.
Kasus Hasan bin Ali ra ini memang tidak tepat benar dengan kasus melengserkan penguasa, namun cepat atau lambat, beliau merasa pasti akan dilengserkan juga oleh situasi dan keadaan yang tidak kondusif. Fitnah telah meraja lela dan kekacauan telah terjadi. Maka beliau memutuskan untuk menyerahkan tampuk pemerintahan kepada orang lain agar suasana persaudaraan.
3. Al-‘Izz Ibnu Abdis Salam
Beliau adalah tokoh ulama besar di zamannya. Selama hidupnya beliau pernah melengserkan penguasa zalim dari dinasti mamalik yang dicurigai telah melakukan penyelewengan dan tindakan culas. Kasus ini sebenarnya merupakan bagian dari klarifikasi yang beliau lakukan sebagai peran serta aktif terhadap perilaku para penguasa.
Setelah terbukti melalaui upaya penyelidikan bahwa penguasa yang bersangkutan bersih, maka penguasa tadi direhabilitasi. Sesudahnya, dia terpilih kembali dan kembali menjadi pemimpin di negerinya.
Namun kejadian ini telah memberikan pelajaran penting kepada kita bahwa melengserkan penguasa yang zalim bukan hal yang asing dalam sejarah Islam.
Literatur Fiqih Islam
Di dalam literatur fiqih Islam, banyak ulama yang menuliskan bab ‘azlu sulthan atau melengserkan penguasa. Literatur fiqih banyak mengupas perihal pelengseran penguasa yang syah demi kemaslahatan banyak orang.
Bahkan ada di antara mereka yang secara khusus menulis buku yang membicarakan tentang pelengseran penguasa yang zalim.
Kekuasaan Adalah Amanat
Kekuasaan adalah sebuah amanat yang dipercayakan kepada seseorang. Tentunya amanat itu bisadiambil lagi manakala si penerima amanat dinilai tidak mampu menjalankannya dengan benar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan pemberi amanat itu.
Sehingga tidak ada masalah untuk meminta penguasa yang tidak mampu menjalankan amanah untuk mundur, sebagai bentuk pertanggung-jawabannya atas ketidak-mampuannya dalam memimpin.
Rasulullah SAW telah bersabda
Apabila suatu amanah telah disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya. Para shahabat bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan menyia-nyiakan amanah? Beliau menjawab, "Apabila suatu urusan telah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya. Maka tunggulah kehancurannya." (HR Bukhari).
Sehingga sebagai penguasa yang tidak amanah, bila tetap memaksakan diri untuk tetap bertahan di kursi kekuasaannya, maka bangsa dan negara segera akan hancur lebur. Rakyat pun akan tertindas dan kehidupan manusia akan semakin suram. Dalam kondisi demikian, maka rakyat punya hak untuk menncabut amanah yang telah dititipkannya.
Punya Pemimpin Yang Adil Adalah Hak Rakyat
Rakyat berhak untuk memiliki pemimpin yang adil, arif, bijaksana dan punya visi untuk mensejahterakan mereka. Bila ternyata hak itu tidak dipenuhi seorangyang sudah pernah dipilih, maka boleh saja rakyat memintanya mundur dari jabatan itu, apalagi bila penguasa itu mulai melakukan kezalimat dan penidasan kepada rakyat. Maka sudah seharusnya penguasa zalim itu diturunkan dengan atau tanpa paksaan.
Kesimpulan
Tidak ada masalah untuk melengserkan penguasa apabila secara umum telah menimbulkan mudharat dan kehancuran. Tindakan ini meski tidak populer, bisa saja diambil untuk menyelamatkan rakyat dari penindasan dan kezaliman yang terus menerus dari penguasa.
Naser, Soeharto dan banyak lagi pemimpin di negeri mayortis muslim memang berhak untuk dilengserkan, mengingat ulah dan sikapnya yang sangat merugikan rakyat baik dengan kekuatan militer maupun dengan tekanan ekonomi.
Penguasa sendiri bila sudah tidak disukai rakyatnya, maka tidak ada jalan lain kecuali mundur. Karena jabatan itu bukanlah sesuatu yang harus dipertahankan, bahkan jabatan itu dalam kacamata syariah adalah ujian berat dan tanggung-jawab kepada Allah yang harus ditanggung di akhirat kelak.
Ketimbang di akhirat direpotkan atas segala komplain rakyat senegara, lebih baik melepaskan jabatan itu dan meminta maaf atas kesalahan.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc