Assalamualikum Wr. Wb.,
Ustadz lansung saja ke pokok masalahnya, dua hari yang lalu saya baca di website Eramuslim bahwa para ilmuan di King Fahad University mengatakan bahwa tahun ini awal Syawal jatuh pada tanggal 13 Oktober 2007, yang artinya kita berpuasa lengkap 30 hari.
Namun saya bingung dengan sikap pimpinan Muhammadiyah yang tetap tidak mau merubah keputusannya, padahal kita tahu kebersamaan ummat jauh lebih utama daripada sikap mementingkan kelompok sendiri.
Mohon pendapat dari Ustadz mengenai hal ini.
Fauzi Thalib
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ilmuwan di King Fahad University itu pasti tidak menggunakan rukyatul hilal, melainkan menggunakan medote hisab. Metode hisab adalah metode penghitungan secara matematis dan oleh para penggunanya sering dianggap paling akurat.
Sehingga banyak orang yang lebih percaya kepada sistem hisab dari pada sistem lainnya. Dan yang bersikap seperti ini tidak sedikit memang.
Tapi yang banyak orangtidak tahu, ternyata meski sama-sama pakai medote hisab yang dipuja sebagai yang paling akurat, buktinya tetap saja berbeda hasilnya.
Saudara-saudra kita dari kalangan Muhammadiyah di negeri kita sejak awal bersikukuh untuk menggunakan hisab yang diyakininya paling benar. Bahkan meski harus berbeda dengan semua orang. Ternyata ilmuwan di King Faishal yang juga menggunakan hisab menegaskan hal yang berbeda.
Jadi mana yang benar?
Jawabnya wallahu a’lam. Tetapi yang pasti, apa yang dikatakan sebagai perhitungan hisab adalah yang paling akurat, terbukti tidak juga. Buktinya, meski sama-sama pakai hisab, hasilnya toh beda-beda juga.
Mengapa bisa berbeda hasilnya?
Konon kriteria yang digunakan untuk mengambil kesimpulan ternyata berbeda-beda. Metode hisab tidak identik dengan satu tambah satu sama dengan dua. Tetapi jauh lebih rumit perhitungannya, plus berbagai mazhab dan kubu di dalamnya. Masing-masing kubu itu merasa punya kriteria sendiri-sendiri yang diyakininya paling benar. Sambil yakin sekali bahwa kriteria orang lain pasti 100% salah.
Walhasil, meski menggunakan perhitungan hisab, sudah bisa dipastikan hasilnya akan tetap berbeda. Karena kriteria penghitungan yang digunakan pun berbeda.
Selama masih ada pihak yang tetap ingin menetapkan sendiri jatuhnya lebaran, maka selama itu pula kita akan tetap terus berbeda. Selama tidak ada yang mau mengalah, maka perbedaan itu akan tetap terus ada. Dan selama ormas-ormas Islammerasa berhak menetapkan lebaran sendiri-sendiri, selama itu pula kita akan selalu lebaran di hari-hari yang berlainan.
Masalahnya kembali kepada yang punya ormas, apakah mau duduk bersama dan menetapkan bersama, ataukah sekedar basa-basi kumpul-kumpul diundang pak Menteri, tetapi mereka sudah menetapkan harga mati untuk masalah lebaran.
Fenomena ini sebenarnya membantu kita untuk mendapatkan gambaran, kira-kira seperti itulah sikap para pemimpin umat ini. Maunya menang sendiri dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Ada yang bilang, sikap seperti ini adalah sikap terlalu percaya diri.
Pantas saja umat Islam selalu kalah berhadapan dengan musuh yang sebenarnya lebih sedikit. Jumlah umat Islam di dunia ini mencapai angka yang fantastis, 1, 5 milyar jiwa. Bandingkan dengan jumlah yahudi yang tidak sampai 20 juta.
Tapi karena kondisi batin para pemimpin umat Islam seperti ini, ya akhirnya kuantitas yang besar itu menjadi sia-sia. Musuh Islam tidak pernah takut berhadapan dengan jumlah yang banyak. Karena jumlah yang banyak itu tidak ubahnya seperti buih di lautan.
Jangankan memilih siapa yang jadi pemimpin atau khalifah, lha wong lebaran bareng saja jarang-jarang kok kejadiannya.
Sungguh mengharukan…
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc