هم الدنيا ظـلمة في القلب و هم الآخرة نور في القلب
“Menggandrungi dunia itu kegelapan hati dan menggandrungi akhirat adalah cahaya hati.” (Utsman bin ‘Affan Ra. **)
Memang dunia yang kita huni sekarang ini penuh dengan pesona yang menakjubkan. Oleh karena itu manusia cenderung memburunya sampai ke tingkat gelap mata dan gelap hati. "Dunia itu manis lagi hijau." Demikian Nabi Muhammad Saw melukiskan tentang keni’matan dan keindahan dunia yang menjadi fokus perburuan para penganut paham kebendaan.
Menurut Imam Ghazali pesona dunia itu telah menyibukkan hati dan fisik manusia. Menyibukkan hati disebabkan pesonanya yang dapat menarik cinta dan curahan perhatian hati sehingga tidak sedikit orang yang menjadi mabuk karenanya.
Menyibukkan fisik karena benda-benda dunia itu memerlukan pengolahan dan pengelolaan untuk kepentingan dirinya atau kepentingan orang lain. Tidak sedikit orang yang terbius oleh pesonanya hingga ia melalaikan akhiratnya.
Keterbiusan itulah yang menjadi penyebab perjalanan hidup sang diri terjerembab ke dalam kegelapan sehingga orang yang memburunya cenderung tidak mengindahkan norma dan tata aturan yang menyebabkannya dirinya tenggelam dalam lumpur kehinaan.
Keterbuisan itu pula yang menjadi salah satu kekhawatiran Rasulullah Saw sehubungan dengan melimpahnya gemerlap dunia di kalangan ummat Islam. ”Aku tidak mengkuatirkan kemelaratan menimpa kamu. Akan tetapi yang aku kuatirkan ialah bila kemewahan dunia menimpamu sebagaiman orang-orang yang sebelum kamu ditimpa kemewahan dunia. Lalu kamu berlomba-lomba (dengan kemewahan) dan kamu binasa seperti mereka.” (HR, Muslim).
Agar kita tidak terbius harta sehingga menggelapkan hati, Rasulullah Saw mengingatkan kita untuk memperhatikan proses pencapaiannya. Sebab tidak sedikit orang yang begitu cintanya kepada dunia hingga ia tidak peduli terhadap proses dan segala implikasi kecintaannya itu terhadap situasi kemanusiaannya, terhadap langkah-langkah perjalanannya, dan terhadap akhir perjalanan hidupnya..
"Dunia itu manis lagi hijau. Siapa yang memperoleh harta dari usaha halalnya lalu membelanjakannya sesuai dengan hak-haknya, maka Allah akan memberinya pahala dari nafkahnya itu, dan Dia akan memasukkannya ke dalam surga-Nya. Siapa yang memperoleh hartanya dari jalan haram lalu ia membelanjakannya bukan pada hak-haknya, maka Allah akan menjerumuskannya ke dalam tempat yang menghinakan (neraka). Banyak orang yang dititipi harta Allah dan Rasul-Nya kelak di hari kiamat mendapat siksa api neraka." (HR, al-Baihaqi)
Oleh sebab pesona dunia itu amat membius maka orang cenderung lupa bahaya yang selalu mengintai di balik pesona yang tersembunyi di medan pemburuannya. Ia juga lupa bahwa di balik gemerlap dan keindahan dunia itu terkandung tanggung jawab yang akan ditanya nanti di hari akhir.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengingatkan tentang bahaya yang terdapat di medan perburuan harta duniawi. "Memburu harta bagaikan berburu binatang di hutan rimba yang penuh dengan binatang buas atau berenang di lautan yang penuh buaya."
Orang-orang yang tenggelam dalam kegandrungan dunia mata hatinya menjadi gelap, tak peduli bahaya yang mengancamnya. Ia melihat segala sesuatu dengan mata nafsunya yang menyebabkan mata hatinya diselubungi noda-noda hitam yang pekat sehingga tidak dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara bid’ah dan sunnah, antara yang ma’ruf dan yang munkar.
Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang terserang krisis persepsi sehingga pandangan dan persepsinya menjadi jungkir balik. Mereka memandang kebaikan sebagai kejahatan dan kejahatan sebagai kebaikan. Akibatnya hati mereka terus-menerus ditimbuni noda-noda hitam yang menjadi lahan subur bagi pembiakan fitnah hati. Noda-noda hitam inilah yang melumpuhkan fungsi mata hati hingga tak mampu melihat.
Sebaliknya, meyakini dan mencintai kehidupan akhirat menjadikan hati seseorang bening dan bercahaya. Imam Ibnu Athailah al-Skandari dalam kata-kata hikmahnya mengatakan, "Allah telah menerangi alam-alam lahiriah ini dengan pengaruh cahaya (atsar) bekas-bekas sifat-sifatNya, dan Dia telah menerangi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati dengan cahaya sifat-sifatNya itu.
Karena itu cahaya-cahaya lahiriyah bisa hilang dan lenyap sedangkan cahaya-cahaya hati dan rahasia-rahasianya tidak mungkin hilang dan sirna. Dan karena itulah berkata penyair, “Sesungguhnya matahari siang akan tenggelam di malam hari, Dan matahari hati tidak akan hilang sampai abadi."
Dengan demikian setiap diri seharusnya mampu menangkap cahaya-cahaya yang dapat mencerahkan hati agar selalu dapat menapaki kehidupan dengan terang benderang. Sesungguhnya hanyalah Allah Swt yang berkenan memberikan cahaya hati kepada setiap manusia. Kendati demikian, akal yang dianugerahkan-Nya kepada setiap manusia dapat dimanfaatkan manusia untuk merenung dan mentadabburi ayat-ayat-Nya sehingga ia memperoleh cahaya.
Tafakkur dan tadabbur akan menjadi pemantik api hati nurani manusia sehingga bercahaya. Sebab dengan tafakkur dan tadabbur mansusia mampu menelusuri dan menghayati eksistensi dirinya, mengenal siapa Tuhannya, tahu asal susulnnya dan ke mana ia akan kembali.
Dengan demikian, hatinya tercerahkan oleh suatu kesadaran penuh akan hak-hak yang harus dia tunaikan. Dia juga sadar-sesadarnya bahwa hidup di dunia ini sebagai suatu pengembaraan sementara. Kelak di saat yang telah ditentukan pasti akan kembali ke rumah asalnya, di alam akhirat. Untuk itu ia menyintai tempat kembalinya yang abadi Maka keyakinan dan cinta kepada akhirat adalah cahaya hati yang akan menyebar ke seluruh penjuru kalbu.
Abu Thalib al-Makki dalam munajatnya memanjatkan sebuah doa agar diberi cahaya yang dapat menerangi hidupnya. "Ya Allah, berilah aku cahaya dalam kalbuku, cahaya dalam pusaraku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dalam pandanganku, cahaya dalamperasaanku, cahaya dalam semua jasadku, cahaya di depanku dan di belakangku. Beri aku, kumohon kepada-Mu, cahaya di tangan kananku dan cahaya di tangan kiriku dan cahaya di atasku dan cahaya di bawahku. Ya Allah, tambahlah cahaya dalam diriku dan siramilah aku dengan cahaya dan terangilah aku dengannya."
Bagi orang mencintai kehidupan akhirat semua keraguan dan kebimbangan yang pernah singgah dalam hatinya akan musnah tak bersisa. Yang tinggal hanyalah keyakinan dan cintanya kembali ke kampung akhirat nanti, menghadap Rabb-nya dengan kalbu dan jiwa yang tenang, dan meraih keridhaan-Nya. " Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS, alFajr [89]: 27-30).
**Usman bin ‘Affan, Khalifah ketiga sepeninggal Rasulullah Saw, salah seorang yang dikenal sebagai pedagang sukses dan kaya yang sangat dermawan. Dalam sejarah Islam ia dikenal sebagai tokoh yang paling banyak menyumbangkan hartanya untuk kepentingan kaum muslimin, terutama ketiika terjadi krisis pangan di zamannya. Ia juga termasuk donatur yang paling banyak mengeluarkan hartanya untuk kepentingan perang di jalan Islam. Ia menikahi salah seorang anak perempuan Rasulullah Saw. Di masa Usmanlah Libia dan Sudan ditaklukkan. Usman terkenal sebagai penulis dan sekaligus penghimpun mushhaf yang mulia (al-Qur`an) setelah kenyataan banayaknya sahabat yang hafal Qur`an mati syahid dalam perang riddah dan beberapa peperangan lainnya. Banyak orang yang mengagumi kesyaikhannya yang terkenal sangat santun dan dermawan. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang sangat memperhatikan syura dalam urusan pemerintahan. Ia terbunuh oleh para pemberontak yang menyerbu rumahnya, padahal ia sedang dalam keadaan membaca al-Qur`an. Peristiwa itu dipandang sebagai pemberontakan pertama dalam sejarah Islam yang cukup mencederai Islam itu sendiri. Ustman menjabat Khalifah selama 12 tahun lebih.