Tak ada yang akan dapat menolong kita kelak. Siapapun. Semuanya sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Mereka sudah tidak ada lagi kesempatan memikirkan orang lain. Seorang ayah tidak lagi dapat menolong anaknya, isterinya, saudaranya, dan sebaliknya. Semuanya harus sendiri-sendiri. Ketika menghadap Rabbul Alamin. Inilah kehidupan di akhirat, kelak.
Orang-orang yang terbiasa dengan pertolongan orang lain, ketika masih di dunia, pasti akan kecewa di akhirat. Tidak mungkin lagi dapat mengharapkan bantuan dari orang lain, yang selama di dunia sering menolongnya. Tidak ada tempat bergantung. Semuanya manusia yang menjadi tempat gantungannya putus. Semuanya tak berarti apa-apa. Di akhirat nanti manusia hanya dapat bergantung dengan amalannya selama di dunia. Itulah satu-satu tempat bergantung.
Manusia akan mengeluh, bersedih, dan menderita, yang sifatnya kekal. Mereka akan menerima musibah, bencana, dan hukuman, semuanya bagian dari kehidupannya di dunia. Seperti digambarkan dalam surah al-Waqi’ah, bagi golongan ‘kiri’ (ashabul syimal), yang akan menerima ‘raport’ (cataran) kehidupannya selama di dunia dengan wajah yang sangat masam, sedih.
Gambaran bagi orang-orang yang menolak agama Allah, mendustakan, dan berbuat durhaka. Di dunia tak merasakannya. Mereka hidup dengan gantungan orang-orang yang dianggap kuat, memberikan perlindungan, kebahagiaan, dan serba lengkap dan melengkapi kebutuhan dan keinginan hidupnya, sampai tidak lagi mempercayai Rabbul Alamin.
Tidak guna lagi menangis. Bersedih. Meratap dengan nada yang pilu. Akibat dari apa yang sudah diperbuatnya selama hidup di dunia. Mereka sangat asyik dengan kehidupan dunia. Penuh dengan tawa. Lalai kewajibannya. Lalai akan nikmatnya. Lalai akan pemberian yang diberikan Rabbul Alamin. Merasa segala yang didapatkan adalah hasil pribadinya. Karena itu tak pernah merasa besyukur. Naluri hidupnya hanyalah mengikuti hawa nafsunya. Tiba-tiba mereka harus mempertanggungjawabkan segala apa yang sudah diperbuat selama di dunia. Sendiri-sendiri.
Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Kamu menangis atau tidak sama saja. Demi Allah yang menggenggam jiwaku, hai Jabir, para malaikat terus menaungi ayahmu dengan sayap mereka mengangkatnya. Demi Allah yang menggenggam jiwaku, hai Jabir sungguh Allah berbicara dengan ayahmu tanpa perantara. Dia berfirman : “Berharaplah!” Dia berkata : “Saya berharap Engkau mengembalikan saya ke dunia agar terbunuh lagi di jalan-Mu”. Allah berfirman ; “Tapi Aku telah menetapkan bahwa yang mati tidak daspat kembali ke dunia lagi. Berharaplah (yang lain)!” Dia berkata : “ Saya berharap Engkau ridho kepadaku sebab saya telah ridha kepada-Mu. Allah berfirman : “Aku telah memberi keridhaan-Ku kepadamu. Aku tidak akan murka kepadamu selamanya”.
Di akhirat nanti hanyalah orang-orang yang mendapatkan ridha-Nya yang akan mendpatkan kebahagiaan. Bukan manusia-manusia yang selama hidupnya mencari ridha manusia. Menjadikan manusia sebagai sesembahan. Menjadikan manusia tempat bergantung dan meminta pertolongan. Manusia yang telah menempatka manusia lainnya, sebagai sesembahan dan tempat bergantung hidupnya, dia tidak akan pernah mendpatkan ridha dari Allah Rabbul Alamin, di akhirat kelak.
Mereka hanya orang-orang yang menyesali hidupnya. Mereka tidak lagi dapat bertemu dan mendapatkan pertolongan dari orang-orang yang dahulunya di dunia telah memberikan mereka pertolongan. Orang-orang yang dianggap hebat ‘super’. Masing-masing orang hanya akan mempertanggungjawabkan sesuai dengan amalnya. Sebesar apapun kekuasaan manusia di dunia, yang disangka oleh manusia lainnya, yang dianggap dapat memberikan pertolongan dan perlindungan itu, hanyalah akan menjadi sia-sia dihadapan Allah Rabbul Alamin.
Maka Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tiadk meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui”. (QS. Al-Imran [3] : 135)
Ingatlah ketika kelak menghadap Rabbul Alamin Yang Maha Agung, setiap manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Maka ketika menyadari telah menyimpang dari jalan yang telah ditetapkan Rabb, segeralah memohon ampun, dan bertaubat. Wallahu’alam.