Assalamualaikum Wr.Wb
Bagaimana dengan akhwat, mana yang lebih syar’i ikut demo/aksi atau diam saja di rumah atau kuliah mengingat aksi di jalan otomatis akan menjadi tontonan orang banyak sementara wanita lebih banyak auratnya dari laki-laki. Memang kalau kita lihat dari sejarah isteri rasul sendiri ada yang ikut berperang, apakah ini bisa dijadikan alasan?
Wassalamualaikum Wr Wb
Lepas dari hukum demonya, namun keluarnya para wanita keluar rumah dan tampil di publik diatur oleh Islam batas-batasnya. Semua itu tidak lain demi menjaga kehormatan dan martabat para wanita Islam yang mulia dan terhormat.
Kalau pun memang diperlukan untuk keluar rumah dan berdemosntrasi di ruang publik, maka hendaklah para wanita memperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Menutup Aurat Secara Sempurna
Sebab menutup aurat itu hukumnya adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah yang sudah baligh. Sedangkan aurat muslimah yang wajib ditutup adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Dalam kondisi sekarang di mana tidak ada lagi larangan menutup aurat/memakai jilbab di kantor-kantor atau kampus maka tidak ada darurat untuk membuka aurat.
Jangan sampai demo yang membela Islam itu dilakukan dengan cara yang melanggar aturan Islam sendiri.
2. Tidak Bercampur Baur
Misalnya tidak boleh sampai terjadi ikhtilath, yaitu berbaurnya kelompok lelaki dan perempuan.Sebagaimana wanita dibolehkan keluar rumah pergi ke masjid untuk shalat berjamaah dengan laki-laki. Namun di dalam masjid barisan mereka dipisahkan. Tidak boleh laki-laki dan wanita berada di dalam shaff yang sama.
Maka demikian pula dalam aktifitas lainnya. Kelompok wanita jangan dicampur-baurkan dengan kelompok laki-laki. Biarkan mereka berada terpisah agak jauh dari laki-laki. Demikianlah Rasulullah SAW mengajarkan agamanya kepada kita.
3. Adanya Izin dari Orang Tua/ Suami
Para wanita tidak dihalalkan keluar rumah kecuali atas seizin ayahnya sebagai wali. Atau bila sudah bersuami, harus dengan seizin suami. Jangan sampai aktifitas demo yang jdulnya untuk menegakkan Islam, tetapi para wanita yang ikut demo keluar rumah tanpa izin dari orang tua atau suaminya. Tentu saja hal ini malah terbalik dan justru melecehkan adab Islam.
4. Tugas dan Amanah Utama Jangan Sampai Terlantar
Para wanita biasanya punya tugas dan amanah utama. Buat para istri misalnya, tuga utama mereka adalah mendampingi dan mengasuh anak. Tugas ini sangat mulia dan sangat manusiawi. Namun seringkali dianggap sebagai tugas pembantu.
Padahal mendampingi anak-anak menjalani masa pertumbuhan dan pendidikannya adalah tugas kelas tinggi. Hanya profesor dan ahli pendidikan saja yang mampu melakukannya. Sebab di masa anak masih kecil itulah sesungguhnya karakternya sedang dibentuk.
Akan menjadi pemandangan mengharukan bila ibu-ibu asyik berdemo di jalanan, sementara anak-anak mereka terlantar ditinggal bersama pembantu.
Apalagi bila sampai menelantarkan suami di rumah. Bukankah kewajiban mereka salah satunya adalah melayani suami? Bagaimana mungkin mereka mengejar hal yang sunnah tetapi meninggalkan yang wajib?
Dalam kondisi normal, yang seharusnya tampil didepan umum yang terdiri dari kaum lelaki. Namun dalamkondisi khusus danm tertentu serta sesekali, dimungkinkan adanya peran serta langsung para wanita.Dalam skala umum di mana peran mereka secara langsung memang hanya bisa dilakukan hanya oleh para wanita yang bersangkutan, ia boleh tampil di depan umum untuk menyampaikan da‘wah atau memberikan pelajaran dengan memperhatian ketentuan-ketentuan Islam.
Akan tetapi kondisi ini tidak perlu terjadi tiap hari. Cukup sesekali saja. Sebab semakin sering wanita keluar rumah dan tampil di muka umum, apalagi dalam bentuk demonstrasi, biasanya akan selalu timbul berbagai ekses dan fitnah sebagai efek. Dan semakin besar kemungkinan terjadinya pandangan yang diharamkan, juga masalah tabarruj yang tidak lagi terkontrol dan lainnya.
Karena itu bila tidak terlalu penting dan tidak terlalu signifikan, sebaiknya jangan mengajak para wanita turun ke jalan untuk berdemo. Biarlah tugas berat seperti itu dilakukan oleh para lelaki yang secara fitrah memang lebih cocok.
Wallahu a’lam bishshawab. Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ahmad Sarwat, Lc